Kamis, 27 April 2017

Catatan Harian Jingga

Catatan Ke #1
"Assalamualaikum" ucapku lirih agak segan sambil membuka pintu kelas.
yang tetiba pandanganku dibalik pintu itu tak dapat beralih kemanapun, tiga puluh detik hampir jantungku berdetuk lebih cepat.
Seorang pria berjanggut tipis, mengiyakan sapaanku dengan mempersilahkan masuk.
Sungguh hanya dengan anggukannya, ia mampu menjatuhkan pandanganku. luluh.


Catatan ke #2
sementara pandanganku untuk keduakalinya tak mampu bertahan lama menatapmu,
kau bilang semua hal yang ada diatas bangku akan mengganggu fokus belajar kita, nyatanya kau yang lebih mengganggu fokusku.
detik detik yang memihak padamu seakan jam jam yang tak ingin aku lewati hanya dengan diam membeku dan berusaha tak menatapmu. luluh.


Catatan ke #3
sementara batik hijau tosca dengan kombinasi hitam sangat gagah dipakai olehmu sore ini. Hanya saja jika batikmu berlengan panjang lengkaplah sudah wibawamu.
ah sayangnya menurutku kau kurang cerdas. maaf. Mungkin kau jenius, tapi memang aku ulangi kau kurang cerdas. Buktinya, bagaimana bisa ketika aku mencoba melempar joke padamu, untuk tersenyumpun enggan. Sementara orang cerdas itu yang ketika ada yang saling melempar joke ia tertawa atau ikut tertawa. ah sudahlah.
Mmm tapi cerdas tak menjadi syarat utama untuk menjadi teman hidupku, kau tenang saja, kau masih bisa masuk babak penyisihan dalam memenangkan hatiku.
🌹🌹🌹
untukmu, lelaki wibawa yang mempesona.
dari anak muda yang dirundung cinta.


Catatan ke #4
Kata mereka, mereka ilfiil liat semua gayamu. Tapi entah kenapa denganku, darimu tak ada sedikitpun cela yang aku mampu keluarkan. Aku suka semua tentang atau yang ada pada dirimu. Energic mu, wibawamu, cara bicaramu, bahkan judesmu itu paling menarik perhatianku.
Ah tidak, kurasa virus ini menjalar begitu cepat. Ini penyakit semacam apa? Apakah hanya sebatas diagnosa awal atau sudah terdiagnosis.

**
Sore ini kamu dengan gagah yang biasanya, mengenakan kemeja merah maroon berlengan panjang, aku tak begitu fokus melihat bajumu apakah berpola atau tidak, yang pasti semua yang kau kenakan sepadan dengan wibawamu.
Kamu bilang, "Saya ingin berbagi kebingungan,kegundahan dengan kawan semua"
Mereka sebagian bertanya "Dengan apa Pak?"
Kamu menjawab "Dengan melihat sort movie tentang Sistem Pendidikan kita"

Lalu aku dalam hati berbisik ikut menjawab,
"Ah , kalo itu terlalu mudah. Menurutku kamu yang lebih Rumit sebagai penyebab kegundahan dan kebingunganku"
**

Tanyaku sekali lagi "Apakah ini baru dignosa awal atau sudah terdiagnosis?"


Semoga penawarnya ada dikamu.

Senin, 27 Maret 2017

semangat gadis thalasemi

Ada yang selama ini aku lupakan, hiraukan, lewatkan dengan percuma. Segala hal selain tentangmu.
Sesederhanapun itu, menurutku tak ada satu halpun didunia ini yang tak punya alasan kenapa Allah ciptakan. Semuanya beralasan. Aku merasa hidup ini terlalu sempit, karna yang ku ingat hanya kamu,tapi itu dulu. Oke lupakan.

Aku ulangi terlalu banyak hal yang aku lewatkan dengan percuma, salah satu nya rasa syukur yang sering terlupakan. Iya, Rasa syukur.
***
Namanya Hikmah Alia Zahra, dia salah satu muridku kelas dua sd, sejak ia lahir ia mengidap penyakit thalasemia.
Thalasemia adalah penyakit genetik yang menyebabkan kelainan sel darah merah. Akibatnya, anak selalu kekurangan darah (anemia) yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin. Pada thalasemia yang berat, anak harus melakukan tranfusi darah seumur hidupnya.

Teman teman bisa bayangkan bukan, ia harus melakukan tranfusi setiap beberapa minggu sekali untuk memepertahankan hidupnya.

Ketika anemianya mulai menyerang, ia tak akan kuat untuk duduk sekalipun. Apalagi jika darah yang ia butuhkan mendadak sulit didapat, ia akan tidur lemah selama berhari hari selama belum mendapatkan tranfusi, dan bahkan bisa sampai drop.

Tapi setelah di tranfusi, bahkan di hari yang sama, seteleh selesai tranfusi bisa jadi ia bugar kembali, ia sering menyebut proses tranfusi itu “ngecas”. Aku tersenyum setiap ingat itu.

“Ibu, aku kemarin udah di cas, jadi sekarang mah semangat lagi.” Padaku suatu hari.

Aku tak henti henti mengucap syukur betapa aku kalah dengan anak ini, dalam hal semangat, dalam hal sabar, dalam banyak hal.

Ia tak begitu pintar tapi semangat nya belajar tak henti henti, ia punya kekurangan tapi ia begitu percaya diri, ia tak membatasi dirinya melakukan banyak hal dengan kemampuannya, ia sakit tapi semua orang yang melihatnya merasa bahwa ia sehat sehat saja.

Lalu bagaimana dengan kita ? yang sehat tapi tak bergairah seperti orang sakit? yang mampu tapi banyak malasnya? Yang normal tapi selalu memperlihatkan banyak kekurangan?

lalu bagaimana dengan ku? Kataku hari ini.


Minggu, 12 Maret 2017

MAAF (#sayangnyainicumaCERITA)


Sitrus yang menghias matahari sore begitu sangat mengenakan pandangan, rasanya mataku tak ingin berpaling dari menengadah. Walau senja yang dirindukan sore itu tak muncul jua,kurasa penutup hari sore itu cukup dengan awan sitrus dan kemudian mengradasi warna pelan pelan menjadi abu abu pekat sampai gelap.

Ah sama saja, sama sama indah, bukankah semuanyapun atas Kehendak Allah?
Sore itu,sebelum langit menjadi gelap pekat. Aku masih jalan jalan sore disekitar Jalan yang sering kita lalui bersama, hari itu imajiku tentangmu tiba tiba menghilang, aku benar benar sedang tidak memikirkanmu sore itu. Aku hanya sedang asyik memandangi kekuasaan Allah dengan keindahan sitrus yang menghias di langit sore.

Waktu itu, aku ingin duduk sejenak di bench yang pernah kita diami. Tidak untuk mengingat atau bahkan mengenangmu. Aku hanya sedang ingin menghirup udara sore, dengan duduk  santai ditemani Mango Creamy Cheese. Namun sesaat sebelum duduk, sebuah byson berhenti tepat disampingku, dan ternyata itu byson milikmu. Kamu memberikan kode padaku untuk berhenti, aku mengiyakan, aku duduk dan tak lama kemudian kamu ikut duduk. Kita duduk bersama. Lagi.

Sudah kurang lebih tigapuluh menit kita duduk bersama, kita hanya saling diam, rasanya aku ingin bunuh waktu pada waktu itu, aku tak kuat duduk bersama jika harus saling diam saja, tapi memang tak bisa dipungkiri, kehadiranmu yang hanya duduk diam saja pun mampu meluluhlantakkan rindu yang sudah membeku sepersekian bulan yang tak terhitung banyaknya.

Ingin aku beranjak, di bench itu tapi aku tak mampu bergerak sedikitpun. Lalu aku ingin memcoba memulai pembicaraan, yang ternyata satu kata yang keluar dari mulut kita bersamaan “Maaf”. Lalu serentak dengan itu kita saling menatap untuk kemudian kita alihkan menjadi saling diam kembali. Aku memalingkan wajahku, kamu memberikan kode padaku untuk memulai.

“Eu.. Eu...Maaf,aku tak bermaksud mengganggu hubunganmu dengan......”
“Sudah aku maafkan, aku faham. Aku juga salah aku minta maaf atas segala hal yang menyakiti hatimu, mengganggu pikiranmu.”
“Aku tak pernah tega untuk membenci orang yang kucintai, betapapun tersakiti dan kecewanya rasanya kata maaf lebih luas dari pada itu semua, tak perlu kau minta pun aku sudah memaafkanmu”

Kita lalu diam kembali, aku ingin segera pamit karna malu dengan secara terang terangan mengatakan itu semua padamu, dan kamu tak menjawabnya. Aku ingin mati saja waktu itu, maka aku memksakan pamit saat itu juga.

“Mau kemana?” tanyamu
“Eum... ada yang harus aku selesaikan,” jawabku sedikit mengelak.
“Lalu,urusan kita tak ingin kau selesaikan?” tanyamu keras.
“Bukankah kita tak pernah memulai, kita bertemu tanpa salam, dan kemarin pun kamu pergi tanpa pamit? “
Aku terpaksa duduk kembali. Kamu malah diam.
“Maaf... bukankah aku sudah minta maaf, dan bukankah kamu sudah memaafkanku” katamu lirih waktu itu.
“Yang ku katakan tadi  bukan sebuah kesalahan, kamu tak perlu minta maaf. Itu adalah sebuah pernyataan dari kenyataan. Ini bukan lebaran kan?” aku mencoba mencairkan suasana. Kamu sedikit tertawa.

Aku benar benar ingin pulang, sepertinya waktu itu aku sedang munafik munafiknya, aku benar benar ingin pulang, kemudian aku benar benar pulang dan kamu yang mengantarkanku dengan bysonmu yang sudah beberapa bulan aku tak menaikinya. Rasanya sudah beda lagi, agak segan kalau kamu tak memaksaku dan aku tak menuruti kata hatiku aku lebih baik naik angkot.

Bysonmu berhenti tepat di posisi saat pertama kali kamu mengantarkanku pulang.
“Mmm ....makasih.”
“Maaf.“
“Maaf lagi ? untuk ?”
“Maaf sudah membuatmu rindu”
 **
5:22
March, 13th 2017
Still on ma bed

#sayangnyainicumaCERITA

Jumat, 10 Februari 2017

Selepas kepergianmu (aku seseorang yang ber-Koefisien Etiolasi)


Koefisien Etiolasi mengibaratkan perasaan yang lemah tanpa disinari cinta, padahal  ia ada dan tersedia. Namun hati  masih terjerat masa lalu. Konstan. Tak terhitung perihnya. Kemudian mati dibuatnya.

Begitulah kiranya Wira Nagara dalam Novelnyta “Destilasi Alkena” yang kaya akan bahasa ilmiahnya. Kontekstual dengan apa yang sedang aku alami. Aku jatuh cinta dengan kalimatnya.

Maaf, aku masih menikmati lukaku. Menikmati perih dan sedih, ah tapi menurutku tak ada salahnya. Termasuk dengan membaca novel ini, kamu sulit untuk sekedar aku lupakan. Sesulit bahasa arab yang tak bisa aku terjemahkan. Zzzzzz.

Aku ulangi Koefiseien Etiolasi sebuah prase yang cukup menggambarkan apa yang aku rasa, selepas kamu pergi, aku benar benar lemah, tak terhitung perihku dan sampai aku rasa perasaanku mati dibuatmu. Kuharap mati sesaat. Semisl sedang koma, dan belum siuman. Iya. Hatiku belum siuman.

Kamu tau, selepas kamu pergi, aku yang sudah mulai melepasmu. Tetap belum mampu menerima orang lain. Aku tegaskan. Aku kalah dalam hal melupakan. Aku tak iri padamu yang dengan sangat mudah membersihkan hati untuk ditempati oleh orang yang baru. Atau mungkin dulu kamu simpan aku hanya di selasar hatimu saja. Hahaha. Aku tak perlu jawabanmu. Ini hanya pertanyaan penghiburku.

Kamu tenang saja, aku sedang berusaha melupakanmu, kamu cukup berdoa agar lebih cepat usahaku tercapai. Aku hanya sedang menikmatinya, dan tak ingin terburu buru.
***
Untuk dia...

Kamu maafkan aku, yang tak bisa membalas apa yang kamu berikan. Ah kalimat ini terlalu serius. Tapi ini benar benar tulus. Aku meminta maaf dengan tulus. Aku ingin meyakinkanmu saja. Jangan keras kepala dengan tetap menungguku. Tapi nyatanya dulu akupun sangat keras kepala menunggu dia.  Kita dua orang yang saling menunggu orang yang berbeda. Kamu yang menungguku, dan aku yang masih me nunggu dia. Ah, tidak maksudku menunggu hatiku steril.

Aku sempat berpikir, kita yang sedang sama sama menunggu ini, apakah kamu yang terlalu sabar, atau aku yang terlalu keras kepala. Yang pasti mungkin kita yang sama sama bodoh. Kita yang sama sama dikalahkan oleh sebuah perasaan yang seharusnya kita yang menguasainya.

Aku rasa, satu tahun pun masa tenangku, aku belum mampu memastikan apakah aku akan jawab “iya” atau tidak. Yang pasti kuputuskan. Untukmu lebih baik jangan menungguku. Maaf.

Lalu, aku membayangkanmu, kasihan. Tapi kemudian aku menertawai diriku sendiri. Gila.
***
Selepas kepergianmu, aku seseorang yang ber-Koefisien Etiolasi yang mati rasanya yang sulit untuk menerima hati yang lain. aku hanya masih ingin dengan betahap mensterilkan hatiku dulu. Agar pada mulutku tak sampai keluar kalimat seperti pada Cover Buku Destilasi Alkena-nya Wira Nagara “Denganmu, jatuh Cinta adalah Patah Hati Paling Sengaja”.


Kutulis ini,usai membaca bab
Koefisien Etiolasi pada Destilasi Alkena-nya Wira Nagara
kemudian sembari bebera saat membayangkan alis matamu yang tebal :9.

KANGEN

Selepas Kepergianmu (Ada Dia !)


Kepada malam yang setia mendengarkah keluh ku. Kepada setiap doa yang tak kelu aku tuturkan. Bantu aku yang ingin ikhlas. Untuk ikhlas melepasmu.*** Sementara berita terakhir kudapati kamu yang mengungkapkan rasa cintamu yang begitu dalam kepada seseorang yang entah siapa, Masih membuat sesak dada. Mencoba memperlebar melapangkan hati.Lalu sebuah pertanyaan keluar dari mulutku “Secepat itu kah hati dibolak balikkan?” Sedang aku masih bersama kenangan yang sulit aku lepas.

Tetap. Aku sangat amat keras kepala dengan perasaanku sendiri. Aku masih saja berharap pada orang yang sudah ku mungkinkan sedang memperjuangkan orang lain. Sisi lain, seseorang yang dulu sempat memperjuangkanku datang lagi. Tanpa diduga Ia masih berusaha memperjuangkanku. Dan aku bodohnya memaksakan diri memperjuangkanmu. Konyol.  Kenapa harus serumit ini??

Kemarin, Dia mengungkapkan perasaan seriusnya padaku. Aku dengan sangat mohon maaf menjawab belum bisa menerimanya. Aku perlu mengosongkan hatiku dari segala macam tentangmu, agar siapapun yang masuk dalam hatiku ia mampu tinggal dengan nyaman.
  Dia sedikit kecewa untuk alasan yang sangat menyesak didadanya. Aku memakluminya.Kamu tahu, aku tak sehebatmu dalam hal melupakan, kamu yang tak ada status apapun denganku memang, tapi hati setidaknya pernah saling terpaut. Itu masih persepsiku yang kemungkingkinan besar masih salah jika tentangmu.

Kamu dengan mudah bisa berpose dengan perempuan lain kemudian kamu memasang display picture tentang isi hatimu pada dianya kamu.

Ternyata dia sangat istimewa untukmu yaaa. SELAMAT! Kamu menang dalam hal ini.Dia yang begitu kecewa, dengan keraskepalanya masih ingin menungguku. Aku malu.  Kenapa hal serupa aku lakukan padamu. 

Dia yang penyabar atau kita yang sama sama bodoh dalam 'menunggu'.Untuk dia....

“Maaf. Maaf untuk kamu yang masih memperjuangkanku. mudah mudahan usai satu tahun masa tenangku, aku bisa menjawab pertanyaanmu. Aku butuh waktu untuk bisa memulihkan hati.  Tapi jika kamu lelah, kamu boleh memperjuangkan yang lain. Aku hanya butuh waktu memulihkan hati,itu saja.”  

Jumat, 03 Februari 2017

Selepas Kepergianmu (masih)


Aku cemburu pada setiap kalimat yang tertera di display picture mu, entah untuk siapa yang pasti aku cemburu.
Pada display picture mu menunjukkan kamu sedang jatuh cinta ah bahkan mungkin kamu mengungkapkan rasa cintamu yang dalam kepada seseorang.
Hmmm.
Betapapun dalamnya cemburu ku. Itu tak pantas aku katakan.
Seketika aku ingat perkataan temanku setelah beberapa saat aku curhat tentangmu "Itu sangat wajar jika seseorang yang kamu cintai sudah dengan orang lain, ketika diantara kalian tidak punya hubungan apapun, itu sangat wajar." tapi hatiku tetap mengelak. Aku bertanya pada diri sendiri "Lalu apa mudah bagi 2 orang manusia yang saling menyimpan perasaan, namun karna tanpa status, yang satunya dengan mudah mengalihkan perasaanya pada orang lain"

Aku ulangi untuk kesekian kalinya persepsiku tentangmu nyatanya selalu salah. Rupanya perasaanmu padaku yang sama seperti perasaanku padamu nyatanya itu hanya hasil terkaanku saja selama ini.
Sementara aku masih dalam tahap berusaha mengikhlaskan, aku masih belum sanggup untuk hal itu. Sekalipun kadang ikhlas harus dipaksakan. Itu menurutku akan berbeda jika bicara perkara perasaan.
Hari ini ramai. Tapi aku merasa sepi. Program kerjaku bersama teman temanku sudah selesai. Berbarengan dengan hubungan kita yang kubuat sendiri. Nyatanya sudah berakhir. Berakhir di januari.
Masih selepas kepergianmu, betapapun beratnya, masih pada episode yang sama, doaku masih tetap sama. Doakan aku mampu menjalankan hidup normal dengan tanpa mengeluh karenamu.

Kadungora, usai melewati* macetos
Pulang dari Poerwakardah

Januari hari ke 29, 19:38

Kamis, 26 Januari 2017

Selepas Kepergianmu


It’s Matter how this end...........”
Aku meyakinkan pada diriku berkali kali, membunuh hidup-hidup harapan yang sangat egois melukai diriku sendiri membenamkan semua perasaan yang membuatku begitu keras kepala tetap menunggumu kembali.
Kemarin sore disebuah pantai aku pernah berkata “Kamu itu punya persamaan dengan sunset, sama sama tenggelam pelan pelan..” ucapanku terpotong melihat siluet jingga yang membias pada senja kala itu. Lalu aku meneruskan “....tapi bedanya, sunset muncul kembali esok pagi, sedang kamu tak tau kapan” seketika aku tertunduk. Hanya deburan ombak yang menanggapi pernyataanku saat itu.
Dan tepat hari ini setelah aku melihat kamu dengan yang lain aku simpulkan aku akan menanggapi pernyataanku kemarin sore di pantai bahwasannya “...ternyata kamu bukan tak tau kapan kembali, tapi memang tak akan kembali”  Hening. Dan mirisnya aku sudah kehabisan air mata untuk merayakan kepergianmu.
Karna bukankah sudah tiga bulan pergi yang dengan selama itu aku yang sangat egois memaksakan harapanku menjadi sebuah kenyataan. Dan dengan sangat keras kepala menunggumu dan memaksamu kembali.
Sampai aku menemukan kata yang sangat tak ingin aku ungkapkan, kata “BODOH”.
Ya, BODOH. Aku tak lebih layaknya manusia yang jatuh dan tak punya lagi akal untuk bangun kembali, aku memilih terduduk sakit dan pura pura menahan rasa sakit itu, sampai kehilangan akal sehatku.
Harusnya aku sadar, kamu pergi bukan untuk kembali, tapi kamu pergi untuk benar benar mencari. Mencari yang lain.
Aku BODOH, dengan kesimpulanku sendiri, menerka nerka setiap kalimat yang kamu keluarkan. Menduga duga setiap sikap yang kamu lakukan. Yang  pada akhirnya persepsiku tentangmu selalu salah. Aku hampir salah mendefinisikan segala hal tentangmu, sampai aku seBODOH ini.
 Ini murni kesalahanku.
Maaf, aku sempat lupa. Aku ingkar atas janjiku sendiri yang katanya tak akan menulis cerita apapun tentangmu jika januari ini pada akhirnya kita berakhir,aku harus mengakhiri ceritaku tentangmu. Sekali lagi maaf, aku ingin pura pura lupa saja tentang janjiku yang ini. Pokoknya, aku ingin tetap menulis, apapun hambatannya aku harus tetap menulis. Ini semisal sebuah usaha melupakan. Karna bukankah benar benar berusaha melupakan akan sama hasilnya dengan selalu mengingat. Hasilnya tak akan ada hasil. Jadi kamu tenang saja, tulisanku ini semisal mecari sebuah kesibukan atau bahkan positifnya untuk sebuah perjalan hidupku. Bukan untukmu, bukan untuk KITA yang dulu.
Kamu....
Perjalannku telah tiba pada ujungnya. SELAMAT ! kamu berhasil menghentikan apa yang telah aku mulai. Kamu HEBAT bisa melukai lebih dari orang yang pernah melakukan hal yang sama padaku.
Mungkin bedanya, caramu melukaiku, pelan pelan. Sekali lagi, selamat!
***
Waktu itu sebelum pada akhirnya aku menulis cerita yang dengan sangat konyol aku mengirimkannya padamu. Kamu dengan membuatku sangat gendok menjawab “iya, nanti aa baca ya, di HP nya gak ada MS Word” aku menertawakan diriku sendiri “hahahaha” aku mencela diriku sendiri. Yang pada kenyataaanya sampai Januari hari ke duapuluhtiga setelah kamu memasang display Picture dengan dianya kamu, jawabannya adalah “Kamu tak akan pernah membaca tulisanku, tulisanku tentangmu” ini memang kesimpulan burukku. Tapi kalaupun kamu membacanya, aku pastikan itu tak akan merubah semuanya.
Aku sejenak menghela nafas “fyuhh....” kemudian satu kata keluar dari hatiku “IKHLAS” ya itu yang sedang aku usahakan sekarang. Tak ada hal lain selain berharap aku menjalani hidupku dengan tanpa mengeluh karenamu.
Selepas kepergianmu, aku tak berharap atau bahkan berusaha mencari ada orang lain yang mengobati lukaku, aku terlalu trauma untuk hal ini, seperti  kamu dulu yang  terlalu cepat aku simpulkan bahwa kamu datang untuk mengobati, yang nyatanya untuk membuat luka lebih dalam, dan kembali basah.
Tapi tenag saj, aku memaafkanmu. Karena kenyataanya aku tak bisa menyalahkan diriku sendiri, tak bisa menyalahkan cerita kita, cerita ku dan termasuk tak bisa menyalahkanmu. Ini semisal garis takdir yang harus aku jalani atas pilihanku sendiri.
Aku kalah. Aku gagal. Tapi aku faham Gagal merupakan salah satu dari dua pilihan hasil dari sebuah usaha. Aku tak pernah menyesal telah sejauh ini mengusakan apa yang aku pertahankan. Walau pada akhirnya usahaku berakhir dengan hasil,GAGAL. Tapi setidaknya aku tak hanya diam.
Selepas kepergianmu, doakan aku untuk tetap bisa melanjutkan cerita hidupku. Walau entah kedepannya bagaimana. Trapi aku yakin, aku tahu kemana harusnya aku melangkah.
Kamu....aku terimakasih!
Atas dirimu yang rela menjadi bagian dari ceritaku. Betapapun rumitnya, tetap aku ucapkan terimakasih. Karena, setidaknya kamu pernah ada dimana saat aku bersyukur, tersenyum, bahagia, dan menikmati hidup.
Untukmu, selamat!

Kamis sore, di wifi corner andalan kita

*Dari diriku yang sedang merayakan kepergianmu

Rabu, 18 Januari 2017

SEBUAH CATATAN UNTUK MASA DEPAN


Seharusnya tulisan ku yang ini  aku publish setelah atau ketika ada orang yang serius ingin menjadi teman hidupku nanti.

Aku akan menulis ini suatu saat...
Suatu hari, saat aku merasakan lagi sakit dikakiku, aku sempat berpikir aku takut tidak mampu melakukan banyak hal dengan kakiku. Tak mampu menjaga anak buah dari pertemanan hidup kita, tak mampu menjadi teman terbaik untuk menghabiskan hidupmu, hidup kita. Aku takut.

Kamu tahu, kenapa aku sering menyibukkan diri dulu ketika belum fokus untuk memutuskan hidup denganmu, ah bahkan sekarang ini deneganmu pun aku masih saja ingin menjadi orang sibuk. Kamu tau apa alasannya?

Aku hanya ingin menikmati nikmatnya berjalan, dan memperjalankan kakiku. Kamu tahu aku sempat tak berjalan selama 1-2 tahun. Dan aku tahu rasanya waktu itu 90 % hidupku tak ada artinya. Tapi setelah semuanya kembali walau tak senormal sebelumnya, aku memaksakan diri untuk selau menikmati nikmatnya berjalan. Sampai aku lupa bahwa pada kenyataanya aku sakit, kakiku sakit.

Ini mungkin sedikit tidak tepat, seharusnya aku harus menjaga kesehatan kakiku. Aku harus menikmati dan menyukuri nya dengan cara yang tepat. Aku seharusnya.... aku seharusnya..... aku seharusnya.....

Ah waktu itu aku tak yakin bisa meyakikan semuanya, untuk itulah aku menunggu seseorang untuk menemaniku menghabiskan hidup yang sementara ini. Untuk bisa menjadi pengingat, menjadi penjaga, menjadi penasehat, menjadi teman hidup untuk bersama sama menghidupkan hidupku,hidup yang kelak aku katakan hidup kita.

Dan sampai kamu datang, aku mohon sempurnakan kekuranganku, maaf aku jika aku tak betul betul menyeimbangimu dengan sedikit kelebihanku, tapi setidaknya aku berusaha.
Setidaknya, kita sama sama mengusahakan. Terimakasih




*Catatan untuk masa depan

SURAT PERNYATAAN PERASAAN


Teruntuk dirimu yang sedang berusaha pergi,

Ini mungkin catatan terakhirku tentangmu. Sebelumnya minta maaf. Minta maaf atas segalanya. Atas kata yang sempat aku tuliskan tanpa dipikirkan, atas kalimat menyerah yang nyatanya memunafikkan, atas ego yang terlalu membuatmu muak. Sekali lagi maafkan.
Kamu yang dalam catatanku akrab kupanggil “kamu”, kali ini dalam catatan ini aku akan menyebutmu “Jeje” panggilan yang aku rindukan untuk sekedar menyapamu.

A Jeje.... kamu tahu ancaman stress dalam hidupku saat ini apa? Bukan saat ini maksudku dua bulan kebelakang ini. Itu adalah diasingkan olehmu. Iya. DIASINGKAN.

Kita seperti tak saling mengenal, tak ada lagi kata ‘Selamat pagi’, tak ada lagi ajakan ‘hayu ketemu’, tak ada lagi wifi corner, tak ada lagi mie ayam gratis, tak ada kalimat kalimat lelucon tak penting yang tak jarang membuatku mudah tertawa lepas.

Aku pura pura tak merindukanmu,tapi aku gagal, dan kamu yang menggagalkanku, memang aku sering mengulang ngulang pernyataan bahwa ‘Aku yang mematahkan perasaanku sendiri, aku yang membuka pintu kemunduran hubungan kita, aku yang terlalu bodoh menyakiti diri sendiri dengan kesimpulanku sendiri’. Tapi tetap dibalik pernyataan itu, selalu ada pertanyaan.

Pertanyaan pertanyaan semisal, Adakah terlintas dihatimu tentang mempertahankan? Tentang berusaha menjaga? Tentang memberikan pemahaman? Atau tentang sebuah jawaban yang ku pertanyakan? Semuanya N.I.H.I.L tak ada pernyataan atau pertanyaan  apapun darimu. Tak ada feedback  apapun tentang usahaku yang berusaha memperbaiki.

Aku sedikit sedikit memaksakan memehami, mungkin kamu lelah. Tapi kenapa harus seperti itu? Aku dulu pernah bilang padamu bukan? Tentang orang orang yang melukaiku, dan aku bilang padamu tentang harapan tak ingin mengulangi lagi kejadian yang sama. Dan kamu meyakinkan. Atau ah mungkin hanya aku yang ingat hal ini.

Aku pikir setelah kamu meyakinkan dengan quotes iklan L-MEN yang katanya “TRUST ME, IT WORKS” itu, kamu adalah orang terakhir yang akan menyembuhkan luka.

Memang benar setelah bertahun tahun kita saling mengenal melalui media sosial, baru hampir beberapa bulan kamu sempat meyakinkan hal itu. Dan bodohnya aku, aku baru sadar tentang perasaanku  ketika kamu sudah benar benar menjadi asing kembali. BODOH. Dan aku menyesalinya.

Aku mencoba menenangkan diri, berpikir jernih sampai menyesal, kemudian meminta maaf, kemudian berusaha untuk mencoba kembali, mencoba memperbaiki hubungan, mencoba berusaha mempertahankan, tapi itu sia sia. Kamu benar benar asing.

Sampai aku lelah, aku coba sadar dan menyadarkan diri, aku sudah mulai mundur, sudah mulai berusaha untuk melupakan, sudah aku coba semuanya, semenjak dua bulan membiarkan rindu seprti endapan kopi yang tak akan pernah kau teguk.

Tapi kamu tahu berusaha melupakan hasilnya sama seperti berusaha mempertahankan. Sama sama tak ada hasilnya. Aku bingung entah harus mengalah pada pertahananku, atau mengalah pada hatimu yang memilih berusaha pergi.

Jika benar benar ini tulisan terakhirku tentangmu a jeje...
Aku mohon kamu menanggapinya, dengan sebuah kejelasan. Sebuah kabar. Tapi bukan kabar ‘tidak ada kabar’ bukan kabar ‘tidak jelas’ tapi kabar tentang kejelasan yang berkabar. Aku masih menunggumu sampai akhir januari.

Bukannya aku melankolis, sehingga berharap cerpen ini ada soundtrack lagu berakhir di Januari. Tapi kadang kita memang harus memaksakan menyelesaikan apa yang telah kita mulai bukan? Walau kamu tak merasa kamu pernah memulai suatu hubungan denganku, tapi setidaknya kamu menghentikan yang mungkin sebuah bayangan hubungan yang menurutku pernah kita mulai.

Asal kamu tahu, akhir akhir ini, orang yang dulu pernah melukaiku datang. Memang aku belum menyimpulkan bahwa dia datang untuk kembali. Tapi selintas pikiran itu ada. Tapi sungguh aku tak yakin dia datang untuk menyembuhkan lukaku sekarang, sebab diapun pernah melukaiku. dan bahkan yang ada dalam fikiranku, aku tak yakin kamu akan melukaiku, karna kamu pernah menyembuhkan luka. Dan aku percaya kamu tetap sebagai obat, bukan sebagai racun untuk malah membunuhku.
Yakinku tetap pada kamu, yang diharapkan kembali.

Walau akhirnya aku harus menyediakan dada yang lapang jika pada akhirnya kamu kembali untuk pergi bukan kembali untuk mengobati lagi. Tapi setidaknya kamu pamit, aku benci perpisahan tanpa ucapan selamat tinggal.

Selamat malam!

Kamis, 12 Januari 2017

p r o l o n g ???


“Untuk apa masih disini ? memperpanjang harapan?” tulis Mega dalam lembar terakhir buku catatannya. Kalimatnya seakan langsung memukul hatiku. Iya pukulannya mungkin bisa jadi lebih keras dari pada pukulanmu ke samsak. Seuseuk. Apalagi jika ingat malam kemarin soal salah kirim itu rasanya aku tak perlu menjelaskan perasaanku waktu itu, bagaimana pun aku menjelaskannya itu sudah terlambat karena perahumu sudah berjalan menuju pelabuhan yang lain bukan ? tapi itu baru kemungkinan buruk yang ada dalam fikiranku. Dan sabarnya aku, aku masih 70 % berfikir positif. Aku masih menunggu. Memperpanjang harapan.

Sore ini gelap, awan kumulus menggumpal abu pekat menutupi senja yang seharusnya berseri di sore hari, namun kali ini langit enggan untuk cerah, hujan tak mau. Pun hatiku , aku sudah lelah membasahi pipiku tapi pada nyatanya akupun susah untuk bahagia secara bebas, ada kamu yang menjadi alasanku murung di satu waktu setiap harinya. Itu mungkin kesalahanku.

Walau gelap aku harus tetap menikmatinya, aku berjalan seperti biasa satu km dari kampusku bukan karna ingin hemat tidak ingin naik angkot dua kali, namun alasan utamanya ingin menyibukkan diri memecahkan pikiran pikiranku tentangmu dengan bisingnya suara kendaraan dan mencari hal hal yang menyegarkan hati dan mata. Wkwk

Namun usahaku tetap saja gagal. GAGAL TOTAL. Yang ada sepanjang perjalanan aku malah banyak melihat orang orang yang mirip kamu berlalu lalang, atau sampai aku berbicara dengan diriku sendiri setiap ada motor yang mirip dengan punyamu, dan berpikir itu adalah kamu dan kamu mendadak berhenti didepanku atau menyalakan klakson motormu atau tersenyum atau say hey  atau...... ah ini benar benar kacau.

Aku tak sadar tertawa sendiri menertawakan kegilaanku. Kemudian satu menit dari itu murung kembali, kelabu. Dan rindu.

Aku masih melanjutkan perjalananku, langit yang sedari tadi ditutupi awan kumulus yang abu pekat berganti dengan sitrus yang indah menghiasi oranye senja hari. Cantik.

Aku masuk ke sebuah mini market dengan masih ada bayanganmu sepersekian centi didepan mataku. Aku tiba tiba berhenti di tempat kopi dan lamunanku hinggap pada moment saat aku dibelikan camilan dan kopi dingin pas lagi ngewifi. Dan sampai kopi itu jatuh sedangkan aku masih haus, waktu itu kamu gak tau. Aku senyum sendiri.

Kemudian aku melanjutkan perjalanan dan tanpa disadari aku menikmati lamunanku, aku merekam moment moment kita sampai aku duduk ditempat dimana kita pernah duduk bersama. Aku duduk sejenak dan imajiku masih dipenuhi oleh bayangmu, aku melanjutkan cerita dalam lamunanku, inginku ceritanya kamu datang ke tempat yang sama kemudian menyapaku, duduk kemudian kita mengucapkan kata “maaf” bersama sama. Entah siapa sebenarnya yang harus minta maaf dan siapa yang harus dimaafkan. Atau mungkin cerita kita yang salah ?aku tak peduli siapa yang salah atau cerita kita yang salah. Yang pasti aku bahagia bisa disapamu. Walau itu sebatas imajiku. Aku benar benar kacau hari ini.

Perihal pertanyaan bayanganku mengenai siapa yang salah atau apakah cerita kita yang salah, jikalah memang suatu saat pertanyaan itu keluar dimulutku atau mulutmu. Aku hanya akan diam. Aku benar benar tak ingin membahas cerita ini. Cukup aku yang hidup di cerita nyataku pada epiode ini.

Cukup aku yang masih menunggu, cukup aku yang masih merindu, cukup aku yang memperpanjang harapan. cukup aku, entah sampai bulan keberapa. biarlah, cukup aku.



*salam rindu,dari seseorang yang masih terlupakan 
dari Jingga yang sedang Gila padamu.