BAB I
PEMDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam mengajarkan kita untuk tidak
boleh berputus asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam
menggapai karunia Allah SWT. Demikian pula dengan keinginan memiliki keturunan
setelah adanya pernikahan yang sah. Betapa bahagianya kita jika setelah menikah
mendapatkan karunia yang sangat indah yaitu seorang bayi. Bagaimana dengan
seseorang yang ternyata setelah menikah bertahun-tahun belum memiliki
keturunan? Banyak sekali pasangan suami istri khususnya (muslim) memilih bayi
tabung untuk mendapatkan keturunan.
Bayi tabung atau lebih dikenal
dengan istilah inseminasi buatan bukanlah wacana baru yang kita lihat pada
tataran empirik saat ini. Namun permasalahan ini masih aktual saja untuk
dibicarakan maupun didiskusikan.
Terutama bagi kalangan
muslim,program Bayi Tabung menjadi Problematika Islam yang cukup di
permasalahkan. Pada makalah ini saya akan membahas bagaimana problematika Hukum
Islam tentang “Bayi Tabung”.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Bayi tabung itu ?
2.
Bagaimana
sudut pandang Medis terhadap Bayi Tabung?
3.
Bagaimana
sudut pandang Hukum Perdata Di Indonesia?
4.
Bagaimana
sudut pandang Agama dan Hukumnya terhadap Bayi Tabung?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
apa itu Bayi Tabung
2.
Mengetahui
dan memahami Bagaimana sudut pandang Medis terhadap Bayi Tabung
3.
Mengetahui
dan memahami Bagaimana sudut pandang Hukum Perdata Di Indonesia
4.
Mengetahui
dan Memahami Bagaimana sudut pandang Agama dan Hukumnya terhadap Bayi Tabung.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bayi Tabung
Bayi tabung atau dalam bahasa
kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF) adalah suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur dalam suatu
wadah khusus. Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam
saluran tuba. Dalam proses bayi tabung proses ini berlangsung di
laboratorium dan dilaksanakan oleh tenaga medis sampai menghasilkan suatu
embrio dan di iplementasikkan ke dalam rahim wanita yang mengikuti program bayi
tabung tersebut. Embrio ini juga dapat disimpan dalam bentuk beku
(cryopreserved) dan dapat digunakan kelak jika dibutuhkan. Bayi tabung
merupakan pilihan untuk memperoleh keturunan bagi ibu-ibu yang memiliki
gangguan pada saluran tubanya. Pada kondisi normal, sel telur yang telah
matang akan dilepaskan oleh indung telur (ovarium) menuju saluran tuba (tuba
fallopi) untuk selanjutnya menunggu sel sperma yang akan membuahi sel telur
tersebut tersebut. Dalam bayi tabung proses ini terjadi dalam tabung dan
setelah terjadi pembuahan (embrio) maka segera di iplementasikan ke rahim
wanita tersebut dan akan terjadi kehamilan seperti kehamilan normal.
Dari segi
tehnik, karena prosedur konsepsi buatan ini sangat menegangkan, tingkat
keberhasilannya belum begitu tinggi, dan biayanya sangat mahal, maka pasangan
suami istri (pasutri) yang diterima untuk program ini harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
1. Telah dilakukan
pengelolaan infertilitas selengkapnya.
2. Terdapat indikasi yang
sangat jelas.
3. Memahami seluk beluk
prosedur konsepsi buatan secara umum
4. Mampu membiayai
prosedur bayi tabung ini
B.
Pandangan Medis Terhadap Bayi Tabung
Di Indonesia,
hukum dan perundangan mengenai teknik reproduksi buatan diatur dalam:
1. UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127
menyebutkan bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan
oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a.) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami
istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b.) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c.) pada fasilitas pelayanan kesehatan
tertentu.
2. Keputusan Menteri Kesehatan No.
72/Menkes/Per/II/1999 tentang Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan, yang
berisikan: ketentuan umum, perizinan, pembinaan, dan pengawasan, Ketentuan
Peralihan dan Ketentuan Penutup.
Adapun
bunyinya adalah sebagai berikut :
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Ø Pasal 1
Dalam
Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Teknologi reproduksi buatan adalah
upaya pembuahan sel telur dengan sperma di luar cara alami, tidak termasuk
kloning;
2. Persetujuan tindakan medik (Informed
Consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas
dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien;
3. Rekam medis adalah berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan
kesehatan.
4. Direktur Jenderal adalah Direktur
Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan.
BAB
II
PERIZINAN
Ø Pasal 2
Rumah
Sakit dapat memberikan pelayanan teknologi reproduksi buatan setelah mendapat
izin dari Direktur Jenderal.
Ø Pasal 3
1. Pelenggaran terhadap ketentuan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenakan tindakan
administratif.
2. Tindakan administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa peringatan samapai dengan pencabutan izin
penyelenggaraan pelayanan teknologi reproduksi buatan.
BAB
IV
KETENTUAN
PERALIHAN
Ø Pasal 11
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto
Mangunkusumo, Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita dan Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Soetomo yang telah memberikan pelayanan teknologi reproduksi buatan,
berdasarkan peraturan ini dinyatakan diberi izin penyelenggaraan pelayanan,
penelitian dan pengembangan dengan ketentuan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun
sejak ditetapkan peraturan ini harus menyesuaikan diri dengan ketentuan
peraturan ini.
BAB
V
KETENTUAN
PENUTUP
Ø Pasal 12
Dengan
ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Instruksi Kesehatan Nomor
3794/Menkes/VII/1990 tentang Program Pelayanan Bayi Tabung dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Ø Pasal 13
Peraturan
ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Agar
setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Selanjutnya
Keputusan MenKes RI tersebut dibuat Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di Rumah
Sakit, oleh Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, DepKes RI, yang
menyatakan bahwa:
1. Pelayanan teknik reprodukasi buatan hanya
dapat dilakukan dengan sel sperma dan sel telur pasangan suami-istri yang
bersangkutan.
2. Pelayanan reproduksi buatan merupakan
bagian dari pelayanan infertilitas, sehingga sehinggan kerangka pelayannya
merupakan bagian dari pengelolaan pelayanan infertilitas secara keseluruhan.
3. Embrio yang dipindahkan ke rahim istri
dalam satu waktu tidak lebih dari 3, boleh dipindahkan 4 embrio dalam keadaan:
a) Rumah sakit memiliki 3 tingkat perawatan
intensif bayi baru lahir.
b) Pasangan suami istri sebelumnya sudah
mengalami sekurang-kurangnya dua kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal.
c) Istri berumur lebih dari 35 tahun.
4. Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk
apapun.
5. Dilarang melakukan jual beli spermatozoa,
ovum atau embrio.
6. Dilarang menghasilkan embrio manusia
semata-mata untuk penelitian. Penelitian atau sejenisnya terhadap embrio
manusia hanya dapat dilakukan apabila tujuannya telah dirumuskan dengan sangat
jelas
7. Dilarang melakukan penelitian dengan atau
pada embrio manusia dengan usia lebih dari 14 hari setelah fertilisasi.
8. Sel telur yang telah dibuahi oleh
spermatozoa manusia tidak boleh dibiakkan in vitro lebih dari 14 hari (tidak
termasuk waktu impan beku).
9. Dilarang melakukan penelitian atau
eksperimen terhadap atau menggunakan sel ovum, spermatozoa atau embrio tanpa
seijin dari siapa sel ovum atau spermatozoa itu berasal.
10. Dilarang melakukan fertilisasi trans-spesies,
kecuali fertilisasi tran-spesies tersebut diakui sebagai cara untuk mengatasi
atau mendiagnosis infertilitas pada manusia. Setiap hybrid yang terjadi akibat
fretilisasi trans-spesies harus diakhiri pertumbuhannya pada tahap 2 sel.
Etika
Teknologi Reproduksi Buatan belum tercantum secara eksplisit dalam Buku Kode
Etik Kedokteran Indonesia. Tetapi dalam
addendum 1, dalam buku tersebut di atas terdapat penjelasan khusus dari
beberapa pasal revisi Kodeki Hasil Mukernas Etik Kedokteran III, April 2002.
Pada Kloning dijelaskan bahwa pada hakekatnya menolak kloning pada manusia,
karena menurunkan harkat, derajat dan serta martabat manusia sampai setingkat
bakteri, menghimbau ilmuwan khususnya kedokteran, untuk tidak mempromosikan
kloning pada manusia, dan mendorong agar ilmuwan tetap menggunakan teknologi
kloning pada :
1. sel atau jaringan dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan misalnya untuk pembuatan zat antigen monoklonal.
2. sel atau jaringan hewan untuk penelitian
klonasi organ, ini untuk melihat kemungkinan klonasi organ pada diri sendiri.
C.
Hukum Perdata Indonesia Tentang bayi Tabung
Jika benihnya
berasal dari Suami Istri
• Jika benihnya berasal dari Suami
Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro transfer embrio dan
diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak tersebut baik secara biologis
ataupun yuridis mempunyai status sebagai anak sah (keturunan genetik) dari
pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan
lainnya.
• Jika ketika embrio diimplantasikan
kedalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai dari suaminya maka jika anak
itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status sebagai anak sah dari
pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu
bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan
apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum ps. 255 KUHPer.
• Jika embrio diimplantasikan kedalam
rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah
anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih. Dasar
hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer. Dalam hal ini Suami dari Istri
penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes
golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian antara
kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata
barat, sesuai dengan ps. 1320 dan 1338 KUHPer.)
Jika
salah satu benihnya berasal dari donor
• Jika Suami mandul dan Istrinya
subur, maka dapat dilakukan fertilisasi in vitro transfer embrio dengan
persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari
donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke
dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki
hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak
menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps.
250 KUHPer.
• Jika embrio diimplantasikan kedalam rahim
wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari
pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250
KUHPer.
Jika
semua benihnya dari donor
• Jika sel sperma maupun sel telurnya
berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio
diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan
maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan Suami Istri
tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan
yang sah.
• Jika diimplantasikan kedalam rahim
seorang gadis maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin karena
gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak
tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur berasal darinya.
Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan
biologis sebagai anaknya.
Dari tinjauan
yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap kemungkinan yang
terjadi dalam program fertilisasi in vitro transfer embrio ditemukan beberapa
kaidah hukum yang sudah tidak relevan dan tidak dapat meng-cover kebutuhan yang
ada serta sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada khususnya
mengenai status sahnya anak yang lahir dan pemusnahan kelebihan embrio yang
diimplantasikan ke dalam rahim ibunya. Secara khusus, permasalahan mengenai
inseminasi buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal
dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera
dibentuk peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur penerapan
teknologi fertilisasi in vitro transfer embrio ini pada manusia mengenai
hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang.
D.
Pandangan Hukum Islam Terhadap Bayi Tabung
Persoalan bayi
tabung pada manusia merupakan persoalan baru muncul dizaman modern, sehingga
terjadi masalah fiqh kontemporer yang pembahasannya tidak dijumpai dalam
buku-buku fiqh klasik. Karena itu pembahasan bayi tabung pada manusia
dikalangan para ahli fiqh kontemporer lebih banyak mengacu kepada pertimbangan
kemaslahatan umat manusia, khususnya kemaslahatan suami istri.
Disamping harus
dikaji secara multidisipliner karena persoalan ini hanya bisa dipahami secara
komprehensif jika dikaji berdasarkan ilmu kedokteran, biologi-khususnya
genetika dan embriologi serta sosiologi.
Aspek hukum
penggunaan bayi tabung didasarkan kepada sumber sperma dan ovum, serta rahim. Dalam
hal ini hukum bayi tabung ada tiga macam, yaitu:
a. Bayi tabung yang dilakukan dengan sel
sperma dan ovum suami istri sendiri serta tidak ditrannsfer kedalam rahim
wanita lain walau istrinnya sendiri selain pemilik ovum (bagi suami istri yang berpoligami)
baik dengan tehnik FIV maupun GIFT, hukumnya adalah mubah, asalkan kondisi
suami istri itu benar-benar membutuhkan bayi tabung (inseminasi buatan) untuk
memperoleh anak, lantaran dengan cara pembuahan alami, suami istri itu sulit
memperoleh anak. Padahal anak merupakan suatu kebutuhan dan dambaan setiap
keluarga. Disamping itu, salah satu tujuan dari perkawinan adalah untuk
memperoleh anak dan keturunan yang sah serta bersih nasabnya. Jadi, bayi tabung
merupakan suatu hajat (kebutuhan yang sangat penting) bagi suami istri yang
gagal memperoleh anak secara alami. Dalam hal ini kaidah fiqih menentukan bahwa
“Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam
keadaan terpaksa (emergency) padahal keadaan darurat/terpaksa membolehkan
melakukan hal-hal yang terlarang.”
b. Bayi tabung yang dilakukan dengan
menggunakan sperma dan atau ovum dari donor, haram hukumnya karena hukumnya
sama dengan zina, sehingga anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung
tersebut tidak sah dan nasabnya hanya dihubungkan dengan ibu (yang
melahirkan)-Nya. Termasuk juga haram system bayi tabung yang menggunakan sperma
mantan suami yang telah meninggal dunia, sebab antara keduanya tidak terikat
perkawinan lagi sejak suami meninggal dunia.
c. Haram hukumnya bayi tabung yang
diperoleh dari sperma dan ovum dari suami istri yang terikat perkawinan yang
sah tetapi embrio yang terjadi dalam proses bayi tabung ditransfer kedalam
rahim wanita lain atau bukan ibu genetic (bukan istri atau istri lain bagi
suami yang berpoligami), haram hukumnya. Jelasnya, bahwa bayi tabung yang
menggunakan rahim rental, adalah haram hukumnya. Ini berarti bahwa kondisi
darurat tidak mentolerir perbuatan zina atau bernuansa zina. Zina tetap haram
walaupun darurat sekalipun.
Dalam kaitan
ini yusuf qardawi mengemukakan bahwa keharaman bayi tabung dengan menggunakan
sperma yang berasal dari laki-laki lain, baik diketahui maupun tidak, atau sel
telur yang berasal dari wanita lain. Karena akan menimbulkan problem tentang
siapa sebenarnya ibu dari bayi tersebut, apakah si pemilik sel telur itu yang
membawa karakteristik keturunan, apakah wanita yang menderita dan menanggung
rasa sakit karena hamil dan melahirkannya? Begitu pula jika wanita yang
mengandungnya adalah istri lain dari suaminya sendiri, haram karena dengan cara
ini tidak diketahui siapa sebenarnya dari kedua istri itu yang menjadi ibu dari
bayi yang akan dilahirkan nanti. Juga kepada siapa nasab (keturunan) sang bayi
disandarkan, apakah kepada pemilik sel telur atau sipemilk rahim?
Dalam kasus ini
para ahli fiqih mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Pendapat pertama (yang
dipilih Yusuf Qardawi), bahwa ibu bayi itu adalah sipemilik sel telur.
Sedangkan pendapat kedua, bahwa “ibunya adalah wanita yang mengandung dan melahirkannya”. Pendapat ini sejalan dengan zahir
QS.al-mujadilah:2 yang artinya “ibu-ibu
mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka…………..”
Sedangkan
pedapat pertama diatas selaras dengan genetika, bahwa anak akan mewarisi
karakter (sifat-sifat) dari wanita pemilik sel telur dan laki-laki pemilik sel
sperma. Karena dalam sel telur dan sperma itu terdapat kromosom dan didalam
kromosom itulah terdapat gen. Gen inilah yang memberikan sifat menurun
(hereditas) kepada anak.
Menurut
Muhammad Syuhudi Ismail, sewa rahim sebagai salah satu bentuk rekayasa genetika
adalah haram hukumnya. Alasannya, pada zaman jahiliah telah dikenal 4 jenis
perkawinan dan hanya satu yang sesuai dengan perkawinan menurut islam. Jenis
perkawinan lain adalah bibit unggul, poliandri sampai 9 orang suami, dan
perkawinan massal (sejumlah laki-laki mengawini sejumlah wanita). Perkawinan
bibit unggul memiliki persamaan dengan perkawinan unggul yang terjadi pada zaman modern ini melalui
jasa bank sperma. Perbedaannya perkawinan bibit unggul pada zaman jahiliah
berjalan secara alamiah sedangkan sekarang ini berjalan secara ilmiah.
Disamping itu,
praktek sewa rahim bertentangan dengan tujuan perkawinan. Karena salah satu
tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan dengan jalan halal dan
terhindar dari perbuatan yang dilarang agama, sedangkan dalam sewa rahim akan
melahirkan banyak masalah bagi anak yang lahir, pemilik bibit, pemilik rahim
dan sebagainya.
Menurut Umar
Shihab, keharaman sewa rahim disebabkan oleh (1) akan menambah masalah lain
yang akan muncul, seperti defenisi anak berbeda dengan anak yang lahir dari
bibit dan rahim yang sama; dan siapakah ibu yang sebenarnya, apakah ibu
genetiknya atau ibu yang mengandungnya; (2) dapat diqiaskan dengan jual beli
yang diharamkan, jual beli yang mengandung najis (darah).
Sewa rahim
dapat disamakan dengan jual beli dari segi syarat dan rukunnya. Salah satu
syaratnya barangnya harus halal. Barang najis dilarang diperjual belikan dan
salah satu barang najis yang diperjual belikan adalah darah. Memang sperma dan
ovum tidak termasuk najis, namun antara keduanya kelak berubah menjadi segumpal
darah yang melekat pada dinding rahim yang kelak menjadi najis. Dalam hal ini
juga terdapat hubungan timbal balik sebab pemilik rahim (ibu penghamil) dibayar
sesuai dengan perjanjian dengan pemilik ovum (ibu genetik), yang berarti hukum
keduanya adalah sama. Selain itu, praktek sewa menyewa rahim tidak dapat
digolongkan dalam keadaan darurat, melainkan termasuk kebutuhan (hajat).
Maksudnya, sewa rahim tidak dapat dibenarkan. Jika seorang ingin punya anak
maka harus berusaha sedemikian rupa dengan cara yang dibenarkan agama.
Tidak punya
anak memang identik dengan terputusnya nasab, namun jika nasab tersambung
dengan cara yang mengarah kepada zina justru mengancam eksistensi nasab itu
sendiri.
Alasan-alasan
haramnya bayi tabung dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari donor atau
ditransfer kedalam rahim wanita lain, adalah:
1. Firman Allah dalam QS.Al-Isra:70 mengatakan
bahwa; yang artinya ”Sesungguhnya kami telah memuliakan manusia”
Dalam hal ini
bayi tabung dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari donor itu pada
hakekatnya merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi,
padahal tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia.
2. Hadits nabi Muhammad SAW :
Hadist ini tidak saja
mengandung arti penyiraman sperma kedalam vagina seorang wanita melalui
hubungan seksual, melainkan juga mengandung pengertian memasukkan sperma donor
melalui proses bayi tabung, yaitu percampuran sperma dan ovum diluar rahim,
yang tidak diikat perkawinan yang sah. Padahal hubungan biologis antara suami
istri, disamping untuk menikmati karunia Allah dalam menyalurkan nafsu seksual,
terutama dimaksudkan untuk mendapatkan keturunan yang halal dan diridhoi Allah.
Karena itu sperma seorang suami hanya boleh ditumpahkan pada tempat yang
dihalalkan oleh Allah, yaitu istri sendiri. Dengan demikian bayi tabung dengan
cara mencampurkan sperma dan ovum donor dari orang lain identik dengan
prositusi terselubung yang dilarang oleh syariat islam. yang berbunyi ;
“Tidak halal bagi seseorang yang
beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan air (sperma)-Nya kedalam
tanaman (vagina istri) orang lain”.(HR Abu Daud dari Ruwaifa’ bin Sabit).
3. Kaidah Fiqih
Dalam hal ini masalah
bayi tabung dengan menggunakan donor adalah membantu pasangan suami istri dalam
mendapatkan anak, yang yang secara alamiah kesulitan memperoleh anak karena
adanya hambatan alami menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel telur
(misalnya saluran telurnya terlalu sempit atau ejakulasi (pancaran sperma)-Nya
terlalu lemah.
Namun demikian, mafsadsah (bahaya)
bayi tabung dengan donor jauh lebih besar dari manfaatnya antara lain:
a) Percampuran nasab, padahal islam sangat
memelihara kesucian, kehormatan dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya
dengan kemahraman (siapa yang halal dan siapa yang haram dikawini) serta
kewarisan ;
b) Bertentangan dengan sunatullah atau
hokum alam;
c) Statusnya sama dengan zina, karena
percampuran sperma dan ovum tanpa perkawinan yang sah;
d) Anak yang dilahirkan bisa menjadi sumber
konflik dalam rumah tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor akan
berbeda sifat-sifat fisik, dan karakter/mental dengan ibu/ bapaknya;
e) Anak yang dilahirkan melalui bayi tabung
yang percampuran nasabnya terselubung dan dirahasiakan donornya, lebih jelek
daripada anak adopsi yang umumnya diketahui asal atau nasabnya;
f) Bayi tabung dengan menggunakan rahim
rental (sewaan) akan lahir tanpa proses kasih sayang yang alami (tidak terjalin
hubungan keibuan antara anak dan ibunya secara alami). Sehingga akan
menimbulkan masalah dikemudian hari. Ini berdasarkan kaidah fiqih yang artinya
“menolak kerusakan harus didahulukan dari pada menarik kemaslahatan”
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bayi tabung
atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF) adalah suatu
upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur dalam suatu
wadah khusus. Sehingga akan terjadi proses pembuahan yang selanjutnya
dimasukkan kedalam Rahim wanita supaya terjadi kehamilan.
Melihat dan
menanggapi dari berbagai pandangan terutama pandangan Islam terhadap Program
Bayi Tabung saya menyimpulkan bahwa Bayi Tabung itu di haramkan jika proses
pembuahan itu dihasilkan bukan dari pasangan suami istri itu sendiri. Dan
diperbolehkan jika sudah berbagai usaha sudah dilakukan tapi tetap saja belum
mendapat keturunan maka program bayi tabung juga bisa disebut sebagai jalan
ikhtiar dengan syarat harus oleh sepasang suami istri itu sendiri. Jika tidak
maka tetap hukumnya Haram. Selain itu jika bukan hasil dari Pasangan suami
istri itu sendiri maka tidak berhak mendapatkan warisan, dan bisa disebut
zinnah,karena gamet yang dihasilkan dari laki laki yang bukan muhrimnya.