Rabu, 19 September 2018

Menjadi 'aku'

"Aku bisa saja menganggap ia tak ada. Tapi ku tak pernah bisa melakukannya. Bukan tak bisa, maksudku aku hanya tak ingin"
Kehadiran 'bapak', salah satunya.

Aku bahkan malas untuk membahas hal seperti ini. Tapi keadaanku terus menyinggung hal-hal serupa.

Kurasa, menjadi 'aku' bukanlah sebuah pilihan. Lahir dengan tanpa seorang ayah, dididik dan dibesarkan hanya dengan kedua tangan seseorang yang takzim dipanggil 'mamah'.

Menjadi 'aku' bukanlah sebuah pilihan, duduk di deretan nama Kartu keluarga dengan nama Ayah yang bukan sebenarnya. Ijazah dengan nama 'ayah' orang lain.

Yang terberat, menjadi 'aku' adalah mendapat setiap restu hanya dari seorang 'ibu' saja.

Bukan menyesal. Aku hanya sedang jujur dengan diriku sendiri. Bahwa menjadi 'aku' bukanlah sebuah pilihan.
Kemudian,

Kelak, kamu akan menikah. Lantas wali nikahmu akan siapa?

Hal-hal semacam ini pun menjadi krusial dalam pikiran.
Apa mesti bohong itu perpanjang masa aktifnya?
Apa hal ini serupa berbohong seumur hidup?


Lantas, bagaimana bisa aku memilih menjadi 'aku' yang lain?