Sore
itu, aku yang baru saja turun dari angkutan umum, berdiri bersama buku dalam
genggaman mengrah ke kendaraan yang berseliweran. Ada yang melintas sesaat,
ketika seorang bapak menghentikan motornya tepat di sebrangku; Sebelum ia
berbalik badan, ada punggung yang kukira milikmu.
Aku hilang ingatan, bahwa kamu bukan lagi bagian dalam ceritaku.
***
Sore yang kian mengabu, tak jua hujan. Ia hanya setia dengan
gumpalan awan yang menghitam. Entah pertanda apa cuaca sore itu, begitu
dramatis.
Diantara mendung, aku yang tak berpayung menikmati sepi
disepanjang perjalanan. Hingga sampai di sebuah ruangan yang kunamai
kamar, tetiba yang melintas dalam pikiranku adalah dirimu.
Aku yang pura-pura lupa padamu, nyatanya tak bisa menahan hawa
nafsuku untuk mencari tahu kabarmu setelah dua tahun tak saling ‘Hallo’.
Aku bahkan
rela membuka akun lamaku, hingga seniat ini. Tak lama setelah berhasil sign
in, aku langsung mengalihkan linimasa akun medsosku ke kolom
pencarian. Lalu dengan tanpa ragu mengetik namamu huruf demi huruf.
Sebenarnya,
ada sedikit harap, dimana tak ada lagi potret dia di beranda akunmu. Karna
sebelumnya aku tahu, dia dengan terang-terangan memberi tahuku bahwa dia sudah
lagi tak se-visi denganmu. Soal ini aku sangat tak niat menceritakannya.
Sebelumnya aku tak mau tau kabar hubunganmu dengannya. Tapi dia, dengan murah
hati memberitahu kepadaku, bahwa dia sudah tidak lagi denganmu. Klise.
Dugaanku tepat, aku salah dan selalu salah menduga perihal
‘kamu’.
Pemandangan beranda akun medsos mu yang menampakkan diri tepat
di depan lensa mataku, membuat aku lupa di detik yang mana aku seharusnya
menghembuskan nafas. Aku sesak.
Potret wajah bahagiamu dengannya membuat wajahku kelut. Kamu
yang duduk bersila dengannya, menafsirkan banyak arti perihal bahagia.
Ah iya, kupikir jikapun cerita kita masih berlanjut aku
sudah tentu tak akan mampu duduk bersila sesempurna itu denganmu, dan mungkin
kamu tak akan sebahagia itu jika denganku. Itu kekuranganku. Kamu tahu itu.
Aku melihat detail kapan poto itu kamu posting. Dan ya,
lima hari setelah dia berkata terang-terangan sudah tak lagi denganmu padaku.
Apa setelah dia mencoba pergi kamu mengusahakannya, mengejarnya,
menahannya untuk pergi hingga kembali?
Aku hanya tersenyum geli menjawab pemaparan pertanyaan dari
diriku sendiri. “Manis” kataku seketika dalam hati.
Ada yang belum aku tahu darimu, ternyata kamu cukup kuat
soal memperjuangkan.
Tapi sayangnya hanya dia. Pada dia.
Dulu, aku bahkan tak berhak untuk itu.
***
Entah di
putaran keberapa playlist Michael Buble dengan Lost-nya
menemaniku dengan bayangmu; sampai aku tersadar, kenapa aku hingga sekacau ini?
Apa karena kita ‘pernah’ bersama, meski masing-masing dari kita
mendefinisikannya dari perspektif yang berbeda?
Selepas kepergian (hati)mu, maaf aku yang kembali menikmati
luka.