Minggu, 19 April 2020

Tentang "Apakah anak yang susah diatur atau kita yang belum bisa mengatur anak?" #reviewWebinar1


Pagi hingga menjelang siang kemarin saya bersama Abah Ridwan diberi kesempatan Peacesantren Welas Asih untuk belajar di Seminar Online yang digalakkan oleh STAR TRAINING & CONSULTING, banyak sekali ilmu juga cerita menarik yang kami dapatkan dari webinar tersebut.

Sebelum memasuki sesi materi utama tentang “MENGATASI ANAK YANG SUSAH DIATUR”, kami dipersilahkan menyaksikan tayangan yang didalamnya memperkenalkan pemateri pada hari tersebut yaitu, “Wasmin Al Irsyad, S.Pd., M.Pd”

Pada tayangan tersebut Pak Wasmin mengenalkan “Hypnoparenting” , kata kunci yang melekat dalam ingatan saya yaitu ketika salah satu narasumber bilang, ‘Uyah moal tees kaluhur’ yaitu sebuah istilah *paribasa bahasa sunda yang artinya, perilaku orang tua pasti akan turun pada anak.

Kita pasti sering bertanya kenapa anak kita tidak mau belajar? Kenapa anak kita nakal? Kenapa anak kita belum bisa mandiri? Dan kenapa- kenapa lainnya.

Namun, kita jarang bertanya pada diri sendiri kenapa kita belum bisa membuat anak-anak rajin belajar? Atau kenapa kita belum bisa membuat anak-anak mandiri? Dan sebagainya.
Ilmu ilmu parenting lama kita kebanyakan berbicara tentang pola asuh, bagaimana cara mengubah anak, tapi berbeda dengan hypnoparenting yang berbicara tentang perilaku orangtua terlebih dahulu.  

Semisal tentang, perilaku kita yang mana yang tidak efektif mengurus anak? Kenapa nasihat nasihat tidak bekerja? Dan sebagainya.

Dengan Hypnoparenting itulah, kita mencari tahu satu persatu kekeliruan kita dalam mendidik anak.

Sangat panjang memang pembahasan ini, mungkin setelah melihat tayangan ini saya juga ingin mencari tahu lagi, perihal Hypnoparenting.

Kemudian, lanjut ke sesi topik utama tentang “MENGATASI ANAK YANG SUSAH DIATUR” , untuk memulai sesi ini Pak Wasmin menghubungkan dengan tayangan video sebelumnya, sampai kemudian sebuah pertanyaan yang cukup menampar para peserta seminar keluar dari Pak Wasmin,

“Apakah anak yang susah diatur? Atau kita yang tidak bisa mengatur anak?

Ternyata memang kita yang belum cukup mampu mengatur anak, kita kebanyakan terlambat dalam  mengatur anak.

Sebetulnya beberapa pembahasan relate dengan Disiplin Positif yang sebelumnya sudah saya pelajari dari Abah Irfan, bagaimana harus kind and firm, konsekuensi logis, punishment yang membantu dan reward yang punya prinsip- prinsip pemberian bermakna, dalam istilah ini Pak Wasmin mewadahinya dalam “Tips Gamification Parenting”

Salah satu pemberian reward yang tidak disadari contoh kecilnya ialah,

ketika anak meminta kita membukakan permen, kebanyakan kita membuka plastiknya kemudian memberikan permennya bukan?
Tapi berbeda dengan apa yang dilakukan pak Wasmin dan istri pada enam anaknya,
Ketika membukakan permen yang pertama kali ia berikan pada anaknya adalah plastiknya, setelah si anak berhasil membuang plastiknya barulah Pak Wasmin dan atau istrinya memberikan permen itu.

Sesederhana itu bukan?
Saya selalu ingat apa yang pernah dikatakan Mbak Ochi, Guru BK Darul Arqam pada saya suatu waktu bahwa “Mendidik itu tidak bisa mendadak”.

Begitulah, bagaimana sejak dini Pak Wasmin menanamkan tanggung jawab pada anaknya.
Karna untuk menjadikan anak disiplin, rajin belajar, rajin ibadah dan perilaku baik lainnya kita hanya perlu menanamkan tiga hal penting sejak dini, yaitu Mandiri, Tanggung Jawab, dan Visioner.

Lalu, bagaimana untuk kita yang merasa sudah terlambat? Anak- anak sudah mulai remaja atau dewasa tapi belum bisa seperti apa yang kita bayangkan, pak Wasmin hanya memberi clue dengan mengatakan, ‘cuman empat huruf kok’ tapi kita susah untuk itu.
TEGA

Yash, Abah Ridwan menjawab dengan tepat pada sesi itu. Kita tidak TEGA ketika mau mencoba mengatur anak untuk kebaikannya.

Kita hanya perlu konsistensi dan ketegasan ketika memberikan aturan. Dengan tanda kutip kita tidak membawa senjata-senjata berbahaya pada anak seperti mengancam, menyogok, membandingkan dan menyakiti verbal/non verbal.

Lakukan apapun sesuai kesepakatan awal, ketika waktu belajar ia pakai untuk bermain tanpa banyak berbicara kita ambil gawainya kemudian ingatkan kembali, ulangi apa yang sudah disepakati.  

“Aa Teteh kita kan sudah sepakat yaa main game tidak pada waktu belajar, Yuk belajar dulu”
Setelah kita melakukan ini anak pasti akan memelas, merajuk atau bahkan marah tapi kita harus TETAP TEGA, teguh pada pendirian.

Kata Pak Wasmin, kita perlu menggunakan “Transaksional” untuk beberapa hal tapi tidak untuk “kasih sayang”

Semoga ulasan saya ini tidak berhenti disini, terus belajar dan mencari.

April hari ke dua puluh,
Di rumah aja
Oleh: Widy

Jumat, 17 Januari 2020

Aku takut

Aku takut
Banyak banget ketakutan dalam hidup aku, sampe sampe aku ngerasa aku udah anxiety akut, bener-bener ngerasa depresi setelah 10 tahun lamanya diasuh sama obat tulang terus seakrang banyak pantangan dan hambatan dalam hidup--banyak kekurangan, banyak banget yg aku gak bisa, sesederhana disuruh lompat pas fun games aja aku baper, nangis duluan karna gak bisa. Ya Tuhannnn selemah ini banget.

Seminggu kemarin tuh bener2 ngerasa ada di tingkat terendah dalam hidupku, apalagi pas si kaki kiri yg sembuh yg jarang banget jadi pusat perhatian tetiba sering pegel dan nyeri panggul kirinya.

Disana, aku nangis senangis nangisnya, nyalahin diri sendiri kenapa sakit, terus kenapa gak bisa jaga diri, kenapa ini kenapa itu, semuanya aku tumpahin ke diri sendiri.

Udah, udah ngerasa cape. Nggak bisa dijelasin lagi gmana capenya. Bener bener cape.
Sampe aku yakin, mamah pun sangat cape dengan aku, keluargaku cape, temen2ku pun spertinya cape denger keluhan aku.

Aku cape.

Udah diposisi itu, aku bener2 menolak sakit, aku merasa kuat aku pantang semua sakit meski demam aku nggak makan obat karna yakin gak akan apapa. Pdahal disaat itu aku sedang berbohong pada diriku sendiri.

Gak bisa. Aku harus rasain capenya aku, lelahnya aku, aku harus nikmatin. Nggak bisa dihindarin, nggak boleh lari.

Setelah bener bener udah gak bisa nolak lagi, aku baru sadar, pelan pelan aku mulai lagi diawal, setiap jatuh aku mencoba untuk lahir kembali, entah kali keberapa aku restart usaha aku buat meneruskan perjalanan, ini emang susah.


Aku juga benci ketika aku harus memulai kembali, tapi ini hidup. Cape harus dinikmati, gak papa nanti akan ada waktunya pulang, kita istirahat selamanya.

Selasa, 19 November 2019

Episode L U P A (oke Qum! Remember!)

Oke, iya. Aku emang beda.
Di detik aku denger itu, aku nangis senangis nangisnya dong. Bukan karna rasa sakit sih, tapi karna pernyataan mamah yang emang bener.
Seketika aku langsung mikir banyak.

apa aku tak berhak punya mimpi bertualang ke tempat yang aku senangi? 

Apa aku tak berhak  berusaha menjadi manusia normal seperti yang lainnya? 

Apa aku tak berhak melakukan banyak hal seperti bnyak orang?

Aku lagi lagi jatuh. Dan futuur. Semangat ku bener2 dibawah rata rata. Perkataan mamah bener2 menjatuhkan aku.

Meski aku akhirnya tau itu adalah bentuk sayang nya mamah yang berlebihan,

Aku lupa, kalau dalam proses berdamai dengan diri sendiri ada poin menerima diri sebagai bentuk rasa syukur.

Aku lupa, syukurku bukan sebatas rasa terimakasih saja.

Aku lupa, bahwa aku juga mesti menerima diri. Menerima bahwa aku sudah Allah ambil sedikit nikmat kekutan kakinya, bahwa aku memang tidak lagi sama dengan teman lainnya, bahwa aku memang punya hip palsu yang sangat berbeda dengan ciptaan Allah.

Aku lupa semua itu.

Padahal, ketika aku menerima semua keadaan itu. Aku akan benar benar bersyukur akan banyak hal yang menjadi kelebihanku, bersyukur akan banyak hal yang tidak mesti dirubah dari pemberianNya tapi fungsinya masih terjaga, bersyukur akan apa apa yang masih banyak bisa kulakukan sedang orang belum mampu melakukannya.

Aku lupa, bahwa menerima adalah bentuk dari rasa syukur.

Setelah duahari lamanya aku terpuruk dan bangkit lagi, aku merasa qum sedikit lebih baik. Ditambah support sistem sepaket keluarga besar, sahabat, serta dorongan teman2 yang Allah kirim padaku mereka boosting terbaik dan alasan utama kenapa aku mesti tetap meneruskan jejak.

Belum juga selesai disini, di hari ke tiga aku ngerasain sakit yang banget, beberapa rekan kerja bertamu dan sedikit bercerita bagaimana aku menurut pandangan mereka.

Katanya, "widy itu kuat, widy hebat kita bahkan gak sadar kalau widy sakit, kalau widy punya kekurangan😔"

Ah, tertipu banget mereka. Mereka gk tau gimana lemahnya aku 🤣. At least... Aku bersyukur semua kuatku berasal dari Allah...

Dan terakhir, Aku lupa kalau aku punya kelebihan yang bahkan aku sendiri gak sadar itu kelebihan aku.

Dan itu, jadi senjata aku buat terus bangkit.

Ayo Qum! Remeber! You Can!

Episode L U P A (diri) #1

"Disehat sehat ge da teu sehat" kata mamah dengan sedikit berair.

Oke, hari ini aku seperti mimpi buruk. Aku berada di fase yang aku sendiri gak pernah membayangkannya.

***

Sore itu eimm lebih tepatnya malam itu, aku dan kedua temanku pergi bertualang ke salah satu kaki gunung di garut. Aku ulangi yaa, K a k i g u n u n g.

Bayanganku, aku akan menaiki titian anak tangga yang secara alami di bentuk tanah yang bisa aku itung jari, semisal sampe 30 anak tangga lah (?) banyak yak?😅 oke oke.

Ini kaya perjalanan sederhana, dan aku ngerasa aku udah jauh lebih baik setelah 9 bulan oprasi. Si Qum (my bionic Hip) akan baik baik saja --wong cuma bukit doang. Dan kemudian, aku tentunya dengan izin mamah boleh camp bersama teman2 disana.

Hanya satu malam. Dan aku sangat menikmati perjalanan.   Selfie, menikmati alam dan membaca buku dibawah pinus.  Ah, Poetic sekali.

Sangat bahagia, bisa merecharge hati dan pikiran disana. Ah iya, sebut saja tempat itu 'Karacak Valley' salah satu sudut romantis di kota Garut.

Perjalanan singkat untuk cerita yang panjang. Dan sulit aku diksikan disini. Karna memang bukan itu yang menjadi topik ceritaku kali ini.

Sepulang camp. Aku dan teman2 bahkan merencanakan perjalanan lanjutan menuju sunflower garden di cilopang, sangat orowodol kalau kata Bah Ridwan (rekan kerjaku di Welas Asih, gak orowodol gimana? si qum udah dibawa naik turun  bukit, momotoran jauh, terus mau diajak jalanjalan lagi ke cilopang?

Ini yang sedikitpun nggak aku renungin waktu itu. Oon.

Semalam setelah pulang dari Karacak, tiba2 mimpi buruk itu datang. Bukan mimpi. Tapi memang kenyataan. Kakiku sakit. Nggk kewalahan sakitnya. Sakit yang pake banget. Sampe2 aku butuh crutch (tongkat) buat menopang jalanku.

Di hari itu,aku mikir ini hanya akan kontraksi satu duajam setelah itu keknya biasa lagi. Kemudian aku memutuskan untuk kembali bekerja ke tempat yang baru, belum juga setengah hari disana. si qum bener bener kek marah, kecewa sedih campur aduk lah, dia susah banget buat diajak ngelangkah.

Pengen nangis banget rasanya waktu itu juga. Tapi gak bisa. Disana akan banyak orangtua santri juga santri. Dan aku si manusia narsis gak mau banget dikasihani dan jadi pusat perhatian. Dan detik itu juga aku memutuskan putar balik kembali ke runah dengan keadaan naik grab bike pun nyerinya minta ampun, nahan linu sekitar 40 menit perjalanan sambil gerimis mengundang dan itu tuh usaha banget.

Sampe dirumah, yang pertama aku cari adalah si crutch. Ah penolong qum banget lah. Dari Allah tentunya.

Tapi, ini belum selesai. Aku tiba2 kena khawatirnya mamah yang berlebihan sampe bilang...

 "Udah gak usah kerja, pindah lagi aja, berenti aja!"

Lemes dong denger itu. Aku yang sakit cuman bisa langsung hip abduction (ngangkang) nyambil minta kompresan ke mamah sebagai pertolongan pertama.

Mamah langsung sigap dong, tapi bukan mamah kalo nggak sambil ngedumel,

Dan ada satu kalimat lagi yang bener2 bikin aku lebih sakit

gini katanya "Disehat sehat ge da teu sehat, kudu sadar widi mah cac*t, widy mah beda jeung batur"


Next Verse 2....


Rabu, 15 Mei 2019

[Re-view serial podcast Disiplin Positif #1]

"Emang penting ya disiplin?"
"Yang penting pan selesai, disiplin tuh bikin kaku tauk!"


Zzzzz. Pernah gak denger pertanyaan atau pernyataan yang relevan kek diatas?

Akusih pen nanggapin hehe aja awalnya. Karna selain belum merasa expert perihal disiplin. Aku juga belum benar-benar disiplin. Hihi😂

Tapi, setelah beberapa hari kebelakang rajin denger  serial podcastnya pak Irfan Amalee aku jadi gatel pen reshare apa yang aku denger-- terlebih,cara belajarku memang dengan re-write apa yang kudenger dan apa yang kubaca.

Jadi, jan beranggapan aku sudah ahli dalam hal disiplin ya. I'm still learning by doing.

Oke. Kembali ke pertanyaan dan pernyataan diatas.

-----------------------------------------

Dari sebuah penelitian James collin beserta temannya menulis sebuah buku yang isinya "Mengapa perusahan-perusahan besar bisa sukses"
Setelah di teliti, hasilnya ialah bahwa perusahaan-perusahaan sukses tersebut memiliki 7 keunggulan, satu diantaranya ialah culture of disipline. (Irfan Amalee, 2019)

Ternyata, anggapan kita bahwa kreativitas itu segalanya--akan tetap 'nothing' kalo nggak disiplin.

Kang Irfan juga bilang, untuk menjadi 'created' bukan sekedar 'good' tapi juga mesti 'dicipline'.

So, ketika ditanya penting enggak. Jelas penting lah. Karna, disiplin itu jembatan dari kesuksesan.

Oke. Keluar dari pengalaman orang lain. Bahkan aku sendiri yang mengakui punya kekurangan 'bisa melakukan banyak hal dalam satu waktu' kadang bumerang banget, ketika ternyata yang aku lakuin nggak teratur dan akhirnya semua yang dikerjain nggak selesai.

Tapi, ketika mulai membiasakan menulis daily activity di notes, aku sedikit meminimalisir ke-riweuhan aku menjadi lebih teratur dan finally bisa menyelesaikan satu persatu apa yang aku mulai (meski kadang pekerjaan itu nggak aku sukai).

Apa yang aku alamin itu menunjukkan kalo se-kreatif apapun aku dalam random pekerjaan. Nggak akan selesai dengan baik kalo aku nggak disiplin. Bahkan bisa saja aku membangun culture yang negatif yaitu 'asal selesai' tapi, nggak selesai dengan baik; nggak selesai dengan tepat waktu.

Iyaaaa oke yang penting selesai, tapi tidak akan ada empact atau feedback yang jelas setelahnya.  Karna yang dikejar 'yang penting selesai' bukan 'bagaimana proses agar selesai'.

Jadi, masih nanya disiplin itu penting ?

Selasa, 02 April 2019

Tujuh kali masuk ruang OPRASI ? gak takut?


So, kemarin-kemarin ada seorang temen yang nanya “Uwid, ngerasain tujuh kali oprasi gak serem masuk ruang ok terus?”

U have to know banget gengs. Jadi, justru dulu pas pertama kali aku masuk ruang OK pas pertama kali accident itu, aku lho yang ngebet minta segera di oprasi. Karna, dulu sih mikirnya udah dioprasi langsung bisa lulumpatan (read. Lari) lagi.

Oke skip karna, cerita itu udah aku ceritain kan. Nah, pas pertama masuk ruang oprasi itu, it’s not look like a scary place as i think gengs, gak sama sekali kek pilem pilem indonesa, yang pengap, mencekam, menegangkan, terus menakutkan. Karna yang aku rasain sih--pertama,dokter-dokter di ruang OK is often (red. karna gak semua ramah, hehe) menyambut ramah; mungkin itu salah satu strategi biar si pasien gak mendadak hipertensi atau biar lebih calm. Dan aku sendiri yang waktu itu polos, ‘B’ aja sih pas masuk ok. I just feel happy gitu, karna mikirnya pas keluar ruangan bisa lari-larian. Dimaklum lah ya masih usia anak es em pe.

Oke kedua, ruangan OK itu luas, terang dan gak mencekam seperti di pelem-pelem, sumpah. Terus pas proses anastesi, kita gak langsung disuntik bius, tapi sebelumnya diajak ngobrol dulu, biar nyaman dulu, terus abis itu dibarengin buat doa. Dan dengan etika pastinya, si dokter anastesi pasti bilang dulu “Neng, kita anastesi sekarang yaa, yuk doa bareng-bareng” dan di ketujuh oprasi yang aku alamin pasti semuanya kek gini dulu prosesnya. Gak akan langsung ambil tindakan semaunya, tapi they always bikin pasien nyaman dulu diruangan itu.

Finally, karna udah pernah masuk ke ruang OK pertama kali, maka OP yang kedua sampai yang ketujuh, aku kalem-kalem ajasih.

Tapi mesti, digarisbawahi yaa.. yang bikin air mata netes tuh bukan karna rasa takut, tapi yang aku rasain lebih ke setiap kali si blangkar udah diam diantara ruang tunggu  dan ruang OK. Pasti deh, mamah yang pertama kali netesin air mata nyambil doa, dan aku ikutan mewek karna yaaaaaa....

Ah please, in every situation, aku gak tega liat pipi mamah basah karna alasan apapun. Meski alasannya haru bahgia, pasti deh aku juga ikutan. Ah mungkin ini, yang kerap ngingetin kalo aku pernah tinggal di rahimnya. Jadi ya, udah sejiwa raga.

Okem. Khusus banget buat temen-temen pembaca yang mau menjalani oprasi, jangan khawatir masuk ruang OK yak. karna emang sih, ketakutan itu kadang hadir pada apa-apa yang belum kita alamin. Ujung-ujungnya, kita mati karna bayang-bayang kita. It’s sounds bad.

Pas masuknya mah gak akan se-menyeramkan itu kok, paling pas keluarnya sih semua bakal ngerasain sakit menurut definisi temen-temen sendiri. hehe

Etapi yaqueen deh. Kadang buat sembuh, kita mesti merasakan sakit dulu.
Udah ya, met malam. Selamat berjuang! Inget jangan jadi penghuni bumi yang nunggu mati aja^^


Kamis, 21 Maret 2019

The meaning of my life (Catatan perjalanan si Patah Tulang)


Katanya, setiap manusia pasti akan menemukan titik terpuruk dalam hidupnya. Lalu mereka akan menemukan titik-titik yang lainnya setelah mengalami keterpurukan itu; titik yang pertama yaitu titik ‘marah’ dimana kita gak menerima apa-apa yang menimpa kita, kita benci pada hal tersebut, hingga pada diri sendiri dan sebab terjadinya. Kedua yaitu titik ‘depresi’ dimana kita sudah merasa kehilangan tujuan hidup, gak ada semangat meneruskan perjalann hidup, hingga merasa tak memiliki arti untuk orang lain. Titik ketiga yaitu ‘negosiasi’ kita mulai bangkit tapi dengan banyak alasan, bukan karna menerima kenyataan tapi lebih kepada keras kepala dan melakukan banyak cara (negatif/positif )untuk meneruskan perjalanan, sampai kita sama sekali tak mendapatkan itu semua dan finally ketemu di titik keempat yaitu ‘ikhlas’, ialah keadaan dimana kita pada akhirnya menerima apa-apa yang menimpa kita, kita menyediakan hati yang lapang, prasangka yang baik pada Takdir yang Tuhan Tentukan, dan kemudian bisa meneruskan kembali perjalanan hidup.
Titik-titik tersebut akan terus berputar, tinggal kita yang menentukan mau duduk dititik mana, dan bagaimana agar supaya dapat menempuh titik Ikhlas lebih cepat.
Sebenarnya, titik utama yang akan mempertemukan kita dengan titik ikhlas tersebut, yaitu titik ‘terpuruk’.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku bukan lagi hanya’pernah’ mengalami titik  tersebut, tapi sering. Terhitung sejak sembilan tahun yang lalu, tepat pada tanggal 17 maret 2010.

Pada waktu itu, Allah dengan segala cerita yang masih Ia Rahasiakan, membuatkan alur bahwa aku harus mengalami ‘kecelakaan’. Yang kemudian menjadikan tulang kering dan tulang basahku mengalami fracture yang bisa disebut lumayan parah. Fracture yang  kemudian membuat aku harus melakukan oprasi pasang implant (pen) pada kaki kananku.

Itu adalah oprasi pertamaku, yang kukira oprasi itu hanya salah satu dari serangkaian pengobatan yang bisa membuatku lebih cepat bisa berjalan, namun nyatanya perkiraanku salah. Aku bahkan merasakan rasa sakit yang lebih dari sebelumnya. Oprasi yang ber-empact juga pada aktivitas harianku; karna semenjak itu, hidupku banyak membutuhkan kaki kanan orang lain. Bukan hanya mamah, tapi juga orang-orang sekitar. Oprasi yang membuat seluruh tubuhku kaku, mengharuskan aku hanya terlentang diatas kasur selama berhari-hari. Kemudian, setelah itu bukan hal mudah juga; aku mesti duduk di kursi roda selama berbulan bulan, membutuhkan tangan orang lain untuk sekedar menggeserkan kaki kananku, sampai akhirnya bisa bangkit, berdiri dan berjalan, meski harus melewati waku delapan bulan untuk dibantu skruk (tongkat) ketika berjalan. It’s not easy for me.

Selama itu, semangatku kerap naik turun, sempat ketika itu aku kufur pada apa yang Allah beri. Aku lupa pada pemberian Allah yang banyak kunikmati, aku hanya fokus pada apa yang belum mampu kulakukan. Aku pergi dari Allah, tapi aku malu, justru Allah semakin mendekatiku. Menghadirkan banyak manusia yang Ia gerakkan hatinya agar selalu ada untuk aku.

Belum selesai, belum mampu berjalan lancar, Allah uji lagi aku dengan infeksi pada area tulang. Sehingga, aku yang baru saja menikmati langkah awal mesti oprasi lagi (yang kedua) di tahun 2011.  Ini tak terlalu sulit, karna oprasi infeksi tak begitu ber-efect banyak pada aktivitas harianku. Aku menikmati keseharianku meski infeksi itu masih berbekas dan mengharuskan aku menjalani aktivitas harian dengan selalu didampingi kassa, sufratul, dan nacl, sampai pada akhirnya dokter menyarankan untuk removal implant (buka pen) sebagai solusi baik agar infeksi pada kaki menghilang terlebih melihat perkembangan pertumbuhan tulang yang baik, maka pada tahun 2012 aku oprasi lagi (yang ketiga) untuk lepas pen.

Pasca oprasi yang ketiga, aku bahagia bukan kepalang. Karna bisa merasakan berjalan dengan tanpa penyangga dalam tulang. Dan nyatanya aku mampu, aku selalu menikmati setiap jejak yang kupijak dengan kaki kananku yang baru.

Namun, ceritaku belum bisa kusimpulkan happy ending, nyatanya ujian hidup selalu tetap berlangsung. Dan yash, lagi-lagi Allah uji aku yang mesti melakukan oprasi lagi (yang keempat) pada tahun 2013 karna jatuh, jatuh yang pertama hanya membuat serpihan tulang keluar sendiri lewat luka infeksi itu; ini hanya oprasi kecil dan hanya dilakukan bebrapa menit saja, tapi tak lama dari itu aku jatuh lagi yang membuat tulang basahku (Fibula) sedikit bergeser dan mau tak mau harus oprasi untuk penggeseran tulang basah.

Aku yang waktu itu duduk di kelas 2 SMA, sangat begitu antusias untuk bisa masuk sekolah pasca oprasi yang keempat, namun belum jua aku melepas skruk pasca oprasi, Allah lagi lagi uji aku dengan jatuh lagi yang kesekian kalinya dan ini yang paling parah dimana aku jatuh sampai dua meter; yang kemudian membuat posisi tulangku back to the past. Finally, dengan sangat menyedihkan aku diharuskan pasang pen kembali (oprasi kelima).

Pada saat itu, bukan hanya aku yang terpuruk, tapi mamah jauh sangat tersiksa. Katanya, jika ia bisa bernegosiasi pada takdir ‘ia ingin meminta ia saja yang Allah uji lewat sakit’ tapi dalam hati, aku tak sepakat dengan doa itu. Mamah sudah cukup banyak mengalami ujian dalam hidup, bahkan ujian hidupku pun sudah include jadi ujian bagi mamah.

Selain itu, dokter yang merawatkupun kecewa karna aku tak benar-benar mampu menjaga apa yang sudah diperbaiki. Tapi, bukan hanya mereka; yang terberat adalah aku yang sulit berdamai dengan diriku sendiri yang terus menerus mengkambinghitamkan diri sendiri dengan segala macam kesalahan.

Ini menjadi episode tersulit juga dalam hidupku, lagi-lagi aku merasa kehilangan tujuan hidup, merasa tak berarti, tak berguna dan ingin hilang saja.

Tapi, Allah begitu sangat sayang padaku. Ia mengirimkan banyak manusia seperti mamah, saudara, dan orang-orang gila yang kemudian hingga saat ini dan selamanya kusebut ‘sahabat’. Mereka menjadi charger semangat aku, mereka adalah sebab aku tersenyum dan melanjutkan perjalanan hidupku.

Hingga Aku begitu sering menemui kata ‘syukur’ pada alur hidupku  ini, aku mulai memberikan esensi pada hidupku. Menjadi manusia yang bukan hanya ‘penunggu mati’ tapi juga manusia yang punya ‘banyak arti’.

Aku berusaha untuk mampu bahagia, membahagiakan dan berbagi kebahagiaan bagi orang lain. Maka dari itu aku memenuhi tugasku sebagai penghuni bumi dengan aktif di kegiatan kegiatan charity, aktivitas sosial, jadi volunteer, dan banyak hal. Hingga kata orang aku disebut manusia ‘seribu agenda’.

Namun bukan apa, aku hanya belajar menikmati apa yang kumiliki, bersyukur dengan apa yang ku mampu, dan menjadi manusia yang bukan hanya sekedar penunggu mati.

Hingga finally, suatu hari di tahun 2015 aku yang sudah mulai belajar magang di salah satu sekolah dasar yang juga tahun dimana aku masih semester 2, aku melakukan oprasi untuk removal impant yang kedua kali (oprasi keenam). Ini oprasi yang kupikir oprasi terakhir dalam hidupku.

Bahgia pada kala itu bener-bener can’t explain, aku menikmati setiap detik, menit, hari, pekan, bulan dan tahun-tahun dimana aku mampu melakukan berbagai aktivitas yang kucintai.
Aku melanjutkan perjalanan hidupku dengan penuh syukur, menjalani banyak macam agenda yang menjadikan aku bukan hanya seorang penghuni bumi, tapi seorang ‘penikmat hidup’. Karna, selama tahun tahun tersebut banyak pengalaman yang memberi aku pelajaran hidup.

Terlebih aku yang waktu itu memiliki kaki kanan yang lebih pendek dua senti meter dari kaki kiri mampu menjadikan titik kelemahan sebagai titik kelebihan. Sehingga, no one care dengan kekuranagn aku, mereka mencintaiku dengan apa-apa yang ku mampu.; dengan apa-apa yang ku syukuri.

Oke namun kukatakan sekali lagi, selama kita hidup nyatanya ujian akan selalu ada. Dan kali ini, lagi-lagi dan lagi aku yang Allah uji, aku merasakan ada yang berbeda dengan kaki kananku. Di tahun 2018 tepatnya, aku mulai merasakan ada keganjalan dimana aku merasa panggulku sakit setiap aku melakukan perjalanan jauh, kemudian aku yang keliru dengan tulang peluru kaki kanan yang posisinya tak sejajar, dan banyak hal yang yang kemudia menjadikan kekuatan kaki kanan aku berkurang; aku tiba-tiba terbatas jarak untuk berjalan karna sakit yang semakin hari semakin menjadi.
Segala macam terburuk sebelumnya sudah kupikirkan, termasuk dugaan harus ‘oprasi lagi’. Dan nyatanya memang iya, suatu hari di bulan desember 2018 satu hari setelah konsultasi dokter menyatakan aku mesti oprasi penggantian tulang peluru seluruhnya (Total Hip Replacement).

Ternyata, selama delapan tahun tulang peluruku memang disposisi dan aku menggunakannya tanpa sadar, hingga di tahun kedelapan setelah kecelakaan itu,tulang peluru kaki kananku rusak dan hampir membusuk; kalau hal tersebut ditemukan di tahun tahun yang akan datang bisa saja, hari ini aku hanya memiliki satu kaki. Tapi, Allah Maha Baik.

Oke, mendengar diagnosa dokter ketika itu membuat aku benar-benar sempat lupa definisi ‘ikhlas’.
Aku tiba tiba memutar kembali rekaman tahun-tahun sebelumnya,  namun yang pertama kali kuputar saat itu ialah episode-episode terpuruk. Sampai aku sempat berpikir ‘gak usah oprasi lah’ kalo oprasi aku mau apa? Mau nyusahin mamah lagi? Diam dirumah lagi? Merepotkan banyak orang lagi? Apalagi coba?

Aku bertemu lagi titik terpuruk, tapi Alhamdulillah kali ini aku lebih cepat menemukan titik ikhlas. Aku sadar, aku gak akan sampai dititik ini kalau aku gak kuat. Kalau Allah tidak menguatkanku.
Bukankah, enam kali oprasi sebelumnyapun aku mendapati banyak hikmah dan pelajaran berharga, kenapa tidak untuk meraih predikat sabar, aku mesti melewati ujian ini?

Aku sadar, aku bahkan tak bisa bernegosiasi dengan apa yang Allah tetapkan. Tapi aku masih mampu mengikhtiarkan apa-apa yang belum ku capai bukan?
dan, oprasi penggantian tulang peluru ini, bisa kusebut salah satu ikhtiarku bukan?

Dan akhirnya, Allah melapangkan hatiku untuk menerima segala macam kemungkinan yang belum kutahu alur selanjutnya.

Hingga Alhamdulillah, februari hari keenam 2019 kemarin,dr. Husoso Dewo Adi, SpOT, Spine.(yang juga dokter yang sama yang mengoprasiku sebelum-sebelumnya) Replace my HIP. Dan sekarang, aku manusia dengan HIP kanan palsu bersyukur, karna Allah masih beri kesempatan aku untuk dapat melanjutkan perjalanan hidup.

Finally, dibanyak episode yang aku lalui selama ini, aku bukan hanya bertemu dengan banyak titik terpuruk, tapi aku juga bertemu dengan lebih banyak titik ikhlas dalam hidup.