Koefisien Etiolasi mengibaratkan perasaan yang lemah
tanpa disinari cinta, padahal ia ada dan
tersedia. Namun hati masih terjerat masa
lalu. Konstan. Tak terhitung perihnya. Kemudian mati dibuatnya.
Begitulah
kiranya Wira Nagara dalam Novelnyta
“Destilasi Alkena” yang kaya akan bahasa ilmiahnya. Kontekstual dengan apa yang
sedang aku alami. Aku jatuh cinta dengan kalimatnya.
Maaf, aku
masih menikmati lukaku. Menikmati perih dan sedih, ah tapi menurutku tak ada
salahnya. Termasuk dengan membaca novel ini, kamu sulit untuk sekedar aku
lupakan. Sesulit bahasa arab yang tak bisa aku terjemahkan. Zzzzzz.
Aku ulangi Koefiseien Etiolasi sebuah prase yang
cukup menggambarkan apa yang aku rasa, selepas kamu pergi, aku benar benar
lemah, tak terhitung perihku dan sampai aku rasa perasaanku mati dibuatmu.
Kuharap mati sesaat. Semisl sedang koma, dan belum siuman. Iya. Hatiku belum
siuman.
Kamu tau,
selepas kamu pergi, aku yang sudah mulai melepasmu. Tetap belum mampu menerima
orang lain. Aku tegaskan. Aku kalah dalam hal melupakan. Aku tak iri padamu
yang dengan sangat mudah membersihkan hati untuk ditempati oleh orang yang
baru. Atau mungkin dulu kamu simpan aku hanya di selasar hatimu saja. Hahaha.
Aku tak perlu jawabanmu. Ini hanya pertanyaan penghiburku.
Kamu tenang
saja, aku sedang berusaha melupakanmu, kamu cukup berdoa agar lebih cepat
usahaku tercapai. Aku hanya sedang menikmatinya, dan tak ingin terburu buru.
***
Untuk
dia...
Kamu maafkan aku, yang tak bisa membalas apa yang kamu
berikan. Ah kalimat ini terlalu serius. Tapi ini benar benar tulus.
Aku meminta maaf dengan tulus. Aku ingin meyakinkanmu saja. Jangan keras kepala
dengan tetap menungguku. Tapi nyatanya dulu akupun sangat keras kepala menunggu
dia. Kita dua orang yang saling menunggu
orang yang berbeda. Kamu yang menungguku, dan aku yang masih me nunggu dia. Ah,
tidak maksudku menunggu hatiku steril.
Aku sempat
berpikir, kita yang sedang sama sama menunggu ini, apakah kamu yang terlalu
sabar, atau aku yang terlalu keras kepala. Yang pasti mungkin kita yang sama
sama bodoh. Kita yang sama sama dikalahkan oleh sebuah perasaan yang seharusnya
kita yang menguasainya.
Aku rasa,
satu tahun pun masa tenangku, aku belum mampu memastikan apakah aku akan jawab “iya”
atau tidak. Yang pasti kuputuskan. Untukmu lebih baik jangan menungguku. Maaf.
Lalu, aku
membayangkanmu, kasihan. Tapi kemudian aku menertawai diriku sendiri. Gila.
***
Selepas kepergianmu,
aku seseorang yang ber-Koefisien Etiolasi yang mati rasanya yang sulit untuk
menerima hati yang lain. aku hanya masih ingin dengan betahap mensterilkan
hatiku dulu. Agar pada mulutku tak sampai keluar kalimat seperti pada Cover
Buku Destilasi Alkena-nya Wira Nagara “Denganmu, jatuh Cinta
adalah Patah Hati Paling Sengaja”.
Kutulis ini,usai
membaca bab
Koefisien Etiolasi pada Destilasi Alkena-nya Wira
Nagara
kemudian sembari
bebera saat membayangkan alis matamu yang tebal :9.
KANGEN