Jumat, 10 Februari 2017

Selepas kepergianmu (aku seseorang yang ber-Koefisien Etiolasi)


Koefisien Etiolasi mengibaratkan perasaan yang lemah tanpa disinari cinta, padahal  ia ada dan tersedia. Namun hati  masih terjerat masa lalu. Konstan. Tak terhitung perihnya. Kemudian mati dibuatnya.

Begitulah kiranya Wira Nagara dalam Novelnyta “Destilasi Alkena” yang kaya akan bahasa ilmiahnya. Kontekstual dengan apa yang sedang aku alami. Aku jatuh cinta dengan kalimatnya.

Maaf, aku masih menikmati lukaku. Menikmati perih dan sedih, ah tapi menurutku tak ada salahnya. Termasuk dengan membaca novel ini, kamu sulit untuk sekedar aku lupakan. Sesulit bahasa arab yang tak bisa aku terjemahkan. Zzzzzz.

Aku ulangi Koefiseien Etiolasi sebuah prase yang cukup menggambarkan apa yang aku rasa, selepas kamu pergi, aku benar benar lemah, tak terhitung perihku dan sampai aku rasa perasaanku mati dibuatmu. Kuharap mati sesaat. Semisl sedang koma, dan belum siuman. Iya. Hatiku belum siuman.

Kamu tau, selepas kamu pergi, aku yang sudah mulai melepasmu. Tetap belum mampu menerima orang lain. Aku tegaskan. Aku kalah dalam hal melupakan. Aku tak iri padamu yang dengan sangat mudah membersihkan hati untuk ditempati oleh orang yang baru. Atau mungkin dulu kamu simpan aku hanya di selasar hatimu saja. Hahaha. Aku tak perlu jawabanmu. Ini hanya pertanyaan penghiburku.

Kamu tenang saja, aku sedang berusaha melupakanmu, kamu cukup berdoa agar lebih cepat usahaku tercapai. Aku hanya sedang menikmatinya, dan tak ingin terburu buru.
***
Untuk dia...

Kamu maafkan aku, yang tak bisa membalas apa yang kamu berikan. Ah kalimat ini terlalu serius. Tapi ini benar benar tulus. Aku meminta maaf dengan tulus. Aku ingin meyakinkanmu saja. Jangan keras kepala dengan tetap menungguku. Tapi nyatanya dulu akupun sangat keras kepala menunggu dia.  Kita dua orang yang saling menunggu orang yang berbeda. Kamu yang menungguku, dan aku yang masih me nunggu dia. Ah, tidak maksudku menunggu hatiku steril.

Aku sempat berpikir, kita yang sedang sama sama menunggu ini, apakah kamu yang terlalu sabar, atau aku yang terlalu keras kepala. Yang pasti mungkin kita yang sama sama bodoh. Kita yang sama sama dikalahkan oleh sebuah perasaan yang seharusnya kita yang menguasainya.

Aku rasa, satu tahun pun masa tenangku, aku belum mampu memastikan apakah aku akan jawab “iya” atau tidak. Yang pasti kuputuskan. Untukmu lebih baik jangan menungguku. Maaf.

Lalu, aku membayangkanmu, kasihan. Tapi kemudian aku menertawai diriku sendiri. Gila.
***
Selepas kepergianmu, aku seseorang yang ber-Koefisien Etiolasi yang mati rasanya yang sulit untuk menerima hati yang lain. aku hanya masih ingin dengan betahap mensterilkan hatiku dulu. Agar pada mulutku tak sampai keluar kalimat seperti pada Cover Buku Destilasi Alkena-nya Wira Nagara “Denganmu, jatuh Cinta adalah Patah Hati Paling Sengaja”.


Kutulis ini,usai membaca bab
Koefisien Etiolasi pada Destilasi Alkena-nya Wira Nagara
kemudian sembari bebera saat membayangkan alis matamu yang tebal :9.

KANGEN

Selepas Kepergianmu (Ada Dia !)


Kepada malam yang setia mendengarkah keluh ku. Kepada setiap doa yang tak kelu aku tuturkan. Bantu aku yang ingin ikhlas. Untuk ikhlas melepasmu.*** Sementara berita terakhir kudapati kamu yang mengungkapkan rasa cintamu yang begitu dalam kepada seseorang yang entah siapa, Masih membuat sesak dada. Mencoba memperlebar melapangkan hati.Lalu sebuah pertanyaan keluar dari mulutku “Secepat itu kah hati dibolak balikkan?” Sedang aku masih bersama kenangan yang sulit aku lepas.

Tetap. Aku sangat amat keras kepala dengan perasaanku sendiri. Aku masih saja berharap pada orang yang sudah ku mungkinkan sedang memperjuangkan orang lain. Sisi lain, seseorang yang dulu sempat memperjuangkanku datang lagi. Tanpa diduga Ia masih berusaha memperjuangkanku. Dan aku bodohnya memaksakan diri memperjuangkanmu. Konyol.  Kenapa harus serumit ini??

Kemarin, Dia mengungkapkan perasaan seriusnya padaku. Aku dengan sangat mohon maaf menjawab belum bisa menerimanya. Aku perlu mengosongkan hatiku dari segala macam tentangmu, agar siapapun yang masuk dalam hatiku ia mampu tinggal dengan nyaman.
  Dia sedikit kecewa untuk alasan yang sangat menyesak didadanya. Aku memakluminya.Kamu tahu, aku tak sehebatmu dalam hal melupakan, kamu yang tak ada status apapun denganku memang, tapi hati setidaknya pernah saling terpaut. Itu masih persepsiku yang kemungkingkinan besar masih salah jika tentangmu.

Kamu dengan mudah bisa berpose dengan perempuan lain kemudian kamu memasang display picture tentang isi hatimu pada dianya kamu.

Ternyata dia sangat istimewa untukmu yaaa. SELAMAT! Kamu menang dalam hal ini.Dia yang begitu kecewa, dengan keraskepalanya masih ingin menungguku. Aku malu.  Kenapa hal serupa aku lakukan padamu. 

Dia yang penyabar atau kita yang sama sama bodoh dalam 'menunggu'.Untuk dia....

“Maaf. Maaf untuk kamu yang masih memperjuangkanku. mudah mudahan usai satu tahun masa tenangku, aku bisa menjawab pertanyaanmu. Aku butuh waktu untuk bisa memulihkan hati.  Tapi jika kamu lelah, kamu boleh memperjuangkan yang lain. Aku hanya butuh waktu memulihkan hati,itu saja.”  

Jumat, 03 Februari 2017

Selepas Kepergianmu (masih)


Aku cemburu pada setiap kalimat yang tertera di display picture mu, entah untuk siapa yang pasti aku cemburu.
Pada display picture mu menunjukkan kamu sedang jatuh cinta ah bahkan mungkin kamu mengungkapkan rasa cintamu yang dalam kepada seseorang.
Hmmm.
Betapapun dalamnya cemburu ku. Itu tak pantas aku katakan.
Seketika aku ingat perkataan temanku setelah beberapa saat aku curhat tentangmu "Itu sangat wajar jika seseorang yang kamu cintai sudah dengan orang lain, ketika diantara kalian tidak punya hubungan apapun, itu sangat wajar." tapi hatiku tetap mengelak. Aku bertanya pada diri sendiri "Lalu apa mudah bagi 2 orang manusia yang saling menyimpan perasaan, namun karna tanpa status, yang satunya dengan mudah mengalihkan perasaanya pada orang lain"

Aku ulangi untuk kesekian kalinya persepsiku tentangmu nyatanya selalu salah. Rupanya perasaanmu padaku yang sama seperti perasaanku padamu nyatanya itu hanya hasil terkaanku saja selama ini.
Sementara aku masih dalam tahap berusaha mengikhlaskan, aku masih belum sanggup untuk hal itu. Sekalipun kadang ikhlas harus dipaksakan. Itu menurutku akan berbeda jika bicara perkara perasaan.
Hari ini ramai. Tapi aku merasa sepi. Program kerjaku bersama teman temanku sudah selesai. Berbarengan dengan hubungan kita yang kubuat sendiri. Nyatanya sudah berakhir. Berakhir di januari.
Masih selepas kepergianmu, betapapun beratnya, masih pada episode yang sama, doaku masih tetap sama. Doakan aku mampu menjalankan hidup normal dengan tanpa mengeluh karenamu.

Kadungora, usai melewati* macetos
Pulang dari Poerwakardah

Januari hari ke 29, 19:38