Kamis, 26 Januari 2017

Selepas Kepergianmu


It’s Matter how this end...........”
Aku meyakinkan pada diriku berkali kali, membunuh hidup-hidup harapan yang sangat egois melukai diriku sendiri membenamkan semua perasaan yang membuatku begitu keras kepala tetap menunggumu kembali.
Kemarin sore disebuah pantai aku pernah berkata “Kamu itu punya persamaan dengan sunset, sama sama tenggelam pelan pelan..” ucapanku terpotong melihat siluet jingga yang membias pada senja kala itu. Lalu aku meneruskan “....tapi bedanya, sunset muncul kembali esok pagi, sedang kamu tak tau kapan” seketika aku tertunduk. Hanya deburan ombak yang menanggapi pernyataanku saat itu.
Dan tepat hari ini setelah aku melihat kamu dengan yang lain aku simpulkan aku akan menanggapi pernyataanku kemarin sore di pantai bahwasannya “...ternyata kamu bukan tak tau kapan kembali, tapi memang tak akan kembali”  Hening. Dan mirisnya aku sudah kehabisan air mata untuk merayakan kepergianmu.
Karna bukankah sudah tiga bulan pergi yang dengan selama itu aku yang sangat egois memaksakan harapanku menjadi sebuah kenyataan. Dan dengan sangat keras kepala menunggumu dan memaksamu kembali.
Sampai aku menemukan kata yang sangat tak ingin aku ungkapkan, kata “BODOH”.
Ya, BODOH. Aku tak lebih layaknya manusia yang jatuh dan tak punya lagi akal untuk bangun kembali, aku memilih terduduk sakit dan pura pura menahan rasa sakit itu, sampai kehilangan akal sehatku.
Harusnya aku sadar, kamu pergi bukan untuk kembali, tapi kamu pergi untuk benar benar mencari. Mencari yang lain.
Aku BODOH, dengan kesimpulanku sendiri, menerka nerka setiap kalimat yang kamu keluarkan. Menduga duga setiap sikap yang kamu lakukan. Yang  pada akhirnya persepsiku tentangmu selalu salah. Aku hampir salah mendefinisikan segala hal tentangmu, sampai aku seBODOH ini.
 Ini murni kesalahanku.
Maaf, aku sempat lupa. Aku ingkar atas janjiku sendiri yang katanya tak akan menulis cerita apapun tentangmu jika januari ini pada akhirnya kita berakhir,aku harus mengakhiri ceritaku tentangmu. Sekali lagi maaf, aku ingin pura pura lupa saja tentang janjiku yang ini. Pokoknya, aku ingin tetap menulis, apapun hambatannya aku harus tetap menulis. Ini semisal sebuah usaha melupakan. Karna bukankah benar benar berusaha melupakan akan sama hasilnya dengan selalu mengingat. Hasilnya tak akan ada hasil. Jadi kamu tenang saja, tulisanku ini semisal mecari sebuah kesibukan atau bahkan positifnya untuk sebuah perjalan hidupku. Bukan untukmu, bukan untuk KITA yang dulu.
Kamu....
Perjalannku telah tiba pada ujungnya. SELAMAT ! kamu berhasil menghentikan apa yang telah aku mulai. Kamu HEBAT bisa melukai lebih dari orang yang pernah melakukan hal yang sama padaku.
Mungkin bedanya, caramu melukaiku, pelan pelan. Sekali lagi, selamat!
***
Waktu itu sebelum pada akhirnya aku menulis cerita yang dengan sangat konyol aku mengirimkannya padamu. Kamu dengan membuatku sangat gendok menjawab “iya, nanti aa baca ya, di HP nya gak ada MS Word” aku menertawakan diriku sendiri “hahahaha” aku mencela diriku sendiri. Yang pada kenyataaanya sampai Januari hari ke duapuluhtiga setelah kamu memasang display Picture dengan dianya kamu, jawabannya adalah “Kamu tak akan pernah membaca tulisanku, tulisanku tentangmu” ini memang kesimpulan burukku. Tapi kalaupun kamu membacanya, aku pastikan itu tak akan merubah semuanya.
Aku sejenak menghela nafas “fyuhh....” kemudian satu kata keluar dari hatiku “IKHLAS” ya itu yang sedang aku usahakan sekarang. Tak ada hal lain selain berharap aku menjalani hidupku dengan tanpa mengeluh karenamu.
Selepas kepergianmu, aku tak berharap atau bahkan berusaha mencari ada orang lain yang mengobati lukaku, aku terlalu trauma untuk hal ini, seperti  kamu dulu yang  terlalu cepat aku simpulkan bahwa kamu datang untuk mengobati, yang nyatanya untuk membuat luka lebih dalam, dan kembali basah.
Tapi tenag saj, aku memaafkanmu. Karena kenyataanya aku tak bisa menyalahkan diriku sendiri, tak bisa menyalahkan cerita kita, cerita ku dan termasuk tak bisa menyalahkanmu. Ini semisal garis takdir yang harus aku jalani atas pilihanku sendiri.
Aku kalah. Aku gagal. Tapi aku faham Gagal merupakan salah satu dari dua pilihan hasil dari sebuah usaha. Aku tak pernah menyesal telah sejauh ini mengusakan apa yang aku pertahankan. Walau pada akhirnya usahaku berakhir dengan hasil,GAGAL. Tapi setidaknya aku tak hanya diam.
Selepas kepergianmu, doakan aku untuk tetap bisa melanjutkan cerita hidupku. Walau entah kedepannya bagaimana. Trapi aku yakin, aku tahu kemana harusnya aku melangkah.
Kamu....aku terimakasih!
Atas dirimu yang rela menjadi bagian dari ceritaku. Betapapun rumitnya, tetap aku ucapkan terimakasih. Karena, setidaknya kamu pernah ada dimana saat aku bersyukur, tersenyum, bahagia, dan menikmati hidup.
Untukmu, selamat!

Kamis sore, di wifi corner andalan kita

*Dari diriku yang sedang merayakan kepergianmu

Rabu, 18 Januari 2017

SEBUAH CATATAN UNTUK MASA DEPAN


Seharusnya tulisan ku yang ini  aku publish setelah atau ketika ada orang yang serius ingin menjadi teman hidupku nanti.

Aku akan menulis ini suatu saat...
Suatu hari, saat aku merasakan lagi sakit dikakiku, aku sempat berpikir aku takut tidak mampu melakukan banyak hal dengan kakiku. Tak mampu menjaga anak buah dari pertemanan hidup kita, tak mampu menjadi teman terbaik untuk menghabiskan hidupmu, hidup kita. Aku takut.

Kamu tahu, kenapa aku sering menyibukkan diri dulu ketika belum fokus untuk memutuskan hidup denganmu, ah bahkan sekarang ini deneganmu pun aku masih saja ingin menjadi orang sibuk. Kamu tau apa alasannya?

Aku hanya ingin menikmati nikmatnya berjalan, dan memperjalankan kakiku. Kamu tahu aku sempat tak berjalan selama 1-2 tahun. Dan aku tahu rasanya waktu itu 90 % hidupku tak ada artinya. Tapi setelah semuanya kembali walau tak senormal sebelumnya, aku memaksakan diri untuk selau menikmati nikmatnya berjalan. Sampai aku lupa bahwa pada kenyataanya aku sakit, kakiku sakit.

Ini mungkin sedikit tidak tepat, seharusnya aku harus menjaga kesehatan kakiku. Aku harus menikmati dan menyukuri nya dengan cara yang tepat. Aku seharusnya.... aku seharusnya..... aku seharusnya.....

Ah waktu itu aku tak yakin bisa meyakikan semuanya, untuk itulah aku menunggu seseorang untuk menemaniku menghabiskan hidup yang sementara ini. Untuk bisa menjadi pengingat, menjadi penjaga, menjadi penasehat, menjadi teman hidup untuk bersama sama menghidupkan hidupku,hidup yang kelak aku katakan hidup kita.

Dan sampai kamu datang, aku mohon sempurnakan kekuranganku, maaf aku jika aku tak betul betul menyeimbangimu dengan sedikit kelebihanku, tapi setidaknya aku berusaha.
Setidaknya, kita sama sama mengusahakan. Terimakasih




*Catatan untuk masa depan

SURAT PERNYATAAN PERASAAN


Teruntuk dirimu yang sedang berusaha pergi,

Ini mungkin catatan terakhirku tentangmu. Sebelumnya minta maaf. Minta maaf atas segalanya. Atas kata yang sempat aku tuliskan tanpa dipikirkan, atas kalimat menyerah yang nyatanya memunafikkan, atas ego yang terlalu membuatmu muak. Sekali lagi maafkan.
Kamu yang dalam catatanku akrab kupanggil “kamu”, kali ini dalam catatan ini aku akan menyebutmu “Jeje” panggilan yang aku rindukan untuk sekedar menyapamu.

A Jeje.... kamu tahu ancaman stress dalam hidupku saat ini apa? Bukan saat ini maksudku dua bulan kebelakang ini. Itu adalah diasingkan olehmu. Iya. DIASINGKAN.

Kita seperti tak saling mengenal, tak ada lagi kata ‘Selamat pagi’, tak ada lagi ajakan ‘hayu ketemu’, tak ada lagi wifi corner, tak ada lagi mie ayam gratis, tak ada kalimat kalimat lelucon tak penting yang tak jarang membuatku mudah tertawa lepas.

Aku pura pura tak merindukanmu,tapi aku gagal, dan kamu yang menggagalkanku, memang aku sering mengulang ngulang pernyataan bahwa ‘Aku yang mematahkan perasaanku sendiri, aku yang membuka pintu kemunduran hubungan kita, aku yang terlalu bodoh menyakiti diri sendiri dengan kesimpulanku sendiri’. Tapi tetap dibalik pernyataan itu, selalu ada pertanyaan.

Pertanyaan pertanyaan semisal, Adakah terlintas dihatimu tentang mempertahankan? Tentang berusaha menjaga? Tentang memberikan pemahaman? Atau tentang sebuah jawaban yang ku pertanyakan? Semuanya N.I.H.I.L tak ada pernyataan atau pertanyaan  apapun darimu. Tak ada feedback  apapun tentang usahaku yang berusaha memperbaiki.

Aku sedikit sedikit memaksakan memehami, mungkin kamu lelah. Tapi kenapa harus seperti itu? Aku dulu pernah bilang padamu bukan? Tentang orang orang yang melukaiku, dan aku bilang padamu tentang harapan tak ingin mengulangi lagi kejadian yang sama. Dan kamu meyakinkan. Atau ah mungkin hanya aku yang ingat hal ini.

Aku pikir setelah kamu meyakinkan dengan quotes iklan L-MEN yang katanya “TRUST ME, IT WORKS” itu, kamu adalah orang terakhir yang akan menyembuhkan luka.

Memang benar setelah bertahun tahun kita saling mengenal melalui media sosial, baru hampir beberapa bulan kamu sempat meyakinkan hal itu. Dan bodohnya aku, aku baru sadar tentang perasaanku  ketika kamu sudah benar benar menjadi asing kembali. BODOH. Dan aku menyesalinya.

Aku mencoba menenangkan diri, berpikir jernih sampai menyesal, kemudian meminta maaf, kemudian berusaha untuk mencoba kembali, mencoba memperbaiki hubungan, mencoba berusaha mempertahankan, tapi itu sia sia. Kamu benar benar asing.

Sampai aku lelah, aku coba sadar dan menyadarkan diri, aku sudah mulai mundur, sudah mulai berusaha untuk melupakan, sudah aku coba semuanya, semenjak dua bulan membiarkan rindu seprti endapan kopi yang tak akan pernah kau teguk.

Tapi kamu tahu berusaha melupakan hasilnya sama seperti berusaha mempertahankan. Sama sama tak ada hasilnya. Aku bingung entah harus mengalah pada pertahananku, atau mengalah pada hatimu yang memilih berusaha pergi.

Jika benar benar ini tulisan terakhirku tentangmu a jeje...
Aku mohon kamu menanggapinya, dengan sebuah kejelasan. Sebuah kabar. Tapi bukan kabar ‘tidak ada kabar’ bukan kabar ‘tidak jelas’ tapi kabar tentang kejelasan yang berkabar. Aku masih menunggumu sampai akhir januari.

Bukannya aku melankolis, sehingga berharap cerpen ini ada soundtrack lagu berakhir di Januari. Tapi kadang kita memang harus memaksakan menyelesaikan apa yang telah kita mulai bukan? Walau kamu tak merasa kamu pernah memulai suatu hubungan denganku, tapi setidaknya kamu menghentikan yang mungkin sebuah bayangan hubungan yang menurutku pernah kita mulai.

Asal kamu tahu, akhir akhir ini, orang yang dulu pernah melukaiku datang. Memang aku belum menyimpulkan bahwa dia datang untuk kembali. Tapi selintas pikiran itu ada. Tapi sungguh aku tak yakin dia datang untuk menyembuhkan lukaku sekarang, sebab diapun pernah melukaiku. dan bahkan yang ada dalam fikiranku, aku tak yakin kamu akan melukaiku, karna kamu pernah menyembuhkan luka. Dan aku percaya kamu tetap sebagai obat, bukan sebagai racun untuk malah membunuhku.
Yakinku tetap pada kamu, yang diharapkan kembali.

Walau akhirnya aku harus menyediakan dada yang lapang jika pada akhirnya kamu kembali untuk pergi bukan kembali untuk mengobati lagi. Tapi setidaknya kamu pamit, aku benci perpisahan tanpa ucapan selamat tinggal.

Selamat malam!

Kamis, 12 Januari 2017

p r o l o n g ???


“Untuk apa masih disini ? memperpanjang harapan?” tulis Mega dalam lembar terakhir buku catatannya. Kalimatnya seakan langsung memukul hatiku. Iya pukulannya mungkin bisa jadi lebih keras dari pada pukulanmu ke samsak. Seuseuk. Apalagi jika ingat malam kemarin soal salah kirim itu rasanya aku tak perlu menjelaskan perasaanku waktu itu, bagaimana pun aku menjelaskannya itu sudah terlambat karena perahumu sudah berjalan menuju pelabuhan yang lain bukan ? tapi itu baru kemungkinan buruk yang ada dalam fikiranku. Dan sabarnya aku, aku masih 70 % berfikir positif. Aku masih menunggu. Memperpanjang harapan.

Sore ini gelap, awan kumulus menggumpal abu pekat menutupi senja yang seharusnya berseri di sore hari, namun kali ini langit enggan untuk cerah, hujan tak mau. Pun hatiku , aku sudah lelah membasahi pipiku tapi pada nyatanya akupun susah untuk bahagia secara bebas, ada kamu yang menjadi alasanku murung di satu waktu setiap harinya. Itu mungkin kesalahanku.

Walau gelap aku harus tetap menikmatinya, aku berjalan seperti biasa satu km dari kampusku bukan karna ingin hemat tidak ingin naik angkot dua kali, namun alasan utamanya ingin menyibukkan diri memecahkan pikiran pikiranku tentangmu dengan bisingnya suara kendaraan dan mencari hal hal yang menyegarkan hati dan mata. Wkwk

Namun usahaku tetap saja gagal. GAGAL TOTAL. Yang ada sepanjang perjalanan aku malah banyak melihat orang orang yang mirip kamu berlalu lalang, atau sampai aku berbicara dengan diriku sendiri setiap ada motor yang mirip dengan punyamu, dan berpikir itu adalah kamu dan kamu mendadak berhenti didepanku atau menyalakan klakson motormu atau tersenyum atau say hey  atau...... ah ini benar benar kacau.

Aku tak sadar tertawa sendiri menertawakan kegilaanku. Kemudian satu menit dari itu murung kembali, kelabu. Dan rindu.

Aku masih melanjutkan perjalananku, langit yang sedari tadi ditutupi awan kumulus yang abu pekat berganti dengan sitrus yang indah menghiasi oranye senja hari. Cantik.

Aku masuk ke sebuah mini market dengan masih ada bayanganmu sepersekian centi didepan mataku. Aku tiba tiba berhenti di tempat kopi dan lamunanku hinggap pada moment saat aku dibelikan camilan dan kopi dingin pas lagi ngewifi. Dan sampai kopi itu jatuh sedangkan aku masih haus, waktu itu kamu gak tau. Aku senyum sendiri.

Kemudian aku melanjutkan perjalanan dan tanpa disadari aku menikmati lamunanku, aku merekam moment moment kita sampai aku duduk ditempat dimana kita pernah duduk bersama. Aku duduk sejenak dan imajiku masih dipenuhi oleh bayangmu, aku melanjutkan cerita dalam lamunanku, inginku ceritanya kamu datang ke tempat yang sama kemudian menyapaku, duduk kemudian kita mengucapkan kata “maaf” bersama sama. Entah siapa sebenarnya yang harus minta maaf dan siapa yang harus dimaafkan. Atau mungkin cerita kita yang salah ?aku tak peduli siapa yang salah atau cerita kita yang salah. Yang pasti aku bahagia bisa disapamu. Walau itu sebatas imajiku. Aku benar benar kacau hari ini.

Perihal pertanyaan bayanganku mengenai siapa yang salah atau apakah cerita kita yang salah, jikalah memang suatu saat pertanyaan itu keluar dimulutku atau mulutmu. Aku hanya akan diam. Aku benar benar tak ingin membahas cerita ini. Cukup aku yang hidup di cerita nyataku pada epiode ini.

Cukup aku yang masih menunggu, cukup aku yang masih merindu, cukup aku yang memperpanjang harapan. cukup aku, entah sampai bulan keberapa. biarlah, cukup aku.



*salam rindu,dari seseorang yang masih terlupakan 
dari Jingga yang sedang Gila padamu.