Senin, 06 Oktober 2014

Qurban Yang Tak Menyenangkan ~



Qurban Yang Tak Menyenangkan ~
 “Hari mu datang lagi....Terimakasih Ya Allah”  desahku dalam hati sembari tersenyum melihat ke jendela .
                Idul Qurban telah tiba, banyak orang yang sedikit lupa akan hadirnya hari besar itu, bahkan mungkin jarang ada yang mempersiapkannya. Tidak seperti Idul Fitri yang sebulan sebelumnya sudah beli baju baru, sudah bikin kue kue untuk hidangan hari raya, dan masih banyak lagi yang dipersiapkan. Rupanya Idul Qurban sering di no 2 kan mungkin yang terlintas di pikiran mereka Idul Qurban yaaa pasti pesta sate atau pesta gulai atau pesta kere , dan apalah semua yang berbau daging qurban, tapi mereka gak ngeuh gitu kalau mereka juga punya kewajiban untuk berqurban.
“waf.. udah makan?” teriak ibuku dari luar dengan sura yang sudah sedikit ngosom.
“iya bu ... sekarang baru mau...”jawabku teriak pula sambil keluar meuju ruan makan
                Sebenarnya tak enak kalau menyebutnya sebagai ruang makan, ini semisal ruang makan tempatnya agak sempit hanya cukup sampai 5 orang tapi kalau untuk aku dan ibu ini sudah cukup, tak ada meja makan khusus atau semisalnya hanya ada tikar kecil dan tutup saji makanan disebelahnya, Alhamdulillah nyaman.
“wafa... Ibu punya berita gembira nak ?”
“ berita apa bu ...? “
“ Alhamdulillah... Tahun ini kita bisa berqurban lagi dan tahun ini Ibu mengatasnamakan Kamu sebagai shahibul qurbannya, kamu senang kan ?”
“Alhamdulillah.. benarkah bu ? Ibu punya uang dari mana bukannya uang tabungan ibu dipakai untuk spp tahunan kuliah wafa bulan kemarin.
“ Alhamdulillah waf, niat baik pasti selalu ada jalan menujunya, ibu sudah niat setahun setelah ibu berqurban ibu ingin kamu juga berqurban,kemarin sore Ibu dapat rezeki ada yang pesan Nasi Dus dan DP nya senilai dengan uang yang dipakai untuk Qurban”
Ah Bahagia.. mudah sekali kau menghampiri  kami” Bisikku dalam hati penuh syukur.
“tapi… waf?”
“apa bu ?”
“ kamu mau pake binti apa enggak ?”
“emm …. Gak tau bu, terserah ibu saja “ kataku pendek setelah itu suasana berubah.
ya pasti selalu seperti itu ketika membicarakan seorang lelaki tua yang sangat tak ingin aku menyebutnya “ayah” yang sampai sekarang aku tak tau dimana dia, semuanya pasti berubah sangat enggan sekali membicarakannya, tapi ini beda ini masalah serius,sangat susah untuk tidak menceritakan semua ini.
                “ Ayah” baru kali ini aku menyebutnya, aku tak mungkin menganggapnya seorang ayah, dia tak pernah menjagaku, mengajariku, membimbingku, apalagi ada disampingku seperti ayah yang banyak orang sebutkan. Aku sangat keberatan jika namanya disebut setelah namaku. Aku faham ini tidak baik,tapi ini masalah hati.
Seorang anak yang orang anggap tak berayah atau kasarnya …. aku tak ingin menyebutnya,lahir dari seorang malaikat tanpa sayap yang sangat luar biasa tulus mendididik, menjaga,menyayangi ia dengan jerih payahnya sendiri  sampai ia menjadi seorang WAFA AINIYAH .
***
Kegundahan ini sangat mengganggu malamku, sampai aku tak bisa memejamkan mata untuk beristirahat setelah kewalahan,akhirnya aku putuskan untuk bertanya pada guruku,
“ Assalamu’alaikum ustadz, ana mau nanya bagaimana jika ketika berqurban nama shahibul qurbannya tak memakai Binti karena alasan tertentu ” tanyaku via sort message service.  Tanpa aku sebutkan alasannya guruku sudah mengerti apa maksudku, karena dia tau benar bagaimana latar belakangku.
“Wa’alaikum salam waf, coba lihat saja Surat AlAhzab ayat 5, mengenai pertanyaanmu itu waf saya faham,jadi ketika penyebutan nama pada pelaksanaan Qurban gak usah disebutin nasabnya, cukup Wafa Ainiyah, InsyaAllah Allah Maha mengetahui.”
                Malam ini segerombol  masalah hinggap dialam bawah sadar, menemani tidurku.walaupun sudah ada sedikit pencerahan dari sang ustadz, tapi tetap masih ada satu dua tiga masalah yang masih hilir mudik di kepalaku.
                ***
                Alhamdulillah Qurban selesai, tapi tetap ada yang mengganjal bukan hanya rasa haru saja bias berqurban tapi ada beberasa rasa yang campuraduk hingga membuat hati kehilangan harunya Idul Qurban, seperti tak disebutkan nasabnya itu cukup tak membuatku puas seperti ingin kuulang lagi penyembelihan hewan qurbannya, kemudian memakai uang mamah ketika qurban itu tidak membuatku sangat bahagia apalagi terbilang aku sudah mulai dewasa seharusnya sudah bisa menabung sendiri… tapi beginilah ceritanya ~
Oleh Nurwidya Yuliastini di sebuah counter dari jam 11:00 s.d 13:38 :D