“It’s Matter
how this end...........”
Aku meyakinkan pada diriku berkali kali, membunuh
hidup-hidup harapan yang sangat egois melukai diriku sendiri membenamkan semua
perasaan yang membuatku begitu keras kepala tetap menunggumu kembali.
Kemarin sore disebuah pantai aku pernah berkata
“Kamu itu punya persamaan dengan sunset,
sama sama tenggelam pelan pelan..” ucapanku terpotong melihat siluet jingga
yang membias pada senja kala itu. Lalu aku meneruskan “....tapi bedanya, sunset muncul kembali esok pagi, sedang
kamu tak tau kapan” seketika aku tertunduk. Hanya deburan ombak yang menanggapi
pernyataanku saat itu.
Dan tepat hari ini setelah aku melihat kamu dengan
yang lain aku simpulkan aku akan menanggapi pernyataanku kemarin sore di pantai
bahwasannya “...ternyata kamu bukan tak tau kapan kembali, tapi memang tak akan
kembali” Hening. Dan mirisnya aku sudah
kehabisan air mata untuk merayakan kepergianmu.
Karna bukankah sudah tiga bulan pergi yang dengan
selama itu aku yang sangat egois memaksakan harapanku menjadi sebuah kenyataan.
Dan dengan sangat keras kepala menunggumu dan memaksamu kembali.
Sampai aku menemukan kata yang sangat tak ingin aku
ungkapkan, kata “BODOH”.
Ya, BODOH. Aku tak lebih layaknya manusia yang jatuh
dan tak punya lagi akal untuk bangun kembali, aku memilih terduduk sakit dan
pura pura menahan rasa sakit itu, sampai kehilangan akal sehatku.
Harusnya aku sadar, kamu pergi bukan untuk kembali,
tapi kamu pergi untuk benar benar mencari. Mencari yang lain.
Aku BODOH, dengan kesimpulanku sendiri, menerka
nerka setiap kalimat yang kamu keluarkan. Menduga duga setiap sikap yang kamu
lakukan. Yang pada akhirnya persepsiku
tentangmu selalu salah. Aku hampir salah mendefinisikan segala hal tentangmu,
sampai aku seBODOH ini.
Ini murni
kesalahanku.
Maaf, aku sempat lupa. Aku ingkar atas janjiku
sendiri yang katanya tak akan menulis cerita apapun tentangmu jika januari ini
pada akhirnya kita berakhir,aku harus mengakhiri ceritaku tentangmu. Sekali
lagi maaf, aku ingin pura pura lupa saja tentang janjiku yang ini. Pokoknya,
aku ingin tetap menulis, apapun hambatannya aku harus tetap menulis. Ini
semisal sebuah usaha melupakan. Karna
bukankah benar benar berusaha melupakan akan sama hasilnya dengan selalu
mengingat. Hasilnya tak akan ada hasil. Jadi kamu tenang saja, tulisanku ini
semisal mecari sebuah kesibukan atau bahkan positifnya untuk sebuah perjalan
hidupku. Bukan untukmu, bukan untuk KITA yang dulu.
Kamu....
Perjalannku telah tiba pada ujungnya. SELAMAT ! kamu
berhasil menghentikan apa yang telah aku mulai. Kamu HEBAT bisa melukai lebih
dari orang yang pernah melakukan hal yang sama padaku.
Mungkin bedanya, caramu melukaiku, pelan pelan.
Sekali lagi, selamat!
***
Waktu itu sebelum pada akhirnya aku menulis cerita
yang dengan sangat konyol aku mengirimkannya padamu. Kamu dengan membuatku
sangat gendok menjawab “iya, nanti aa baca ya, di HP nya gak ada MS
Word” aku menertawakan diriku sendiri “hahahaha” aku mencela diriku
sendiri. Yang pada kenyataaanya sampai Januari
hari ke duapuluhtiga setelah kamu memasang display Picture dengan dianya kamu, jawabannya adalah “Kamu tak
akan pernah membaca tulisanku, tulisanku tentangmu” ini memang kesimpulan
burukku. Tapi kalaupun kamu membacanya, aku pastikan itu tak akan merubah
semuanya.
Aku sejenak menghela nafas “fyuhh....” kemudian satu
kata keluar dari hatiku “IKHLAS” ya itu yang sedang aku usahakan sekarang. Tak ada
hal lain selain berharap aku menjalani hidupku dengan tanpa mengeluh karenamu.
Selepas kepergianmu, aku tak berharap atau bahkan
berusaha mencari ada orang lain yang mengobati lukaku, aku terlalu trauma untuk
hal ini, seperti kamu dulu yang terlalu cepat aku simpulkan bahwa kamu datang
untuk mengobati, yang nyatanya untuk membuat luka lebih dalam, dan kembali
basah.
Tapi tenag saj, aku memaafkanmu. Karena kenyataanya
aku tak bisa menyalahkan diriku sendiri, tak bisa menyalahkan cerita kita,
cerita ku dan termasuk tak bisa menyalahkanmu. Ini semisal garis takdir yang
harus aku jalani atas pilihanku sendiri.
Aku kalah. Aku gagal. Tapi aku faham Gagal merupakan
salah satu dari dua pilihan hasil dari sebuah usaha. Aku tak pernah menyesal
telah sejauh ini mengusakan apa yang aku pertahankan. Walau pada akhirnya
usahaku berakhir dengan hasil,GAGAL. Tapi setidaknya aku tak hanya diam.
Selepas kepergianmu, doakan aku untuk tetap bisa
melanjutkan cerita hidupku. Walau entah kedepannya bagaimana. Trapi aku yakin,
aku tahu kemana harusnya aku melangkah.
Kamu....aku terimakasih!
Atas dirimu yang rela menjadi bagian dari ceritaku. Betapapun
rumitnya, tetap aku ucapkan terimakasih. Karena, setidaknya kamu pernah ada
dimana saat aku bersyukur, tersenyum, bahagia, dan menikmati hidup.
Untukmu, selamat!
Kamis sore, di wifi corner andalan kita
*Dari diriku yang
sedang merayakan kepergianmu