Sitrus yang menghias matahari sore
begitu sangat mengenakan pandangan, rasanya mataku tak ingin berpaling dari
menengadah. Walau senja yang dirindukan sore itu tak muncul jua,kurasa penutup
hari sore itu cukup dengan awan sitrus dan kemudian mengradasi warna pelan
pelan menjadi abu abu pekat sampai gelap.
Ah sama saja, sama sama indah,
bukankah semuanyapun atas Kehendak Allah?
Sore itu,sebelum langit menjadi gelap
pekat. Aku masih jalan jalan sore disekitar Jalan yang sering kita lalui
bersama, hari itu imajiku tentangmu tiba tiba menghilang, aku benar benar
sedang tidak memikirkanmu sore itu. Aku hanya sedang asyik memandangi kekuasaan
Allah dengan keindahan sitrus yang menghias di langit sore.
Waktu itu, aku ingin duduk sejenak di
bench yang pernah kita diami. Tidak
untuk mengingat atau bahkan mengenangmu. Aku hanya sedang ingin menghirup udara
sore, dengan duduk santai ditemani Mango Creamy Cheese. Namun sesaat
sebelum duduk, sebuah byson berhenti
tepat disampingku, dan ternyata itu byson
milikmu. Kamu memberikan kode padaku untuk berhenti, aku mengiyakan, aku
duduk dan tak lama kemudian kamu ikut duduk. Kita duduk bersama. Lagi.
Sudah kurang lebih tigapuluh menit
kita duduk bersama, kita hanya saling diam, rasanya aku ingin bunuh waktu pada
waktu itu, aku tak kuat duduk bersama jika harus saling diam saja, tapi memang
tak bisa dipungkiri, kehadiranmu yang hanya duduk diam saja pun mampu
meluluhlantakkan rindu yang sudah membeku sepersekian bulan yang tak terhitung
banyaknya.
Ingin aku beranjak, di bench itu tapi aku tak mampu bergerak
sedikitpun. Lalu aku ingin memcoba memulai pembicaraan, yang ternyata satu kata
yang keluar dari mulut kita bersamaan “Maaf”. Lalu serentak dengan itu kita
saling menatap untuk kemudian kita alihkan menjadi saling diam kembali. Aku
memalingkan wajahku, kamu memberikan kode padaku untuk memulai.
“Eu.. Eu...Maaf,aku tak bermaksud
mengganggu hubunganmu dengan......”
“Sudah aku maafkan, aku faham. Aku
juga salah aku minta maaf atas segala hal yang menyakiti hatimu, mengganggu pikiranmu.”
“Aku tak pernah tega untuk membenci
orang yang kucintai, betapapun tersakiti dan kecewanya rasanya kata maaf lebih
luas dari pada itu semua, tak perlu kau minta pun aku sudah memaafkanmu”
Kita lalu diam kembali, aku ingin
segera pamit karna malu dengan secara terang terangan mengatakan itu semua
padamu, dan kamu tak menjawabnya. Aku ingin mati saja waktu itu, maka aku
memksakan pamit saat itu juga.
“Mau kemana?” tanyamu
“Eum... ada yang harus aku
selesaikan,” jawabku sedikit mengelak.
“Lalu,urusan kita tak ingin kau
selesaikan?” tanyamu keras.
“Bukankah kita tak pernah memulai,
kita bertemu tanpa salam, dan kemarin pun kamu pergi tanpa pamit? “
Aku terpaksa duduk kembali. Kamu
malah diam.
“Maaf... bukankah aku sudah minta
maaf, dan bukankah kamu sudah memaafkanku” katamu lirih waktu itu.
“Yang ku katakan tadi bukan sebuah kesalahan, kamu tak perlu minta
maaf. Itu adalah sebuah pernyataan dari kenyataan. Ini bukan lebaran kan?” aku
mencoba mencairkan suasana. Kamu sedikit tertawa.
Aku benar benar ingin pulang,
sepertinya waktu itu aku sedang munafik munafiknya, aku benar benar ingin
pulang, kemudian aku benar benar pulang dan kamu yang mengantarkanku dengan bysonmu yang sudah beberapa bulan aku
tak menaikinya. Rasanya sudah beda lagi, agak segan kalau kamu tak memaksaku
dan aku tak menuruti kata hatiku aku lebih baik naik angkot.
Bysonmu
berhenti tepat di posisi saat pertama kali kamu mengantarkanku pulang.
“Mmm ....makasih.”
“Maaf.“
“Maaf lagi ? untuk ?”
“Maaf sudah membuatmu rindu”
**
5:22
March, 13th 2017
Still on ma bed
#sayangnyainicumaCERITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar