Jumat, 28 Desember 2018

Teman tak nyaman


Ketika bertemu dengan orang-orang dalam perjalanan, ada yang mesti kita tekankan; ialah akan kita perankan sebagai apa orang tersebut; apakah sebagai rekan kerja, rekan semisi, atau rekan dalam segala hal.

Maksudku, rekan hidup.

Begitu memang. Kita pasti akan dipertemukan dengan apa-apa yang kita cari. Tapi kita kerap lengah atas apa yang sebenarnya kita cari, atau bahkan kita sendiri tidak paham apa yang tengah kita cari.

Pasti semua orang pernah mengalami ‘kelengahan’. Termasuk dalam mendefinisikan peran seseorang dalam hidup kita.

Pun aku. Yang kalang kabut membahas peranmu dalam hidupku. Yang hadir kemudian aku kagumi, tiba-tiba saling mengenal, dekat dan menjadi karib. 

ini yang kusebut, 'Teman tak nyaman'.


Sebuah 'nyali'


Pagi itu, kamu hanya menampakkan senyum sinismu. Tertawamu tak sedikitpun menyiratkan keceriaan. Aku tau kamu tengah terpuruk dengan dirimu sendiri. Tapi kamu berusaha menyembunyikannya dari banyak manusia. Mungkin ada beberapa juga yang menyadarinya, termasuk aku.

Memang bukan satu-satunya, tapi menajdi salah satu yang memahamimu adalah bumerang bagi diriku sendiri. Bagaimana tidak?

Aku takut terlalu berlebihan. Menjadi teman baik menurutku tak nyaman, jika posisinya aku perempuan dan kamu laki-laki. Dan diantara kita sudah ada perasaan lain selain pertemanan.

Sesekali kau juga menyalahkan diriku sendiri. Kenapa harus meletakkan perasaan yang kurang tepat pada teman sendiri. Menjadi bumerang bagi diriku sendiri.

Ah, aku keliru lagi dan lagi. Aku jadi merasa serba salah. Terlebih saat kamu berada diposisi seperti ini. Sesederhana menghiburmu adalah sebuah kekeliruan, jika itu terjadi padaku.

Ah aku bisa saja dengan mudah terang-terangan menyatakan mengekspresikan perasaanku. Tapi banyak hal yang belum ku persiapkan. Semacam kehilangan seorang teman, dan sebuah penolakan.
Aku si pengabdi arti pertemanan, kehilangan satu teman bagiku kehilangan banyak harta. Terlebih teman yang ku maksud adalah kamu. Orang yang... ah sudahalah. Aku tak ingin mendefinisikan mu lebih jauh.

Nyaliku hanya sebatas mendoakamu, kamu yang kerap menjadi alasan banyak orang tertawa bahagia, mudah-mudahan Allah senantiasa meberikan kebahagaiaan padamu.
 Jumat pagi, desember hari ke 28

Selasa, 20 November 2018

[Apa kabar manusia SERIBU AGENDA?]

[Apa kabar manusia SERIBU AGENDA?]
.
Tetiba beberapa orang bilang kalo aku "manusia dengan seribu agenda" - hiperbolis banget yak?

Herannya juga, tau aku sibuk, mereka masii aja percaya buat nyibukkin aku. Dan aku oon- nya gak pernah bilang "maaf, gak bisa" malah seringnya "eimm... iya, oke siap" ya kalopun sesekali nolak paling aku menghindar tanpa menjawab.

Lah iya, wong akutu orang yang susah banget menolak permohonan tolong orang lain. Terlebih aku bisa melakukannya, akuty kek sering ngerasa "ah oke ada kok waktu, bisa kok nyempetin, gampanglah kerjain disela-sela waktu senggang" dan berbagai macam alasan serupa lainnya.

Namun pada akhirnya, ketika beberapa agenda yang aku iya-in mesti aku kerjain diwaktu yang bersamaan; disanalah aku ngerasa sangat bersalah.

Terus.... ngapain kamu selalu pengen sibuk?

Kata siapa pengen? Pengenyamah menikmati daily activity as ordinary ppl lainnnya. Ah tapi dugaan kita suka mlenceng kan? Kata siapa hidup mereka oke oke aja?

Lah, orang kalian pun anggap aku oke-oke aja. Iyakan?
Padahalmah,
Oke banget. Haha

Oke terus kenapa intinya kamu pen sesibuk itu wid? Enggak kok gak pengen. Cuman...

wht i felt before. Aku dulu sebelum bisa jalan pernah mengalami menyusahkan orang dengan tidak bisa melakukan banyak hal selama 1 tahunan dan itu bener2 menyiksa.

Gak bisa jalan, gak bisa duduk dengan nyaman, bahkan untuk menggerakkan kaki saja butuh bantuan tangan. Ini masa-masa yang menyiksa.

Lebih dari itu bayangin selama 5 tahun melakukan oprasi 6 kali. Cuman karna luka yang bandel dan jatoh berkali-kali.

Kata siapa hidup aku mudah sebelumnya?
Aku ngalamin ini semua. Dan bukan aku yang ngerasa susah tapi orang-orang sekitar aku pun, aku susahin.


Jadi, bukan tanpa alasan kenapa aku mengikrarkan diri mesti memanfaatkan apa yang aku bisa.

Mesti gak bisa lari seperti yang lain,  kamu bisa jalan wid. Aku terus meyakinkan diri sendiri dan mengharuskan, kalau aku mesti berfaedah. Dalam hal apapun.

Semua yang baca ini sebagian mungkin nyinyir. Alay banget sii atau apalah.

It's not easy for me gais. Buat bisa se-oke ini aku pernah merasa mati ketika hidup. Dan salah satu alasan bagaimana aku bisa hidup lagi, ialah support teman-teman terbaik.

Yeay! Kenapa aku termasuk orang yang mempriority-kan "arti pertemanan" ya karna mereka da best support sistem dalam hidup aku selain mamah dan keluarga.
-------------------------------------
Jadi, Apa kabar manusia seribu agenda?
Belum kok, belum nyampe seribu. Hehe


Tenang.. masih bisa itungan tangan kok. Dan pastinya otw  focus pemanfaatan sumber daya diri sendiri. Anfauhum linnas tetep, tapi cinta diri sendiri juga mesti!

Minggu, 28 Oktober 2018

Menjeda Hati

Sementara ingin sekali menjeda banyak hal. Bukan hanya perihal waktu. Tapi menjeda segala macam perasaan yang menyakiti diri sendiri.

Menjeda hati yang memungkiri, hati yang mencaci, hati yang membenci, hati yang dikecewai, hati diri sendiri.

Sesekali saja. Aku hanya menggunakan hati untuk keperluan ibadahku saja. Tidak untuk memberi makan egoku.

Aku tak ingin egoku kenyang dengan segala macam perasaan yang kian menjadi bumerang dalam hati.

Kataku, aku ingin cukup saja memberi hati pada saat saat tertentu.

Ini bukan persoalan tak ingin manusiawi. Tapi hati, memang meski hati-hati.

Jadi, Jeda Hatimu sekali-kali.

Rabu, 24 Oktober 2018

Ridhakah Allah?

Aku mulai keliru dengan Istilah tak asing yang dituturkan Buya Hamka, yang katanya "Kita pasti akan dipertemukan dengan apa-apa yang kita cari"
.
.
Waktu ke waktu berjalan, dan benar adanya disetiap perjalanan,aku berpapasan dengan jiwa-jiwa yang aku cari. Dengan orang orang yang aku cari,
.
.
Pagi berpapasan dengan petang, senja berpapasan dengan jingga, malam berpapasan dengan siang, jiwa-jiwa kita saling berpapasan.
Dan aku semakin mengimani istilah itu.
.
.
Tapi aku lupa, bagaimana ridha Allah hadir diantara jiwa jiwa yang berpapasan itu.
Apakah hanya senang dan haruku yang membuat aku semakin yakin bahwa itu orang yang aku cari,

Aku mulai keliru, bahwa Ridha Allah perlu hadir untuk memastikan semuanya, ridha Allah yang akan juga mempertemukan kita dengan orang - orang yang bertujuan sama, orang yang bertransit yang sama, orang-orang yang sama-sama menujuNya.
.
.
Sementara hati, kerap melupakan hal krusial itu, aku lebih sibuk dan asal memastikan 'dia yang aku cari, mereka yang aku cari' padahal Allah belum tentu meridhai.
.
.
Hingga sampai pada kesimpulan bahwa "Allah bukan hanya akan mempertemukan kita dengan apa-apa yang kita cari, tapi Allah pasti akan mempertemukan kita dengan apa apa yang DIA ridhai"

Allahu, ridhai kami.

Minggu, 21 Oktober 2018

[MENJADI ORANG LAIN?]


Ini nih, syukur yang kerap menjadi kufur.  Berharap menjadi diri orang lain.

Kita yang kadang merasa maha benar di dunia maya, jadi komentator baik bagi kehidupan orang lain, hingga sampai kita ingin jadi orang itu, ingin mendapatkan apa yang orang itu dapat, ingin menjadi diri orang lain, ingin menjadi dia, kaya dia, inginkan dia*eh

Kemudian hingga sebuah lagu dari Tulus seakan menjadi pendukung kegalauan diri yang ingin bertukar jiwa,

"Coba sehari sajaaaaaaa a, satu hari saja kau jaaadii diiiriku"

Padahal definisinya bukan seperti yang kita duga.

Kita gak akan pernah sadar, *eim maksudnya mungkin kita belum menyadari, banyak orang yang menginginkan kehidupan kita, banyak orang yang mungkin juga iri pada kita.

Sampai pada kesimpulannya, jikapun kita jadi seperti mereka atau mereka jadi kita; belum tentu masing-masing dari kita semua bahagia.

Jadi, syukuri harimu temans^^

Selamat Hari Senin,
Dari _Jingga_ yang menyayangimu 💕

Kamis, 18 Oktober 2018

Menjadi '"asing"

Ini yang ku khawatirkan, "menjadi asing"

Kau yang biasa menyapa, tak bertanya
Kau yang biasa bersenda gurau, tak berani menimpal,

Tiba-tiba, tanpa saling menjelaskan kita sama-sama merasa 'asing'.
Entah aku dengan perasaanku saja, atau kamu memang tengah sibuk mengurusi hati yang baru.

Persaanmu tak berkawan (lagi) denganku. Ah bukankah, 'bukan lagi sebuah pertemanan ketika satu atau keduanya punya perasaan yang lain.'

Dan mungkin, aku salah satu atau satu-satunya yang dimaksud.
Aku yang menjadi sebab, bagaimana perasaan diantara kita tak lagi 'berkawan',

Maafkan atas ketidaknyamana ini,

Rabu, 17 Oktober 2018

Bukan cerita dalam FTV

It's not a short story wht u mind wid, gak bisa kamu atur alurnya.

Ini jelas-jelas bukan adegan dalam ftv-ftv. Yang sebenernya seseorang yang dimaksud itu adalah kamu. Gak se-drama itu wid.

Ayolah! Bangunnnn! Duniamu masih luas, kamu berhak menikmati hidupmu!

Pengharapan pada Allah takkan pernah mengecewakanmu, perbaiki niatmu!

KELIRU [LAGI]

[Masih keliru]

Aku bahkan belum faham faham dengan diriku sendiri, yang berkali-kali keliru perihal 'perasaan'. Cukup lelah memang.

Padahal sedari awal sudah kuantisipasi agar tak melabuhkan hati pada siapapun kecuali Allah telah izinkan, tapi dasar aku, simanusia yang ngeyyel dengan segala praduga perasaannya.

Terus menerus, meluaskan harapan menyempitkan hati. Hingga harapku tak punya rumah lagi untuk berpulang.

Aku memang sangat melankolis untuk beberapa hal, maksudku banyak hal yang bersangkutan dengan 'perasaan'.

Apalagi ini,
Lagi-lagi 'keliru'

Senin, 01 Oktober 2018

Cerita Pribadi ( Narasi Diri )

Berangkat, dari sebuah nadzar bahwa ‘saya siap nikah kalo mamah dah nikah (lagi)’, saya mulai khawatir karena hingga menjelang hari pernikahan mamah, kisi-kisi yang mau taaruf nggak ada wkwkwkwk, terus, cinta lama kandas ditengah jalan,eak (ituma jaman jahiliyah si), kemudian saya rasa kok ikhtiar saya stuck, dan dugaan (ngarep) saya kerap melenceng, hingga membuat saya memutuskan untuk ikhtiar dengan cara ini.

Jadi, kemarin-kemarin saya bersikeras bilang ke diri saya, kalo saya harus menyelesaikan narasi taaruf versi saya ini. Mau tidak mau, sesiapa yang sudah membuka ini,harus membacanya hingga akhir, kan gak tau yak siapa tau cocok. Hihi.

Nama saya Nurwidya Yuliastini (atau udah tauk?), kebanyakan dari mereka panggil widy, uwid,  nurwid, dan tak jarang dipanggil  widy manis. Lahir, di Garut hari Senin pada tanggal 29 Juli 1996. am sundanese original, meskipun bahasa yang sering digunakan bahasa campuran. Golongan darah saya AB, bolehlah mangga di browsing karakter saya menurut golongan darah.

Untuk berat badan entah kenapa sedari dulu badan saya kurang besar; alias ketcil, sekitar 45 kiloan lah kalo naik sekilo; kalo turun paling sekilo gak akan jauh, dan sistemnya pasti ke gitu. Ah iya, am moeslim yang sedang ikhtiar jadi shalehah. Doakan yak!

Oke, mulai menginformasikan dari mana awal saya belajar di sebuah ruangan bernama kelas. Hihi.
Pertama saya sekolah dasar di SDN Mangkurayat 5 keluar tahun 2008, mangku? ra'yat?beurat? Nggak ko, kalo dibandingin beban hidup saya. Maaf, ini skip.

Setelah mendapati rangking yang naik turun akhirnya saya bisa masuk ke SMPN 2 Cilawu dan mengakhiri proses belajar saya di tahun 2011. Masa SMP yang kurang menyenangkan; mendapati kejadian yang membekas hingga sekarang yaitu accident di Kamis, 17 Maret 2010 lalu, yang membuat tibia fibula saya mengalami fracture yag sangat lumayan berat; semua itu tak membuat saya berhenti untuk lanjut, sampai akhirnya saya masuk ke SMAN 11 Garut dan berhasil LULUS di tahun 2014.

Itupun dengan sangat uyuhan karna cuti 4 bulan untuk re-surgery pemasangan implant di kaki yang kedua setelah empat kali Surgery karna infeksi dan labuhan wae. But tapi saya tetap istiqomah dengan ambisi harus kuliah!, harus belajar dan bersikeras ikut snmptn PLB dan SastraInggris, dan gila juga duadaunaya gagal, SBMPTN pun sama, saya ggal eugeun. Sampai akhirnya saya tersesat (ke jalan yang benar) kuliah di STAIDAM GARUT denagn ambil jurusan PAI, dan lulus tahun ini. Masih anget. Baru kemarin kemarin.

Oke, tentang saya. Untuk kelebihan Kaliian boleh menghubungi pihak Bacil lopers, Aya NH, Geng Kampus, Epa Dewi A, Temen2 yang udah lama senafas dengan saya di beberapa komunitas, atau kamu uga tauk? iya kumaha kamu we.

Untuk kekurangan, apa ya ? banyak eim. Tapi saya mengakuinya kok. Saya orangnya kerap tergesa-gesa, gurung gusuh, harus banget di rem kalo pa-apa, egois, terus kadang poligami pekerjaan yang bikin gak fokus dan gak selsai semua pekerjaan. makannya saya butuh kamu. Untuk hal fisik saya gak mau kufur sama nikmat yang Allah kasih, InsyaAllah gak ada kekurangan sedikitpun kecuali dari diri saya sendiri.

Ah iya, perihal kesukaan, warna kesukaan semua yang bernuansakan hijau, latte dan dark. Makanan favorite banyak eum, saya suka semua sayuran kecuali pare alias paria, tapi lagi belajar buat sukak. Daging mah suka bagian bagian yang bnyak tulangnya, dan gak suka pakai bgt cungur. Ah iya saya sebenernya lebih ke ceker, kepala ayam lopers sih.  And eim, Saya suka coffee, paling keren sih espresso, tapi minimalnya dapat segelas Mocchacino juga madep, saya suka buble drink nya si emang yang deket ramayana, gak tau kenapa, tapi sukak we.

Hobbi, banyak eim mulai nyanyi, masak, ngasuh, bercerita, gambar, dan eim kalo baca nulis mah kewajiban itumah bukan Cuma hobi. terus seseurian paling, tapi setelahnya istighfar kok.

Ah iya kegiatan sehari-hari,biasanyeu gegeroh, ke sekul belajar jadi guru tapi masih tukang ngajar si belum jadi guru, terus lanjut ngantor di Aku Bisa Ngaji eh sebenrnya ngjaga kantor doang si, sambil main, kalo gak ngantor ya ngeBimbel, atau kalo gak juga ya agenda lain, atau jalan-jalan dan semacamnya.

Nah ini, kalo diluar rumah  saya pernah aktif di IPMAKA shs 11 Garut, English Club SHS 11 Garut, terus Ikatan Remaja Mesjid Alfurqan hingga now sih meski dah expayeur, terus pernah dan masih aktif sama barudak IMM til now, volunteer di lazisMU,sukak ngamen di PNG, Suka abring-bringan sama barudak AKU Bisa Ngaji.

Mulai ke hal yang lebih serius eak, Visi Misi saya agak seukrit sebenernya kalo buat ditulis disini, intinya saya bakal share kalo si pembaca tertarik setelah baca ini, jadi nanti aku japriin lah yak.  Perihal keluarga, Ayah Saya Ahmad Permana, Ibu saya Entin Supartini, mereka sudah berpisah semenjak saya lahir, untuk hal ini juga lebih lanjut dibahas kelak kalo udah tahap serius yak. Hahaha. But hingga sekarang saya hidup bahagia sama mamah, dan kadang berkabar dengan bapak. Kalem, nanti kamu dikenalin kok ke mereka. Atau ada yang sudah kenal salah satunya?

Saya anak ketiga (bungsu) kedua kaka saya udah menikah, yang satu di bandung, satu lagi disini dan balad guntreng sebenernyamah. Saya sangat dekat dengan keluarga terlebih bi Dijah dan Ema Ara yang semenjak 2010, sering saya susahin sebagai pengganti mamah kalo kagak ada di home. Mereka yang jagain saya anu ogoan,dan sekarangpun kalo apa-apa yang pertama saya ingat mamah, bibi, ema. Mereka pokonyamah!

Kriteria calon pasangan? Gak muluk muluk sumpahna. Yang penting sholeh- kalo ganteng nya pasti kan soleh, pinter? Asal cerdas welah, wios kirang pinter ge. Wkkkwkw. Kembali ke awal sih. Yang penting soleh dan nyambung diajak ngobrol!
kan gak mungkin ketika saya ngbrol panjang lebar ngakak so hard atau curhat, dia cuman jawab‘hemmmm’ atau ‘hehe’, ahhhh nooo, gak bisa!

Terus, sebernya dari dulu sih, kalo bisa nawar mah sama Takdir Allah, pengen banget nikah sama temen, maksudnya yang udah tau saya gimana terus udah senafas, udah hapal keburukan masing2, tapi kalakah temen saya udah banyak yang mendahului, haha. Tapi kalem sih masi banyak. Mudah-mudahan ya lur, esok lusa “Teman tapi Menikah” bukan Cuma isu, kamu geura ka rumah atuh! Becanda si, mon maap. Bebas, intinya yang soleh dan nyambung!

Rencana setelah menikah ? belajar jadi istri taat sama suami, terus jalalnin visi misi yang pada tahap taaruf kita satu jalur-in road map kita,

Terus intinya identitas saya yang lagi belajar jadi seorang guru mah gakbisa diganggu gugat, kalopun harus jadi Ibu Penuh Waktu- saya ajak suami bangun Rumah Belajar Jingga yang udah di roadmap-in sedari dulu.aamiin. kamu dukung ya!

Pisah rumah? Jangan kerja? Bikin usaha bareng?  saya sepakat suami. Pokonamah kumaha aa we!

Tapi, saya yakin pokonamah sama Q.S Annur ayat 26 and   finally, i say that “Kita pasti akan dipertemukan, dengan apa-apa yang kita cari”

boleh balas via japri di wassap 0895355205150

Rabu, 19 September 2018

Menjadi 'aku'

"Aku bisa saja menganggap ia tak ada. Tapi ku tak pernah bisa melakukannya. Bukan tak bisa, maksudku aku hanya tak ingin"
Kehadiran 'bapak', salah satunya.

Aku bahkan malas untuk membahas hal seperti ini. Tapi keadaanku terus menyinggung hal-hal serupa.

Kurasa, menjadi 'aku' bukanlah sebuah pilihan. Lahir dengan tanpa seorang ayah, dididik dan dibesarkan hanya dengan kedua tangan seseorang yang takzim dipanggil 'mamah'.

Menjadi 'aku' bukanlah sebuah pilihan, duduk di deretan nama Kartu keluarga dengan nama Ayah yang bukan sebenarnya. Ijazah dengan nama 'ayah' orang lain.

Yang terberat, menjadi 'aku' adalah mendapat setiap restu hanya dari seorang 'ibu' saja.

Bukan menyesal. Aku hanya sedang jujur dengan diriku sendiri. Bahwa menjadi 'aku' bukanlah sebuah pilihan.
Kemudian,

Kelak, kamu akan menikah. Lantas wali nikahmu akan siapa?

Hal-hal semacam ini pun menjadi krusial dalam pikiran.
Apa mesti bohong itu perpanjang masa aktifnya?
Apa hal ini serupa berbohong seumur hidup?


Lantas, bagaimana bisa aku memilih menjadi 'aku' yang lain?

Selasa, 10 Juli 2018

Masihkah atau Sudah?


Masih membereskan undangan, tiba-tiba ponselku bergetar, sebuah nama yang tertulis di layar ponsel mebuatku terdiam deg-degan. Ada apa dia menelponku?.

“Afwan akhi, ana mau tanya sesuatu boleh?”

“Iya, silahkan?”

“Apa antum sedang taaruf dengan seorang akhwat?”

Hatiku tersentak seolah petir di siang bolong menyambarku, rasanya langit runtuh tepat diatas kepalaku.

Kenapa pertanyaan ini keluar dari mulutnya sekarang ? sedangkan kenyataan akan akan mengecewakannya. Aku bingung harus menjawab apa, mengapa perempuan ini mengeluarkan pertanyaan yang sudah terlambat untuk dipertanyakan?

“Eu..eu afwan, ana tidak bisa menjawabnya”

(Story Of Haikal – Setia Furqan Kh)
***
Asma menatap dalam-dalam layar handphonenya, melihat video percakapan sort movie itu, seketika hati Asma tersentak. Apa mesti ia melayangkan pertanyaan yang sama seperti akhwat dalam film tersebut?. Asma terdiam. Ia terus memainkan scroll handphone-nya, mencari tau kabar Hafwan.

Namun tak satupun media sosial yang ia ketahui perihal dia. Sudah lama, mereka tak ‘lagi’ bersua di media sosial manapun.

Ia terus mengetik ulang ‘hafwan kafil Halim’ di layar handphone yang sedari tadi masih dalam genggamannya.

“Aduh asma, wake up. Bukankah setelah dulu kamu bertemu Andi, semua kontak Hafwan kamu hapus?” ia ketus pada dirinya sendiri, penuh sesal. Kedua alisnya mengernyit, bibirnya mengecil iaterus menggurutu. Tak seorangpun yang menghiraukan. Pantas saja, bangku-bangku yang berada disekitarnya ternyata kosong tak terisi. Disana hanya ada ia yang duduk sendiri, dan dua orang ibu muda yang tengah makan mie ayam dibawah pohon. Jadi, tak ada yang tau bagaimana Asma begitu kesal pada dirinya sendiri.

Asma yang merasa kesal, ia menutup layar handphone. Lalu, berusaha memperbaiki suasanan hati dengan memasang headseat dan memainkan playlist Subi –Ina Dua munsyid Favoritenya.
Namun, tetap saja. Meski ia tengah bersama playlist yang ia dengarkan, ia masih tetap diganggu dengan bayang-bayang Hafwan.

“Aku kok sebodoh itu ya dulu, hanya karena Andi, aku hapus semua kontaknya. Padahal dulu ia berusaha mencari kontakku, sampai minta sendiri sama Tari” gerutunya dalam hati.
Tiba-tiba dering notif masuk ke handphonenya, didapatinya undangan pernikahan dari temannya Hafwan. Ini sangat relevan.

Ada perasaan bahagia seketika saat itu, Asma merasa Allah sedikit memberi petunjuk pada perasaannya, meski ini tersirat, ia merasa bahwa ini berita baik untuknya.

“Mas Soleh, kira-kira orang Solo akan hadirkah?” tak sadar ia mengetik sebuah pertanyaan untuk Mas Sholeh di sebuah ruang Chat Whatsapp.

Tanpa berpikir panjang Mas Soleh tau siapa yang dimaksud oleh Asma.
“InsyaAllah ada”

Hati Asma seketika berbunga-bunga, deg-degan dulu yang lama tak pernah ia rasakan muncul lagi, ia merasakaan lagi deg-degan pada kali pertama ia bertemu hafwan dulu percis seperti saat ia mendengar bahwa ia akan bertemu Hafwan dipernikahan Mas Soleh.

Belum jua matahari turun, ia sudah terburu-buru beranjak membereskan buku yang lama tergeletak disampingnya. Ia melepas kedua headseatnya sambil kemudian beranjak meninggalkan bangku taman tengah kota itu.
***
“Nyatanya, apa –apa ang terbaik tak pernah ada dalam takaran manusia”
(Kurniawan Gunadi)

Dulu, ia pernah mengundurkan diri dari memantaskan diri untuk hafwan, hanya karna keluarganya kalangan hafidz-hafidzah. Sampai ia bertemu dengan Andi dan dan berpikir bahwa semuanya harus berubah. Ia merasa bahagia dan memutuskan untuk menjalankan kisah bersama Andi.

Namun nyatanya, tak seperti itu, Allah berkehendak lain, Andi bukan yang terbaik untuk Asma. Asma jatuh dan terpuruk hingga dua tahun because of Andi. Ia terjebak oleh perasaanya sendiri.
Perasaan cinta yang bukan lagi sedamai ketika ia mencintai Hafwan.  Dulu ketika ia menyimpan hati Kepada Hafwan, ia merasa Allah selalu hadir didekatnya. Namun jauh berbeda ketika bersama Andi, yang ia rasakan Andi adalah segalanya, ia benar-benar masuk zona jahiliyah selama itu.

Dan sekarang, setelah dua tahun berlalu luka yang Andi beri untuk Asma, Asma merasa ia mesti sembuh.

Karena bukankah obat patah hati adalah hat iyang baru?

Entah hati siapa yang akan menyembuhkannya itu, Tapi yang Asma mau, hati seseorang yang hatinya untuk Allah, dan berani menjatuhkan  hati padanya Karena Al;lah pula.
***
“Barakallahulaka wajama’a bainakuma fii khair,Mas Soleh....” langkahnya tertahan agak lama di Mas Soleh, ia lupa ada mempelai istri disampingnya, tapi ia terganggu denagn pertanyaan yang sebenarnya sangat malu ia pertanyakan, namun belum sampai ia bertanya, Mas Soleh mendahului,

“Mbak, dia gak datang, saya sudah bilang bahwa Mbak menanyakan kabarnya, tapi dia gak jawab apapun”

“Oh, gak papa, gak papa kok mas, saya gak begitu menghiraukan” Asma sedikit alibi dengan perasaanya.

Hidangan dari resepsi itu, tak ada satupun yang menggugah selera makannya, Asma sedang merasa tidak baik-baik saja. Ia malah terus mengocek-ngocek sedotan air minumnya, dengan tatapan kosong.

“Ma, Asma! Dimakan ma!” Tari yang sedari tadi bingung dengan tingkah Asma, menegur dengan menepuk pundak Asma.

“Eh, eh iya Tar, bentar”

“Mas Hafwan, Ma?”

“Eung... nggak kok, aku cuman udah kenyang, tadi lupa harusnya aku gak ambil nasi”

Tari merasa heran degan tingkah Asma, yang memang sangat aneh, ia ingin bertanya, namun ia paham betul bagaimana Asma, jika ia mau, ia akan menceritakan apa masalahnya tanpa ia tanya. Maka ketika itu, Tari memilih diam dan mengrampungkan makanannya.
Sedang Asma, yang masih dengan segelas air dan satu porsi makanan yang ia pajang di kursi sebelahnya, masih dengan rasa yang sesak.

“Apakah, Mas Hafwan sudah tak lagi ingin tau apa-apa  tentang aku?” tanyanya keras dalam hati.
***
“Ingat Ma, kata Bang Kugu juga apa-apa yang terbaik tak pernah ada dalam takaran manusia!”


Sabtu, 21 April 2018

Selepas kepergian (hati)mu


Sore itu, aku yang baru saja turun dari angkutan umum, berdiri bersama buku dalam genggaman mengrah ke kendaraan yang berseliweran. Ada yang melintas sesaat, ketika seorang bapak menghentikan motornya tepat di sebrangku; Sebelum ia berbalik badan, ada punggung yang kukira milikmu.
Aku hilang ingatan, bahwa kamu bukan lagi bagian dalam ceritaku.
***
Sore yang kian mengabu, tak jua hujan. Ia hanya setia dengan gumpalan awan yang menghitam. Entah pertanda apa cuaca sore itu, begitu dramatis.
Diantara mendung, aku yang tak berpayung menikmati sepi disepanjang perjalanan.  Hingga sampai di sebuah ruangan yang kunamai kamar, tetiba yang melintas dalam pikiranku adalah dirimu.
Aku yang pura-pura lupa padamu, nyatanya tak bisa menahan hawa nafsuku untuk mencari tahu kabarmu setelah dua tahun tak saling ‘Hallo’.
Aku bahkan rela membuka akun lamaku, hingga seniat ini. Tak lama setelah berhasil sign in, aku  langsung mengalihkan linimasa akun medsosku ke kolom pencarian. Lalu dengan tanpa ragu mengetik namamu huruf demi huruf.
Sebenarnya, ada sedikit harap, dimana tak ada lagi potret dia di beranda akunmu. Karna sebelumnya aku tahu, dia dengan terang-terangan memberi tahuku bahwa dia sudah lagi tak se-visi denganmu. Soal ini aku sangat tak niat menceritakannya. Sebelumnya aku tak mau tau kabar hubunganmu dengannya. Tapi dia, dengan murah hati memberitahu kepadaku, bahwa dia sudah tidak lagi denganmu. Klise.
Dugaanku tepat, aku salah dan selalu salah menduga perihal ‘kamu’.
Pemandangan beranda akun medsos mu yang menampakkan diri tepat di depan lensa mataku,  membuat aku lupa di detik yang mana aku seharusnya menghembuskan nafas. Aku sesak.
Potret wajah bahagiamu dengannya membuat wajahku kelut. Kamu yang duduk bersila dengannya, menafsirkan banyak arti perihal bahagia.
Ah iya,  kupikir jikapun cerita kita masih berlanjut aku sudah tentu tak akan mampu duduk bersila sesempurna itu denganmu, dan mungkin kamu tak akan sebahagia itu jika denganku. Itu kekuranganku. Kamu tahu itu.
Aku melihat detail kapan poto itu kamu posting.  Dan ya, lima hari setelah dia berkata terang-terangan sudah tak lagi denganmu padaku.
Apa setelah dia mencoba pergi kamu mengusahakannya, mengejarnya, menahannya untuk pergi hingga kembali?
Aku hanya tersenyum geli menjawab pemaparan pertanyaan dari diriku sendiri. “Manis” kataku seketika dalam hati.
 Ada yang belum aku tahu darimu, ternyata kamu cukup kuat soal memperjuangkan.
Tapi sayangnya hanya dia. Pada dia.
Dulu, aku bahkan tak berhak untuk itu.
***  
Entah di putaran keberapa playlist Michael Buble dengan Lost-nya menemaniku dengan bayangmu; sampai aku tersadar, kenapa aku hingga sekacau ini?
Apa karena kita ‘pernah’ bersama, meski masing-masing dari kita mendefinisikannya dari perspektif yang berbeda?
Selepas kepergian (hati)mu, maaf aku yang kembali menikmati luka.


Jumat, 12 Januari 2018

KELIRU #CERPEN

- KELIRU-
OLEH: WIDY

“Soal perasaan  kadang kita perlu melibatkan otak kiri agar hasilnya tak keliru”

Aina mengetik kalimat itu di note handphone nya yang sedari tadi masih dalam genggaman. Ditemani headset dengan playlist album Crazy Love-nya Michael Buble. Prosa yang ia niatkan untuk postingan #ceritahariancallange-nya itu tak rampung-rampung. Ia malah memaknai kalimatnya sendiri. Sedangkan mocca late  disampingnya sudah hampir habis, dan ia masih saja nyaman dalam ke-stuck-kannya duduk di ruangan ternyaman di rumahnya, sebuah  ruangan yang seperempatnya padat oleh buku dengan dua buah kursi didalamnya.

Atmosfer lengang di ruangan itu terasa kuat, sekali-kali suara ‘Sssshh’ nafasnya Aina menemani suasana lengang itu. Aina terus memaknai kalimatnya sendiri, menyusuri ruang pikir nya dalam-dalam. Ia ingin sekali melibatkan otak kiri nya dalam hal ‘perasaan’ tapi nyatanya tak berhasil.  Seorang pria yang senang ia panggil ‘Manis’ masih saja berlalu lalang dalam ruang khayalnya.

Ia sangat ingin menulis, tapi ia selalu saja tiba-tiba stuck ketika yang muncul dalam ruang imajinasinya ujung-ujungnya si ‘manis’.

“Sebal ! kenapa harus si Manis?” gerutunya dalam hati.

***

Tiru saja Aina, kita panggil dia “Manis”.  Selain seorang pengusaha muda ia juga seorang pejuang subuh, pecinta orangtua, peyayang adik-adik pokoknya ia pria tulen yang sangat wajib di kembangbiakkan. Pribadi yang mempunyai daya pikat yang begitu rupawan bagi pandangan wanita, ia termasuk lelaki yang beruntung dalam hal ini. Yang dikagumi banyak perempuan  tak terkecuali Aina, temannya sendiri.

Sejak kurang lebih empat tahun yang lalu mereka berteman baik, Aina baru sadar kalau akhir-akhir ini ia mengagumi temannya sendiri, bukan kagum biasa tapi entah sejak  kapan tepatnya,  tiba-tiba kagumnya berubah menjadi  hasrat rasa ingin memiliki pada teman yang kerap ia panggil ‘Manis’.

Dalam hal petak umpet perasaan, Aina sangat jago, termasuk menyembunyikan perasaanya pada si Manis. Tak ada seorangpun yang tau bahwa dia sedang menyukai temannya sendiri.  Rasa suka yang semakin hari semakin timbul bersamaan dengan sedikit malu membuat Aina berharap lebih jauh.

Kemudian Aina mulai menyangkut pautkan apa-apa tentang Manis dengannya. Sesederhana apapun itu. Semisal komentar yang intens di SnapWhatsApp-nya, tatapan si  Manis, panggilan khusus untuknya, hingga nasihat yang Manis berikan.

“Aina....perempuan itu jangan terlalu sering memajang poto di media sosial!” kata Manis suatu hari

“Nasihat itu kan tanda cinta, jadi ketika kamu menasihatiku, berarti....?” tanyanya dalam hati.  

Seulas senyum  yang tergurat dibibirnya bertahan hingga tiga puluh detik lamanya. Matanya rapat memberi guratan baru dipipi, pelengkap senyumannya.

***

“Ya Allah pokoknya tambahkan keyakinanku padanya.” Diam diam Aina melapalkan nama ‘Manis’ dalam istikhorohnya sedikit memaksa.

Hari-hari setelah istikhoroh malam itu, Aina merasa keyakinan pada pria yang tak lain temannya itu semakin kuat. Ia merasa bahwa Manis memang pelabuhan terakhir masa penantiannya selama ini.

Ia semakin rajin saja melapalkan nama ‘Manis’ dalam do’anya, kemudian semakin bertambah pula keyakinannya. Hari- hari nya pula di bersamai dengan pengharapan yang semakin mengokoh dalam hatinya. Setiap kali ia bertemu bahkan hanya berpapasan, Aina seringkali mati gaya atau malah mendadak linglung.

“Na, pa kabar?”

“...eungg Gimana a ?”

Skip ah kamunya ngelamun”

Dibanding mengolah pertanyaan yang dilontarkan, ia lebih tertarik menyibukkan diri menatap gerak-gerik si Manis. Bukan sekali saja, tapi kerapkali kejadian seperti itu ia alami. Dan Aina tetap saja egois dengan perasaanaya. Ia tetap bersikeras menyembunyikan perasaanya. Hingga suatu hari, niat hati ingin ia curhatkan perasaannya pada sang guru, tetiba diwaktu yang sama something occured. Manis mengatakan sesuatu padanya.

***

“Selalu.. saja, dalam hal perasaan perkiraan ku tak pernah tepat sasaran. Kayaknya benar deh,  aku perlu otak kiri untuk ku libatkan dalam mengolah hati. Otak kiri berpikir logis. Tak pernah ada ‘mungkin’. Kalau benar ya benar, kalau salah ya salah.” Aina mengumpat pada dirinya sendiri ia kesal pada hatinya. Sampai ia tak mendengar suara decit pintu yang terbuka,

“Siapa yang salah Na ?” Seorang perempuan sebaya dengannya menghampiri, kemudian duduk di sofa tepat didepan dari tempat merenungnya Aina.

“Aku harus banget yaaa curhat?” Aina masih menaruh kedua tangannya di bawah dagu, diatas bantal dengan badan menelungkup diatas kasur nyamannya. Ia tak perduli dengan wajah yang kusut dan kerudung yang tak beraturan.

“Menurutmu?”

“Aku sedang keliru Den...”

“Dengan apa? siapa ?”

“Dengan hasil istikhorohku!”

Dena adalah salah satu sahabat terdekatnya Aina, lama sebelum Aina kenal dekat dengan si Manis. Dena telah membersamainya sedari sekolah dasar. Selain seperti prudential yang always listening always understanding, Dena juga guru spiritualnya Aina. Penasehat termuda terbaik sepajang masa keduasetelah ibunya.

“Aina... Perihal pilinan doa yang kamu panjatkan tak ada satupun yang salah, hanya saja kamu simpan ‘lebih’ cinta disana, hingga ketika sasaranmu melesat jauh kecewamu besar. Padahal jika kamu simpan ‘cukup’cinta pada setiap apapun yang kamu lakukan, pasti gak akan keliru.”

“Jadi menurutmu?”

“Kamu juga, bukan istikhorohmu yang salah. Aku ulangi, kamu hanya terlalu berharap pada manusia, bukan pada pemiliknya. Jadi, pertanyaannya apakah yakinmu itu datang dari Allah atau dari pengharapanmu? Tapi itu memang fitrahnya manusia yang bernafsu, aku juga sering seperti itu.”
Mendengar penuturan dari penasehat terbaiknya, Aina tak bisa menahan lebih lama air yang terkantung penuh di kelopak matanya, pelukan Dena selalu yang terbaik. Walau Dena tak tau detail bagaimana masalahnya, tapi ia selalu paham yang Aina rasakan.

***

“Ain.... aku lagi mau niat taaruf sama seseorang,”

“Kamu doain yak, Na”

“Dia kayaknya emang pelabuhan terakhir aku deh”

“Aku dah yakin mau kerumahnya”

“Bales dong Aina! jangan cuman di- read!”

“Minta saran nih...!”

Bunga-bunga yang sebelumnya tengah mengembang di hatinya, mendadak layu. Nafasnya entah didetik keberapa detaknya tak beraturan, ditambah rasa sesak tiba-tiba menyeruak didadanya. Ia mencoba memalingkan pandangan keatas entah kemana perhatiannya berpusat, yang pasti ia  hanya berusaha untuk menahan buliran air yang hampir tumpah di kelopak matanya.  Ponsel yang masih dalam genggamannya terus menerus berdering. Notifikasi Chat dari si Manis terus menerus berdenting. Kemudian Aina memalingkan kembali pandangannya pada ruang Chating WhatsApp.

“Ohhh....”

“Kok, Oh doang? Menurut kamu gimana?”

“Eh bentar - bentar a, Aina lagi ngerjain sesuatu. Nanti sore Aina balas yaaa..tapi, pokoknya Aina dukung aa, SEMANGAT!” Aina mencoba menghindar untuk menjaga hatinya yang benar-benar tengah rapuh. Ia kemudian mematikan ponselnya sepanjang hari.

“Bego bener sih Lo,Na!” ia mencibir dirinya sendiri.

“Kenapa hasil Istihkorohku bisa melesat sih?”

“Pokoknya aku gak akan pernah lagi melapalkan nama ‘siapapun’ dalam doaku!” gerutunya pada diri sendiri.

Ketika ia menghidupkan kembali ponselnya, ia berusaha menghibur diri mengalihkan rapuhnya untuk sekedar membuka beranda instagram.  

Hidup akan membawa kita pada kenyataan yang tak sesuai rencana. Disanalah kita akan belajar bahwa tak setiap harapan harus terwujud.”

Sebuah snap gram yang diposting oleh seorang Author yang akrab Aina panggil Bang Fiersa mencuat di layar ponselnya. Nafas nya pelan-pelan mulai kembali berhembus normal.

“Oke, gak semuanya Na, wake Up !!!”

Ia berusaha mengeringkan basah dipipinya.  Sedikit dramatisir.

***

Aina berusaha melengkungkan bibirnya, mengambil nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya,


“Karena Otak kiri selalu berkata tentang logika. Dan Perasaanpun butuh logika sebagai penyetara kekeliruanmu. Logika itu selau berbicara kepastian bukan kemungkinan. Jadi, ketika suatu saat datang lagi ‘harapan’ dari pada perasaan, maka yang datang adalah harapan ‘pasti’, hasil pembuahan dari logika dan perasaan dengan cukup cinta” lanjut Aina di ruang note ponselnya.