Senin, 31 Maret 2014

ketentuan copas

UNTUK PERLOMBAAN, TERDAPAT DARI TINGKAT TK – SMA
PERATURAN LOMBA:
Peraturan Lomba Mewarnai:    
  • Diikuti peserta di tingkat TK
  • Perwakilan setiap sekolah maksimal 5 orang
  • Peserta datang dengan menggunakan busana muslim & alas kaki bebas pantas
  • Membawa alat warna (bebas) dan meja lipat masing-masing
  • Datang minimal 15 menit untuk registrasi ulang
  • Peserta akan dibagikan nomor urut & menempati tempat duduk yang telah ditentukan oleh panitia
  • Pendamping/pengantar dilarang memasuki ruang lomba
  • Durasi lomba mewarnai : 1,5 jam
  • Bagi peserta yang terlambat dari waktu yang ditetapkan, tidak ada penambahan waktu bagi peserta tersebut.
  • Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat
  • Hal Hal Yang di nilai dalam lomba Mewarnai:
    • Ketepatan Memadukan Warna
    • Kerapihan
    • Keindahan
Peraturan Lomba Busana Muslim
  • Di ikuti peserta tingkat TK
  • Menggunakan busana yang Syar’I & Tidak berlebihan
  • Tidak menggunakan make up yang berlebihan
  • Peserta datang dengan menggunakan busana muslim & alas kaki bebas pantas
  • Datang minimal 15 menit untuk registrasi ulang
  • Peserta mendapatkan nomor urut dan maju ke panggung berdasarkan nomor urut
  • Peserta di panggil sebanyak 3x, jika peserta tidak maju maka akan di lanjutkan ke nomor berikutnya dan di ulang urutan terakhir
  • Bentuk panggung menyerupai huruf T
  • Hal Hal yang di nilai dalam Lomba Busana Muslim
    • Kemiripan dengan karakter asli (kostum sesuai utk anak TK, tdk berlebihan)
    • Kebebasan gerak dalam kostum
    • Detaik kostum & aksesoris
    • Kelincahan & ekspresi
Peraturan Lomba Tartil
  • Diikuti peserta di tingkat SD
  • Perwakilan setiap sekolah maksimal 2 orang
  • Peserta datang dengan menggunakan busana muslim & alas kaki bebas pantas
  • Datang minimal 15 menit sebelum lomba dimulai untuk registrasi ulang
  • Peserta akan dibagikan nomor urut & akan dipanggil sesuai nomor urut tersebut
  • Ayat yang dibaca adalah QS. Al – Luqman : 12-15
  • Peserta di panggil sebanyak 3 x,jika peserta tidak maju maka akan di lanjutkan ke nomor berikutnya dan di ulang urutan terakhir
  • Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat
  • Hal Hal yang di nilai dalam Lomba Tartil
    • Makhraj huruf/tajwid
    • Kelancaran
    • Keindahan
Peraturan Lomba Dacil
  • Diikuti peserta di tingkat SD
  • Perwakilan setiap sekolah maksimal 2 orang
  • Peserta datang dengan menggunakan busana muslim & alas kaki bebas pantas
  • Datang minimal 15 menit sebelum lomba dimulai untuk registrasi ulang
  • Tema materi yang disampaikan:  Cinta Rasulullah
  • Peserta akan dibagikan nomor urut & akan dipanggil sesuai nomor urut tersebut
  • Peserta menyampaikan materi tanpa menggunakan teks
  • Penyampaian materi berdurasi  7 -10 menit
  • Peserta di panggil sebanyak 3 x,jika peserta tidak maju maka akan di lanjutkan ke nomor berikutnya dan di ulang urutan terakhir
  • Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat
  • Hal hal yang di nilai dalam Lomba Dacil
    • Teknik/Intonasi/Vokal
    • Penguasaan Materi
    • Gestur/Ekspresi
    • Sikap
Peraturan Lomba Kaligrafi
  • Diikuti peserta di tingkat SMP (muslim)
  • Perwakilan setiap sekolah maksimal  2 orang
  • Membawa perlengkapan menggambar dan alat mewarnai(bebas) masing-masing
  • Datang minimal 15 menit sebelum lomba dimulai untuk registrasi ulang
  • Kertas disediakan oleh panitia
  • Yang di warnai adalah lafadz asmaul husna “Asy Syakur” dengan kertas ukuran A4 (disediakan Panitia)
  • Peserta tidak diperkenankan membawa contoh
  • Durasi lomba kaligrafi: 2 jam
  • boleh menambah gambar tambahan di kertas yang disediakan
  • Bagi peserta  yang  terlambat dari waktu  yang  ditetapkan, tidak ada penambahan waktu bagi peserta tersebut
  • Dilarang membawa makanan kedalam area lomba kecuali air mineral
  • Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat
  • Hal hal yang dinilai dalam Lomba Kaligrafi
    • Kaidah
    • Keindahan dan  Kombinasi Warna
    • Kerapihan dan Kebersihan
    • Hiasan dan Ornamen
Peraturan Lomba Adzan
  • Diikuti peserta di Tingkat SMP (muslim)
  • Diikuti oleh siswa putra
  • Perwakilan setiap sekolah maksimal 2 orang
  • Datang minimal 15 menit sebelum lomba dimulai untuk registrasi ulang
  • Materi tambahan : membaca doa setelah adzan
  • Hal hal yang di nilai dalam Lomba Adzan
  • Makhraj dan Tajwid
  • Lagu
  • Adab
Peraturan Lomba Mading
  • Diikuti peserta di tingkat SMA
  • Perwakilan setiap sekolah maksimal 2 tim dan masing – masing tim maksimal terdiri dari 5 orang
  • Peserta datang dengan menggunakan busana muslim & alas kaki bebas pantas
  • Datang minimal 15 menit sebelum perlombaan untuk registrasi ulang
  • Mading diserahkan kepada panitia dalam keadaan jadi pada hari H lomba
  • Ukuran papan mading 1×1 m
  • Mading Islami bertemakan Perkembangan Islam di Benua Eropa
  • Dana yang dipergunakan selama proses pembuatan maksimal Rp 100.000,-
  • Diutamakan menggunakan material Recycle
  • Mencantumkan daftar pustaka
  • Tidak diperbolehkan menggunakan Styrofoam
  • Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat
  • Hal hal yang di nilai dalam Lomba Mading
    • Isi dan Materi
    • Keindahan
    • Kerapihan dan Kebersihan
Peraturan Lomba Cerpen
  • Diikuti peserta tingkat SMA
  • Perwakilan setiap sekolah maksimal 5 orang
  • Peserta datang dengan menggunakan busana muslim & alas kaki bebas pantas
  • Datang minimal 15 menit sebelum perlombaan untuk registrasi ulang
  • Cerpen yang dibuat bertemakan “Indahnya Persaudaraan”
  • Cerpen dibuat di sekolah SMAN 1 Balikpapan
  • Penulisan Cerpen dilakukan di lokasi lomba dan diberi waktu selama 2 jam dengan menggunakan laptop
  • Menggunakan ukuran kertas A4, dengan font Times New Roman ukuran 12, dan line spacing 1.5
  • Jumlah kata maksimal 1000 kata
  • Tidak diperbolehkan adanya data-data yang berhubungan dengan penulisan cerpen
  • Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat
  • Hal hal yang nilai dalam lomba Cerpen
    • Isi Cerita
    • Ejaan Yang Disempurnakan
    • Kaidah Penulisan
    • Kreatifitas Pengolahan
    • Kedalaman Pesan
Sanksi Sanksi
  • Menggangu / Merugikan  Peserta Lain = Diskualifikasi
  • Berbuat Curang = Pengurangan Point  (Jika kecurangan di anggap terlalu berat maka akan di diskualifikasi)

ketentuan copas

Ketentuan dan Kriteria Penilaian Perlombaan  
ketentuan Umum :
  1. Peserta wajib melakukan pendaftaran ulang sebelum lomba di laksanakan untuk mendapatkan no.urut peserta.
  2. Peserta wajib hadir 15 menit sebelum perlombaan di mulai.
  3. Berbusana muslim yang rapi dan sopan.
1.  Lomba Pildacil
  1. Peserta terdiri dari siswa  SD (sederajat)
  2. Biaya pendaftaran Rp 10.000/orang
  3. Batas waktu penampilan peserta minimal 7 menit maksimal 10 menit.
    Peserta harus memilih salah satu judul/tema yang telah di sediakan panitia. Yaitu :
  • Ramadhan
  • Bersyukur
  • Anak Shaleh
Kriteria Penilaian Lomba : 
  1. Etika (Adab)
  2. Isi materi ceramah,
  3. Penguasaan panggung
  4. Etika berbusana
2. Lomba Tahfidz
  1. Peserta terdiri dari siswa SD (sederajat)
  2. Soal yang diberikan merupakan juz 30.
  3. Peserta akan diberikan soal berupa surat tertentu yang harus dihafalkan dan akan diberikan secara acak.
  •  Surat Al 'ala
  •  Surat Ad-Dhuha
  • Surat At-Tin
  • Surat As-Syams
  • Surat Al-Lail
Peserta tidak diperkenankan membawa Al-Qur’an pada saat pelaksanaan lomba.
Biaya pendaftaran Rp 10.000/orang

Kriteria Penilaian Lomba : 
  1. Tajwid
  2. Makharijul Huruf (Kefasihan)
  3. Kelancaran
  4. Irama
  5. Adab
 3. Lomba Kaligrafi
  1. Peserta terdiri dari siswa SD (sederajat)
  2. Untuk tema  tidak ditentukan oleh Panitia (bebas).
  3. Tiap peserta harus  membawa perlengkapan lengkap untuk menggambar kecuali kertas menggambar disediakan oleh panitia.
  4. Alat untuk mewarnai bebas diserahkan kepada peserta.
  Biaya pendaftaran Rp 10.000/orang.

 Kriteria Penilaian Lomba : 
  1. Kesesuaian  warna dengan gambar
  2. Kerapian
  3. Keindahan
4. Lomba Mewarnai
  1. Peserta terdiri dari siswa TK
  2. Untuk tema mewarnai ditentukan oleh panitia.
  3. Peserta diberikan waktu selama 60 menit untuk mewarnai.
  4. Tiap peserta harus  membawa perlengkapan lengkap untuk mewarnai
  5. Alat untuk mewarnai bebas diserahkan kepada peserta
  6. Biaya pendaftaran Rp 10.000/orang

  Kriteria Penilaian Lomba :
  1. Kesesuaian  warna dengan gambar
  2. Kerapian
  3. Keindahan
5.  Lomba Fashion Show Busana Muslim
  1. Peserta terdiri dari siswa TK
  2. Peserta diperbolehkan memakai make up tetapi tidak mempengaruhi nilai.
  3. Biaya pendaftaran Rp 10.000/orang.
  4. Menggunakan busana yang Syar’I & Tidak berlebihan
  5. Tidak menggunakan make up yang berlebihan
  6. Peserta datang dengan menggunakan busana muslim & alas kaki bebas pantas
  7. Datang minimal 15 menit untuk registrasi ulang
  8. Peserta mendapatkan nomor urut dan maju ke panggung berdasarkan nomor urut
  9. Peserta di panggil sebanyak 3x, jika peserta tidak maju maka akan di lanjutkan ke nomor berikutnya dan di ulang urutan terakhir.
 Kriteria Penilaian Lomba :
  1. Model dan kesesuaian warna busana
  2. Aksesoris
  3. Body Language
  4. Gaya dan ekspresi

6. Lomba Hafalan Do'a Sehari - hari
  1. Peserta terdiri dari siswa TK (sederajat)
  2. Do'a Yang Harus di hafal di tentukan oleh panitia.
  3. Peserta akan diberikan soal berupa do'a tertentu yang harus dihafalkan dan akan diberikan secara acak.
  4. Peserta tidak diperkenankan membawa Al-Qur’an pada saat pelaksanaan lomba. 
  5. Biaya pendaftaran Rp 10.000/orang
  Kriteria Penilaian Lomba :

  1. Tajwid
  2. Makharijul Huruf (Kefasihan)
  3. Kelancaran
  4. Irama
  5. Adab
 
 Teknik Perlombaan

Anaphalis Javanica

be glad.....



tau kannnn Bahagia itu sederhana ? itu malah sudah menjadi kata kata yang biasa didengar....
memang kenyataanya seperti itu....
hanya karna berkumpul bersama sahabat,canda tawa bersama it make me glad :)
aku rasa ini tuh rasa yang umum ... hanya saja banyak orang yang tidak menikmatinya...

aku pernah bilang HIDUP ITU Yaaa APA YANG KITA NIKMATI dalam HIDUP kita! 
Yang pasti BAHAGIA!!! 
okeyyy SUKSES itu BAHAGIA.. Tapi BAHAGIA jauhhhhh lebih SUKSES..
dan Aku bahagia dengan apa yang aku nikmati saat ini....
yaitu...
"HIDUP"

Rabu, 12 Maret 2014

conto carpon

Galindeng Fatimah

Ku: Iwan Setiawan
Ari kasebut mindeng mah henteu ngimaman teh. Teuing kumaha, sok rada merod hate. Mun aya batur keneh mah, sok ngahaturkeun we. Kajaba mun geus taya pisan nu daek-pareng ustad-ustad nu biasa aya halangan, heg teu ka masjid-kakara sok maksakeun maju. Ku dihayoh-hayoh tea pangpangna mah ku batur, da dianggap rada bisa, ceuk pamikir maranehna.
Mimitina mah asa biasa wae babacaan teh. Lebah ngalapadkeun fatihah jeung surat sejenna, ah da sabenerna ti bubudak ge jaman keur ngaji osok dites ku guru ngaji, taya kajadian nanaon. Malah dites ngimaman sagala jeung papada budak. Sumawonna geumpeur, da tara. Ongkoh kuring teh da guru. Unggal poe nyarita hareupeun murid atawa orang tua muridna, maenya rek kasima kitu bae.
Ngan nu jadi pikiran teh lebah ngalapadkeun fatihah, bet sok asa-asa. Lain asa-asa pedah ngagorolangkeunana. Ieu mah asa-asa teh, pedah mun ngimaman lagam teh sok ngaleok ka lebah dinya. Ka lebah lagam fatihah nu asa wawuh. (Duka ari kitu ebat henteu nya? Mudah-mudahan we teu matak ngabarubah kana solat nu lian, nu harita ngaamum!)
Sidik lain lagam kuring! Tapi mani asa geus wawuh pisan jeung hate. Asa mindeng galindengna nyerep kana ceuli batin. Bet panasaran, ku hayang nyobaan lebah fatihah teh make lagam nu lian. Make lagam imam-imam nu pernah kadenge. Naha lagam H. Abdullah atawa lagam Ustad Rojik kitu lah nu remen kadenge mun ngamum shalat Magrib. Atawa lagam Abah Amin mun pareng mareng salat Subuh. Hih, da hese we. Leokna teh kana lagam eta deui bae.
Pareng berjamaah jeung anak pamajikan di imah. Leok teh angger ka dinya. Asa geus napel pisan kana letah. Tapi ari keur maca fatihah waktu dina riungan mah, mun hadoroh atawa tawasul, ah biasa we lagam (akuan) sorangan nu ngagerenggeng teh. Asa teu pungpar-pengpar kana lagam nu sok datang mun wanci shalat berjamaah tea.
Bet tuluy dicobaan dijojoan. Naha di lembur kitu? Rarasaan Ustad Aceng, da... lain kitu! Pa Entis, komo... beda pisan! Keur kuliah asa teu mungkin. Kapan imamna ge gunta-ganti tiap jumaahan mah. Atuh anu sok ngimaman magrib asa teu timu, ku teu mindeng tea salat magrib di kampus, mun teu sakalieun aya kagiatan mah nu tuluy ngendong di himpunan.
Weleh teu inget!
Pilageuhan ditanyakeun ka pamajikan. Sugan we apaleun kana eta lagam tea. Pamajikan seuri mimitina mah.
"Sok nu lain-lain wae akang mah. Nu kitu bae jadi bahan pikiran," pokna teh.
"Ih, lain kitu, Nyi! Akang mah sok hayang apal we, naha mani napel-napel teuing lagam eta teh. Nyai ge meureun ngarasa, mun urang berjamaah. Akang sok ngahaja lagam teu hayang lagam sorangan, tapi asa ku hese. Leokna teh ka dinya deui ka dinya deui. Kawas geus asa lagam sorangan bae. Tapi, akang keukeuh. Eta lain lagam akang! Na ku asa mangaruhan pisan!" kuring ngajelaskeun ka pamajikan.
Dikitukeun pamajikan teh serius ayeuna mah. Tapi ari palebah ditanya raratan mah kalah gideug, pamajikan teh!
"Haji Nanang mah da teu kitu lagamna!" pokna kawas ngomong sorangan, "Ari akang mah da asa teu kungsi masantren lin?" manehna tumanya kalawan daria.
"Teu kungsi ari masantren mah. Mun ngaji mah da ti bubudak. Mimiti di Pa Udin, urang Babakan. Ti dinya ka Pa Haji Oman, da Pa Udinna ngalih bumina. Terus ka Pa Haji Kurdi lilana mah, tepi ka SMA kelas hiji asana. Meh opat taun," cekeng teh.
"Cobi emut-emut, di antara eta aya henteu nu lagamna kitu?"
Kuring ngahuleng sawatara kedapan. Asa kateuteuari sabenerna mah, kokotetengan neangan lagam boga saha. Sidik da lagam nu nyerep ka kuring teh teu kawas lagam ahli qiroat anu mahroj jeung laguna leuwih nikmat. Ieu mah da biasa, ngan pedah has doang jeung ku hese leupas tina letah ngimaman kuring, panasaranana teh.
"Kumaha, Kang? Aya emutan ka saha-sahana? Sugan ka... Pa Haji Kurdi! Pan lami akang ngadon ngaos di dinya teh," pamajikan beuki daria.
"Asa teu inget saeutik ge kana lagam anjeunna mah! Komo kasebutna jarang ngimamanna, da sok heuleut-heuleutan. Tilu poe aya, tilu poe teu aya."
"Naha? Sanes masjid eta ge kagunganana?" pamajikan panasaran.
"Enta. Ari cenah mah mun kitu teh nuju giliran ka istrina nu hiji deui. Puguh akang ge sok hayang seuri mun inget ka lebah dinya. Mudah-mudahan ieu mah lain rek ngomongkeun goreng. Enya, abong keur budak. Aneh memang ku harita. Keur budak, padahal geus SMP harita teh. Ku naon bet teu ngarti ku kecap giliran teh.
Matak basa Pa Haji Kurdi nuju teu aya, Akang kalawan polos nanyakeun ka Bu Haji. Ku geus teu asa-asa pangpangna mah. Bu Hajina kawas nu teu nganggap batur ongkoh ka nu ngaraji di dinya teh, kawas incuna. Dina dicarekan atawa dibere naon nu urusan jeung ngaji, tara dibeda-beda. Komo ka Akang nu sasatna murid kadeudeuh. Da mun naon-naon teh, ‘Tuh kawas... Asep!', ‘Conto atuh... Asep!' paribasana teh. Nepi ka si Marno mah nu harita ngajina dialeu-aleu, dibentak sagala ku Bu Haji teh. Tong sok dialeu-aleu, pajar teh. Leuheung mun siga... Asep! Mani rebeh irung akang teh harita," kuring seuri nyakakak inget ka lebah dinya teh.
"Keur mah rebeh ongkoh akang mah!" pamajikan seuri ngengklokan.
"Enya, sih nu mancung!" cekeng teh, bari meungpeuk irung pamajikan.
Pamajikan kalah beuki nyikikik nepi ka seeleun.
"Geus, ah! Terusna kumaha?" pamajikan museurkeun deui obrolan.
"Bu Haji ngambekna mah, eta meureun lain jadi alus dialeu-aleu teh si Marno mah, kalah ka ngabaribinan. Keur mah si eta mah rada pupujieun deuih!
Tah, harita akang nanyakeun teh polos pisan. Maklum keur budak ieuh! Ceuk akang teh, Bu Haji ari Pa Haji teh giliran ngimaman di masjid mana? Rarasaan mah biasa eta pananya teh. Maklum tadi ge, keur budak ieuh! Atuh babaturan papantaran ge nu sarua teu apal, biasa we kawas nu rek ngabandungan. Atuh barudak saluhureun, model Teh Aneng jeung Ceu Ade sareuri. Sok sanajan kawasna, mun kaperhatikeun mah nu duanana teh sareurina beda. Rada dipengkek. Lain seuri nu biasa. Taksiran teh kagugu ku pananya akang we (nu calakan!).
Na ari kowowong teh Ma Ojah, nu harita keur ngaderes jeung ibu-ibu sejenna. Tayohna ngadangueun pertanyaan akang, ngojengkang ka palebah tempat barudak ngaraji. Nyarekan lak-lak dasar. Na Asep, siah! Kawas euweuh tanyakeuneun deui. Dibejakeun siah ka si indung maneh!
Akang tibang olohok we! Da teu ngarti. Duka tah, peuting harita nasib tungtungna pangajian, da rek ngaji pisan harita teh. Akang poho deui, naha harita dilaporkeun ka Si Ema atawa henteu? Akang teu inget,"
Pamajikan cirambay ngadenge dongeng kitu teh. Seuri nyeuleukeuteuk salila-lila.
"Ahirna mah nyaho ti Teh Aneng perkara ‘gilir' tea teh, najan bingung ngimaman. Kade bisi salah harti deuih, Nyai ge!" kuring nyalenggor heula.
"Moal. Manasina Akang!" tembal pamajikan nu masih keneh nyesakeun seurina.
"Meureun Mang Adin, Pa Adi, jeung... Mang Uju asana nu sok ngagantian teh!" tembal kuring, bari nginget-nginget kabehanana.
"Mang Adin lebah lagam teu katara teuing. Kitu deui Pa Adi, da mun aya Mang Uju mah... Ya Allah! Mang Uju lagam eta teh! Gusti, naha akang mani poho-poho teuing. Ehm, dosa Gusti...!" hate muriding.
"Saha, Kang? Mang... U...ju...! Mang Uju mana?" pamajikan kageteun ningali paroman kuring nu ngagentak robah.
"Ehm, Gusti... Alhamdulillah! Kapendak geuning eta lagam teh. Lagam Mang Uju. Mang Uju akina si Cecep, nu ngojeg di parapatan. Masya Allah! Bet geuning lagam Mang Uju nu nyerep teh! Mang Uju pisan nu sering ngimaman mun Pa Haji Kurdi teu aya teh."
Kuring gura-giru ningali jam, tuluy ngajakan salat ka pamajikan.
"Geus Isa lin ieu teh? Hayu Nyi, urang Isa heula!"
Teu talangke deker bae solat Isa. Kuring ngimaman, pamajikan amumna. Asa beda lebah maca fatihah teh. Beuki atra karasana galindeng fatihah Mang Uju. Ku nikmat harita solat jeung ngagalindengkeun fatihahna. Teu karasa cimata reumbay. Reres solat, tuluy hadoroh. Hususon ditujulkeun ka Mang Uju. Malah mandar anjeunna ditampi ku Allah SWT, kalawan kenging tempat anu mulya. Amin.

**

"Mang Uju teh bisa disebutkeun asisten meureun pikeun Pa Haji Kurdi mah. Mun pareng ‘gilir' teh, nya Mang Uju nu ngimaman. Duka pedah geus dianggap ‘asisten' ku Pa Haji Kurdi, anjeunna sok wani haok hamprong ka barudak anu garandeng, boh nu solatna heureuy, boh keur ngaji ngadon pahibut. Tampolana leuwih keras tibatan Pa Haji Kurdi. Ari barudak, ku Pa Haji Kurdi mah sieun sakali ngagebes ge. Ari ku Mang Uju mah kawas nu teu sieun, anehna teh. Malah deukeut-deukeut ka ngalunjak.
Kituna mah incuna, enya Si Cecep nu ngojeg tea. Sok ngalelewe mun dicarekan ku akina teh. Atuh antukna nu sejen ge nya kitu tea. Malah sok padangageuhgeuykeun saprak aya kajadian anjeunna katinggang panakol bedug."
"Na kumaha mimitina, bet katinggang ku panakol bedug sagala?" pamajikan heraneun. Na disimpenna di mana cenah meureun panakol teh, bet bisa ninggang, da biasana panakol mah disimpenna sok di jero kohkol. Mun henteu, di jero kuluwung bedugna.
"Maklum budak. Lengger teh kabina-bina. Mun tas solat Isa teh sok paheula-heula balik. Berebet lumpat bari cocorowokan. Teu bina we ayeuna ge kitu di masjid urang. Ninggang di Si Cecep, incuna Mang Uju tea. Manehna mah panglenggerrna enyaan.
Mun teu salah, basa rek asup rokaat ka opat, manehna ngolesed heula ka handap. Da masjid teh ayana di luhur, di loteng. Di handap teh aya dua panto. Nu hiji paragi ka jero imah, nu hiji deui paragi kaluar masjid jeung tempat neundeun bedug. Jadi mun nakol bedug teh karasa eundeurna ka luhur. Minangka ka luarna sora ngarah kadenge ku masarakat mah, aya jandela leutik anu nampeu kana bujur bedug. Tah, panto nu ka luar eta, kabeneran mukana ka jero. Ngahaja kawasna dipelengekeun saeutik. Di luhurna, antara kusen jeung panto diteundeun panakol bedug. Jadi saha nu muka pangheulana, eta nu katinggang.
Seug harita Pa Haji Kurdi beres solat teu kaburu ngahulag, supaya ulah ingkah sakumaha biasa, kawasna sejen carita teh. Atuh barudak, waktu dihulag supaya ulah waka kaluar ti masjid, da aya nu rek ditepikeun, kabeh ge caricing.
Tah harita pisan Mang Uju, cenah ceuk dongeng Teh Aneng ti indungna nu milu ngarubung-rubung, hayang ka cai heula. Gura-giru kaluar. Na..., da! Ari muka panto kawasna, ari goak teh sada Mang Uju ngagoak. Kabeh ge taya nu teu reuwas. Sugan teh aya naon we, iwal ti Si Cecep, incuna nu lengger tea, nu tangtu apal pisan kana naon nu kajadian. Sasat manehna nu boga dosana. Da gurudug we harita keneh muru akina. Nu sejen nuturkeun, kaasup akang. Katenjo teh, Mang Uju keur haharegungan we.
Disarambat ku nu karolot. Ngajendol pisan lebah emun-emunanana. Najan make kopeah ge, kasebutna kopeah haji mah, beda jeung kopeah biasa.
Peuting isukna. Koredas kabeh dicarekan ku Pa Haji Kurdi, kaasup Si Cecep pisan. Sakumaha hayang seuri ge barudak, nu harita inget kana kajadianana, merengek piseurieun barudak teh. Da eta, Pa Haji Kurdi katawisna bendu pisan, sarta Mang Ujuna oge aya, sami nuju bendu. Seug Si Cecep lain incuna, duka!
Ti harita beuki galak bae ka barudak. Barudak ge loba nu teu resepeun, kaasup akang pisan! Ehm, geuning! Sakumaha akang teu resep harita, elmuna mah bet nyangsang pisan nepi ka ayeuna.
Ingetan, Nyai! Mun urang balik ka lembur, urang nyimpang heula ka kuburanana. Akang perlu menta hampura jeung hayang ngagalindengkeun fatihah luhureun kuburanana."
Mun pareng aya umur mah. ***
sumber : lupa

conto carpon

Carpon Kang Sabri Leungiteun Kalangkang

Ads by Google
iklan

Contoh Carpon Bahasa / Basa Sunda Ciptaan Mamat Sasmita

KANG SABRI LEUNGITEUN KALANGKANG



Ku : MAMAT SASMITA

Poe Saptu isuk isuk Kang Sabri geus saged, ti mimiti meresihan motor, meresihan jeket, jeung bebekelan, enya mawa timbel.
Poe ieu poe Saptu, biasana sok marema, da pagawe pabrik sok loba nu baralik ka lemburna.
“Akang kahade anteurkeun heula si Sujang ka sakola…”
“Heug….geus mandi encan si Sujangna..?”
“Enggeus,….keur dibaju heula…!”
Satengah tujuh, Kang Sabri geus ngadius, bari ngabonceng anakna, rek dianteur heula ka sakola.
“Balikna mah leumpang we Sujang, tong hayang dijemput sagala, pan ieu teh pos Saptu sok marema ojeg teh.”
Si Sujang unggeuk.

Enyaan we marema ojeg teh, nepi ka jam 10 teh Kang Sabri geus narik opat balikan, malah aya nu rada onjoy sagala da menta di tarik ka Sawah Gede, teu wudu mayarna rada gede.
Kira kira keur poe manceran, aya budak awewe nu menta dianteurkeun, teu loba tatanya deui Kang Sabri langsung nyanggupan, motor dihirupan, budak awewe diuk di tukang, geuleuyeung motor indit.
Palebah jalan anu lenglang, budak awewe ngagerewek, hayang eureun.
“Eureun Kang,…kuring mah rek turun didieu we,….”
Puguh we Kang Sabri kaget, motor dierem disakalikeun, motor meh mehan ngagaleong.
“Kunaon Nyai….kapan jauh keneh….”
“Embung ….kuring mah kajeun leumpang we….”
“Naha Nyai…?”
Si Nyai bibirigidigan, bari nunjuk kana motor.
“Eta…motor…jeung awak akang euweuh kalangkangan…”
Astagfirullah……Kang Sabri sababaraha kali istigfar, bari jeung rurat reret kana motor jeung awakna, enya geuning dirina teh euweuh kalangkangan, padahal harita panas poe ereng erengan.
Sajongjongan Kang Sabri ukur ngahuleng, bareuheudeun, teu ucap salemek lemek acan.
Si Nyai anu tadi di bonceng geus leumpang miheulaan, malah siga nu lumpat duka teuing sieuneun duka teuing kumaha pikiranana.
Awak Kang Sabri asa leuleus lir di pupul bayu, teu kuat nangtung, manehna ngalungsar sisi jalan, atuh motor tetep ngabagug, pikiran baluweng naha bet kieu.
Geus rada leler tina kareuwasna, jung nangtung, bari tetep alak ilik kana dirina, teu poho nyabakan motor, enya euweuh kalangkangan.
Lahlahan motor dihirupkeun deui, hirup saperti biasa, euweuh kakuranganana, terus ditumpakan, ngadius balik deui, bari nyemprung tumpak motor pikiran uleng naha, kunaon ieu teh….., leong motor dipengkolkeun ka sakola si Sujang, sugan geus bubar sakolana, sakalian rek dijemput.
Enya barang nepi ka buruan sakola si Sujang keur leumpang, bari cacamuilan ngadahar cilok,…” Sujang…buru buru naek, urang balik…”
Si Sujang atoheun nu aya, atuh buru buru ngajleng kana pangboncengan, motor ngadius balik ka imah, sajajalan Kang Sabri teu weleh rurat reret ka jalan ningalian kalangkang, heueuh nu kaciri teh ngan kalangkang awak si Sujang siga nu ngadaplok teu puguh , dina hatena Kang Sabri sababaraha kali istigfar, paingan si Nyai nu tadi dianteurkeun ngajleng embung dibonceng, da enya ningali kitu mah bet asa ningnang.

Sanepina ka imah, kang Sabri neundeun motor dinu iuh, dipipir imah, atuh manehna langsung asup ka enggon, ngabebengkang awak nangkarak bari panon ngaherang. Ti pipir imah kadenge pamajikanana ngagorowok…” Naha Sujang wayah kieu geus balik..?”,
“Har …kapan tereh da di jemput ku bapa…!”
“Kutan, maneh di jemput ku bapa, na bapa na kamana ayeuna..?”
“Aya di jero…”

Ningali Kang Sabri nu ngabebengkang kitu, puguh we pamajikanana reuwaseun.
“Kunaon kang…gering..?”
“Hemh..” ukur kitu kang Sabri ngawarona.
Teu lila ti harita Kang Sabri nguniang hudang “ Nyi..Akang deuk ka Pa Mantri heula…”
“Deuk ka Pa Mantri wayah kieu….wayah kieu mah di Puskesmas keneh atuh…., ku naon kang gering..?”, bari ngomong kitu teh leungeuna ngaragamang kana tarang kang Sabri, nyampa bisi panas.
“Ah henteu,…ngan ieu awak asa lalungse..!” bari dug ngedeng deui.
“ Ngopi atuh…!”
“ Heueuh pang nyieunkeun atuh….”
Pamajikanana ngaleos kadapur…” make gula kawung atawa gula bodas kang…?”
“Gula bodas we….ambih nyerep amisna..!”

Bari ngararasakeun ngeunahna cikopi, Kang Sabri uleng mikiran naha bet aing teu boga kalangkang, da rarasaanana mah euweuh nu karasa, boh rieut, boh pegel linu atawa naon we nu kasebutna gering, awak jagjag waringkas atuh pipikiran teu teu owah, ieu ge yeuh cai kopi rasana sarua jeung cai kopi nu karasa kamari, atuh sora budak, sora si Sujang sarua siga kamari teu beda dedengean, hiliwirna angin tina jandela karasana sarua matak seger kana awak, atuh tetenjoan kitu keneh.
Beak cikopi sagelas karasa awak leuwih seger, Kang Sabri cengkat, alak ilik kana beker, leuh lohor meh ahir, gura giru ka cai, teu ka pancuran siga biasana, wudu ukur dupipir caina tina kele, karasa tiis nyecep.
Sholat kalawan husu, ati gembleng pasrah ka Mantena, teu daya teu upaya anging Allah nu kawasa, nyanggakeun kana kersaNa.

“Kang geura dahar atuh….bisi geringna katutuluyan….” ceuk pamajikanana ti dapur.
Di dapur dahareun geus nyampak, indungna si Sujang kaprak keprek keur ngakeul sangu, dina piring kaciri aya pais lele kaambeu melenghir seungit surawungna, dahar teu pati mirasa, biasana mah ari aya pais lele teh meh mehan parebut jeung si Sujang, da pangabeuki nurun ka bapa, sarua segutna kana pais lele teh.
“Geuning ancin kang…?”
Kang Sabri teu ngajawab, sanggeus kokocok leungeun anggur melenyun udud.
“Tuh timbel nu tadi ge aya keneh dina motor, can kacabak…”
Ceuk gerentes hatena …naha aing mending ngomong ka indungna si Sujang kitu, naha rek percayaeun manehna, ma enya ku aing kudu dituyun ka hareupeun imah ngadon papanasan, naha moal matak ear….beu…….
Beak roko sabatang manehna ngagoledag deui.
“Ari si Sujang kamana…?”
“Cikeneh mah aya…!”
“Cik geroan sina kadieu pang meulikeun roko kituh…”
“Sujang…kadieu, ieu bapa pang meulikeun roko…”
Sabenerna mah lain hayang hayang teuing dipangmeulikeun roko, nu puguh mah hayang nyaho naha si Sujang nyahoeun atawa henteu yen awak jeung motor manehna euweuh kalangkangan.
“Roko naon bapa jeung kaman meulina..?”
“Roko keretek, ka warung Ua maneh..”
“Sujang…ari maneh geus bisa kana motor…?”
Ditanya kitu teh si Sujang ukur ngaheheh.
“Eta tuda tadi waktu di bonceng mani sakitu tipepereketna, ke geus gede maneh kudu bisa, sahenteuna bisa nalangan bapa, bisi bapa gering, ari tadi basa dibonceng teh genah…?”
“ Nya genah atuh Pa….ngararasakeun angin kana ceuli..ngahiuk,….”
“Eta sugan teu rarat reret kana taneuh, titincakeun ban…”
“Henteu..peureum we da…”
“Heueuh atuh…ngan lamun geus gede heug mawa motor, kahade kudu ningali jalan titincakan, jeung ulah peureum…bisi ngagaleong.”
Alhamdulillah, si Sujang teu nyahoeun, gerentes hatena.

Sholat asar jeung sholat magrib teh husu pisan, make jeung ngaberebey cimata sagala, atuh ngadoa ge mani lila, anu biasana mah cong cong leos tea, harita mah kabeh sagala doa nu apal digerenteskeun.

Bada magrib leos indit ka imahna Pa Mantri, niat teh hayang dipariksa we bisi aya nu aneh dina awak, sugan ari ku mantri kasehatan mah kapanggih sabab sababna, rek balaka we, tibatan jadi bangbaluh, da geus puguh ari ukur dipikiran ku sorangan mah euweuh hasilna.
Jrut turun ti imah teh make ngucap bismilah heula nu kacida tartibna, atuh sapanajang jalan anu geus mimiti poek babacaan sabisa bisa.

Kabeneran Pa Mantri keur aya, malah kacirina mah kakara jol, da siga can ucul ucul, masih keneh make pakean saragem.
“Aya naon Jang Sabri,…asa sisinarieun ieu teh…” kitu teh bari sur sor silih asongkeun leungeun sasalaman, dina korsi sareretan Kang Sobri ningali kalangkang leungeun sorangan, ngan can pati bleg kalangkang aya riak riak siga kalangkang kaca, ter hatena ngageter, degdegan.
“Nu mawi ieu teh hoyong diparios, ieu awak asa lalungse, sareng…ieu dada asa gegeberan…”
Pa Mantri mariksa kalawan taliti.
“Ah teu nanaon geuning,…..ari mawa ojeg teh kudu make jeket anu kandel, komo mun jalan peuting mah, bisi asup angin, jeung bisi dada karancang…naon geuning disebutna teh paru paru basah….”
Kang Sabri unggut unggutan, dijero hatena mulek, naha kudu balaka, atawa entong,…ah teu, teu kudu balaka, kapan bieu ge geus kaciri kalangkang aing teh geus aya sok sanajan kakara kelemengna, siga kalangkang kaca.
“Tah bawa we obat ieu..” ceuk Pa Mantri bari mere sababaraha siki pel.
“Obat naon Bapa ieu teh,..?”
“Vitamin eta mah, ambih awak jagjag…!”
Sanggeus babayar Kang Sabri amitan, teu poho uluk salam bari sasalaman, panona ngareret kana kalangkang, enya aya ngan tetep siga kalangkang kaca.
Sigana Pa Mantri teu nelek nelek kalangkang, da teu openan, anggur kalahka kaprak keprek mereskeun tas wadah obat.

Palebah pengkolan jalan muru balik ka imah, kadenge adzan isya, Kang Sabri teu terus mulang tapi mengkol ka masjid, dina hatena bari sakalian rek manggihan Mama Jarkasih, geus lila tara munjungan.
Datang ka masjid pas keur komat, ngahaja asup teh dina sap kadua, salila sholat, ati manteng ka Mantena, surat Alfatihah nu dibaca ku Mama Jarkasih, karasa nyerep, dina sujud ka dua dina rakaat ahir, rada lila manteng ngadu’a.

Sanggeus nu sejen nungtutan baralik ka imahna sewang sewangan, Kang Sabri ngadeukeutan Mama Jarkasih, bari nyolongkrong ngasongkeun leungeun ngajak sasalaman, kang Sabri ngareret kalangkang leungeunna geus sabihari deui, bakating ku atoh langsung nubruk ka Mama Jarkasih, ngeukeuweuk pananganana, bari jeung reumbay cimata, ceurik ngagukguk. Puguh we Mama Jarkasih siga nu reuwaseun ningali kalakuan Kang Sabri kitu teh
“ Ke ke…kunaon Jang Sabri teh…Mama mah asa rareuwas ieu teh..!?”
Kang Sabri teu balaka, naon nu sabenerna nu jadi bangbaluh hate, harita nu kedal rumasa lur jeun ka kasepuhan, geus puguh ari ka kolot sorangan mah da geus teu aya dikieuna duanana.

Sare teh peuting ieu mah teu tibra, Kang Sabri guling gasahan, lamun seug kabeh salembur nyarahoeun, yen kalangkangna euweuh, beu pimanaeun earna, pimanaeun matak helokna, sok sanajan sabenerna ngarasa teu kaganggu, da awak mah cageur, beleger, atuh pipikiran asana teh sarua teu kaganggu.
Isuk isuk, satutas solat subuh, Kang Sabri ngahaja neger negerkeun awak ngadon kikiplik siga nu olah raga ngabatek awak, nu puguh mah ngadagoan panon poe, hayang geura jentre ningali kalangkang. Panon poe meletek ti beulah wetan ngempur cahayana, ting buricak tina sela sela daun nu keur reumisan keneh, Kang Sabri muru kanu lega bari tetep ulak ilik ningalian kalangkang….”Alhamdulillah…aya geuning kalangkang teh jeung jentre ayeuna mah…”
Ti lebak kadenge motor ngadudud, sihoreng baturna sasama tukang ojeg.
“Bri…kamari teh basa kuring nganteur panumpang ka lembur peuntas, di ditu aya budak awewe keur hariweusweus majarkeun aya tukang ojeg euweuh kalangkangan, waktu ditanya saha sahana, eta budak teh ngan teu nyahoeun ngaranna ngan lamun disaruakeun jeung dedeg pangadegna mah sigana didinya…”
Kang Sabri nempas…” Lah…lahuta teuing moal enya aya jalma euweuh kalangkangan sagala,…tuh tingali apan sakitu jentrena, panjang deuih, engke lamun tengah poe keur ereng erengan kalangkang kuring jadi mondokan…” kitu teh bari nunjuk kana kalangkangna sorangan.
sumber :
http://tb4all.blogspot.com/2012/10/5-contoh-carpon-bahasa-sunda.html

Selasa, 11 Maret 2014

conto carpon


Carpon Onyet

Ads by Google
iklan

Contoh Carpon Bahasa / Basa Sunda Anu Judulna Onyet.
Carpon : ONYET

Rumasa rada tambélar. Rumasa indit poék datang poék. Kitu téh pedah hayang gawé suhud. Kang Sabri ngahuleng, diuk dina korsi di hareupeun imah, bari ngararasakeun hawa tiis isuk-isuk.
Jol pamajikanana, diuk gigireunana.
“Kang, tong diemutan teuing atuh, namina gé budak, can gaduh wiwaha”.
Kang Sabri ukur ngarérét ka pamajikanana, terus neuteup ka jauhna. Jung nangtung, babatek awak.Kang Sabri nitah pamajikanana nyokot sapatu olah raga.


Kang Sabri ngajigjirg, olah raga lulumputan di jalan komplék imahna. Bari lumpat lalaunan pikiranana uleng. Enya da lain teu ngarti ka budak, bener budak mah can boga wiwaha, komo ieu kakara umur tilu taun jalan ka opat taun, balita kasebutna gé.
Kabisana kakara diajar ngomong capétang, lulumpatan di imah, ruwal rawél kana naon baé nu bisa dirawél. Ngarti, ngarti pisan, budak mah can boga wiwaha.Moal kitu mun diomongan ku bi Amah?. Atawa disingsieunan ku bi Amah?

Asa mustahil mun nepi ka kitu. Najan enya bi Amah téh ukur badega di imahna, asa pamohalan nepi ka kudu ngomongan budak nu teu pararuguh mah, jeung ongkoh pan budak mah can boga wiwaha.

Kang Sabri téh boga budak tilu, cikal mah awéwé geus kelas dua SMP, pangais bungsu gé awéwé, kakara kelas lima SD. Nu bungsu lalaki, umurna kakara opat taun jalan. Tadina mah ngarasa cukup boga anak dua téh, ngan hayang lalaki, kahayangna téh diparengkeun, borojol nu bungsu, matak umurna gé rada ganjor jeung lanceukna.
Karasa bagja hirup téh, karir di pagawéan nérékél najan kakara kasubdin di pamaréntahan, pamajikan bageur, barudak séhat. Ngarasa tanggung jawab ka kulawarga, nepi ka gawé toh-tohan, indit subuh datang peuting téh enyaan. Urusan rumah tangga mah sagemblengna ku pamajikanana da teu digawé kantoran. Aya kagiatan mah, kitu wé kagiatan jeung tatangga sa-RT atawa sa-RW, osok rajeun ngilu kagiatan ibu-ibu di kantor kang Sabri. Lantaran boga si bungsu nu leutik kénéh, nya néangan nu babantu, nu kapeto téh bi Amah, urang Ciawi Tasik wedalan pasantren ti Sukapancar. Awéwé tengah tuwuh, sagala bisa jeung rapékan. Pamajikan kang Sabri mah kacida nyaaheunana ka bi Amah téh, malah geus teu dianggap badéga, tapi dianggap kolotna, nepi ka barudak ge dititah nyebut Enin, nenehna tina nini.

Kang Sabri ngemprid lumpat, ngurilingan taman di komplék imahna. Mimiti mah diajam hayang bari ngasuh si bungsu lulumpatan téh. Tapi budak magol, embungeun, dipaksa ge kalah ceurik bari montel ka indungna. Haté kang Sabri asa digerihan. Rumasa ari kituna mah, tambélar ka budak. Budak téh tara pisan nyebut ayah, da kitu dibasakeunana di kulawargana, ka bapa nyebut ayah ari ka indung nyebut ibu. Can kungsi kang Sabri digeroan ayah ku nu bungsu ti saprak budak diajar ngomong, Tong boro digeroan, dalah dideukeutan gé budak téh ngadon murengked, siga nu sieun. Pan ari batur mah budak lalaki jeung bapa teh sakitu sok ruketna, gegelutan téa, silih kélékéték téa. Ieu mah éstu siga nu embung wawuh. Tapi ari ka batur mah teu bauan, malah ku batur mah sok disebut wanter. Atuh jeung lanceuk lanceukna sakitu ruketna, lucu mun geus nyebut tétéh, bari rada cadél téa. Ka lanceuk nu panggedéna sok ménta dipanggambarkeun lauk emas atawa guramé, da karesepna kana lauk cai. Mun dahar jeung lauk emas atawa guramé sok cacamuilan siga nu ni’mat.

Sadar kana karumasaan sok tambélar ka kulawarga, kang Sabri ngarobah diri, unggal poé peré sok ngusahakeun aya diimah, ambih bisa babarengan jeung anak-anakna. Ngarobah kitu teh geus aya sababaraha bulan kaliwat, ngan can kaciri aya hasilna utamana ka budak nu bungsu.. Cara poé Saptu ayeuna. Bagja temen mun bisa olah raga bareng sakulawarga, nungtun budak, meuli surabi sisi jalan atawa meuli bubur hayam, dahar cacaleuhakan bari gogonjakan, sakalian mépés késang.

Keur kang Sabri nyigcrig leumpang gancang, bari rada ngahégak, hapéna disada, tuluy ditembalan. Tong boro keur olah raga, dalah keur mandi gé hapé téh kudu wé deukeut manéhna.“Pa, kadu tos dikintun opat puluh kilo, biasa ka jalan Buah Batu” cék nu nelepon.
“Nuhun, tong maké istilah kadu atuh bisi KPK apaleun, ganti ku istilah guramé”
“Siap pa, asal proyékna nu sanés kénging deui ku abdi”
“Bisa diatur, tos nya, nuhun” cék kang Sabri bari nutup hapéna.

Kang Sabri leumpangna beuki gancang, aya rasa bungangang, bari nyusut késang nu mimiti renung dina tarangna. Aya dua kuriling deui mah, ngurilingan taman, terus mulang.Di hareupeun imahna leumpang rerencepan da kadéngé budak nu bungsu ceuceuleukeuteukan, sigana keur diheureuyan ku lanceukna. Enyaan budak téh hégar, enyaan budak téh capétang, enyaan budak téh sonagar.

Kang Sabri teu kaampeuh hayang ngiluan ka nu keur heureuy, panto dibuka disakalikeun bari nyebut “Baaa…”. Angkanan mah budak téh rék tambah nyeuleukeuteuk, tapi kalah ngagoak tarik bari nyebut “Onyééét…” tuluy ngagbrug ka lanceukna, siga nu sieun. Kang Sabri ngarengkog, nu tadina hayang heureuy jeung budak téh jadi ceuleumeut. Jep imah jempling, nu bungsu ngingsreuk. Torojol pamajikan kang Sabri ti dapur “Aya naon?” cenah. Euweuh nu ngajawab, ngan budak wé nelenjeng ngagabrug ka indungna.
Kang Sabri ngaléos, ucul-ucul baju olah ragana, gebrus mandi. Bérés mandi tuluy saged, ngaluarkeun mobil, ngaguluyur teuing kamana. Dina pikir kang Sabri naha budak téh nyebut onyét ka dirina, naon atuh onyét téh.
Ampir tabuh lima soré kang Sabri kakara mulang bari rébo ku babawaan aya bubuahan, aya lauk guramé, aya kuéh jeung cocooan.

Di imahna kasampak Bi Amah keur ngajar ngaji ka barudak, kitu wé maca Qur’an, nu bungsu ge milu sila andekak deukeut bi Amah, maké sarung leutik jeung dipéci bodas. Pantes budak téh jeung kasép deuih.
Kang Sabri gé ngilu diuk deukeut pamajikanana, babawaanana mah cul wé nambru di tengah imah.
Bi Amah geus biasa ngajar ngaji, atuh kana maca buku umum gé dokoh, pokna gé “Maca mah naon wé, nu saé kanggo picontoeun, nu awon kanggo pieunteungeun”. Jeung ongkoh deuih ku pamajikan kang Sabri dipupujuhkeun pisan, supaya barudak diajar ngaji bari ngadagoan waktuna magrib.
Geus kabiasaan mun bérés ngajar ngaji, bi Amah sok terus ngadongéng, tara lila paling gé saparapat jam. Mimindengna nu didongéngkeun téh monyét jeung kuya. Barang ngadéngé rék ngadongéng téh budak mani émprak, atoh sigana. Harita gé Bi Amah ngadongéng monyét jeung kuya, monyét nginjeum suling tulang maung nu kuya, tapi teu dibikeun deui.
Cék Bi Amah “Tah urang mah teu kénging siga onyét, teu kenging hawek, teu kenging cilimit, teu kenging makmak mekmek, teu kenging ngaku barang nu batur, saur jaman ayeuna mah teu kénging korupsi, margi éta téh haram, komo upami mésér tuangeun tina artos korupsi mah dipahing pisan”.
Celengkeung téh budak nu bungsu ngomong “Hi hi onyét…” bari nunjuk ka kang Sabri, terus budak téh maléngos bari ngajebian ka lanceukna.
Lanceuk-lanceukna sareuri, ari Bi Amah jeung indungna mah ngabetem wé, kang Sabri seuri maur.

Peutingna sanggeus barudak sararé, kadéngé tinggerendeng obrolan salaki pamajikan, nu kadéngé téh omongan pamajikanana.
“Kang urang candak hikmahna wé, da murangkalih mah suci bersih kénéh, boa urang nu kirang wiwaha, bilih urang kantos gaduh kalepatan boh saur agama boh darigama”.
Ads by Google
sumber: 

miaarsjad


Tes tes tes

Tes tes tes,....katanya bisa cross post ,...hehehe , kalo gue posting disini , beneran ke posting di blogger ga yaaaaa??? kikikiki *ngikik udik mode: on * hohohohoho.....


Senin, 01 Juni 2009

Cerita-cerita Misteri yang aneh...

Lagi-lagi keingetan cerita-cerita aneh waktu masih jadi penghuni 'apartemen Om Mul' di Arthayasa menjelang PON 2004.
Kali ini...*tririririririring...(suara efek horor jepang)...* Cerita-cerita..Miisssteriiii.......
Selama tinggal disana,...kita, gue , Adam , Ditha , MAs Anto, Om Mul,....ngalamin banyak cerita2 misteri yang horor dan seringnya juga tolol,....gini cerita2nya:

1.JEJAK KECIL KE KAMAR MANDI

Ditha ngomel-ngomel ke gue , gini katanya...
Ditha: "Ihhh,...Mia!Kalo dari luar , masuk ke dalem cuci kaki dulu dong diluar...!"
Ha?Gue bengong,...keluar ga pake sendal ? Perasaan hari itu gue gak keluar gak pake sendal deh,...tapi gue cengengesan aja. JAdi hari itu akhirnya berlalu begitu aja,..
Ehhh,...besok paginya,...DItha habis mandi lari-lari keatas nyamperin gue yang belum mandi lagi nonton TV di kamar Om mul.
Ditha: "Miaaaaa...tuh kaaan,..udah dibilangiiin,...kalo keluar ga pake sendal masuknya cuci kaki duluuuu!Jadi kotor kan,...berlumpur!"
JENGGG!Gue bingung...dari tadi malem kan belum turun2 ke bawah? Apalagi keluar rumah.
Gue cengo,...
Mia:"Nggak koook!"
DItha masih curiga, Ditha: "Terus siapa lagi yang kakinya sekecil itu?" (jiaaah!Fisik nih!:p)
Mia: "Dit , gue kan belum turun. Lagian lo tau kan nggak mungkin gue keluar sendirian pagi-pagi,...gue kan takut,"
DItha diem , mikir. Lalu muncullah nama-nama tersangka lain....Nara , anaknya MAs Sardi ,.. atau MAs Yanto malih.
Tapi semua tuduhan gugur,..mereka gak mungkin masuk subuh-subuh soalnya rumah dikunci dari dalem...
Dan..SIIIIIIIIIIIIINGG! Semua diem,...

Besok paginya....
DAG DUG DAG DUG!Ditha lari keatas....
Gue yang (lagi-lagi) nonton TV sambil belum mandi diseret kebawah....
MIA"Eh,..eh,..ngapain dit!"
DItha:Kita ukur kakinya!!!
Ukur kakinya?Kaki apa?!
Dan begitu sampe dibawah! TARARARRARARAARAR!!! Gue menyaksikan jejak-jejak kaki kecil dari arah pintu masuk ke kamar mandi...
DItha"Ukur Mi!"
Dengan muka ragu-ragu , gue ukur kaki gue ke jejak itu,...Hasilnya!! JJJJEEJEENG!JAuhhh!
jejak itu cuma setengah kaki gue,....
Semua diem...
Gue nyeletuk dengan muka ketakutan , Mia:"Tuh kan bukan gue,...terus siapa dong?"
SIIIIIIIINGG!
Dipikir-pikir siapa yang mungkin punya jejak sekecil itu?! Terus, kenapa jejaknya hilang begitu sampe depan kamar mandi?
Kalo memang sekotor itu,..harusnya ada bekas kan....
Terus...gimana anak kecil itu bisa masuk kalo pintunya dikunci....
Jangan-jangan......

2.YOU HAVE A CALL
Susahnya jadi orang penakut,...kayak gue. Ngapa-ngapain kalo sendirian rasanya pengin
cepet ngibrit ke tempat yang ada manusia lain....
COntohnya....
Waktu itu gue akhirnya nekat sendirian ke lantai bawa malem-malem karena pengin minum,
Sementara semua orang dengan sadisnya gak ada yang mau nemenin,
Katanya kalo ada apa-apa teriak aja! (dan sekarang gue nyesel , soalnya katanya kalo orang liat 'setan' boro-boro bisa teriak.)
Sambil celingukan gue nagmbil minum dengan muka ketakutan,...
PAs lagi mencet dispenser..tiba-tiba ditengah keheningan ada suara menggema perempuan bilang.... "you have a call" JJJJEEENGG!!!
"aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!" 
Gue lari histeris ke lantai atas gak jadi minum...
Begitu gue sampe pintu semua ngeliatin....
DItha" "Kenapa Mi?"
Gue diem....mikir.....ternyata... Mia: "Eh,..nggak , nggak , tadi kayaknya ringtone HP gue deh..."
Ya!Benar!Ternyata itu ringtone HP baru gue,...yang jelas gue asli ga apal kalo HP itu di set pake ringtone itu dari tokonya!Sial!
BAG BUG BAG BAG BUG!Gue lari rusuh ke bawah...SET!Ambil HP,...terus BAG BUG BAG BUG! Lari lagi keatas..duduk nonton TV.
Gak jadi minum.

3.DINDING BERDARAH
Yang ini beneran serem banget...
Sore-sore habis latian gue mandi.....seperti biasa yang lain pada antri di ruang makan.
Gue nyantai aja mandi...pake shower...
Waktu ngadep shower gue liat sih ada coretan merah di depan gue,tapi tetep santaiii
mandii... sampe akhirnya selesai terus keluar.
Giliran Ditha deh,....
Tau-tau ...
DItha: "IHhhhh!Mia !Jorok deeeehh!Apaan niiih!"
Hah? Gue agaaaaiin? hehehehehe....
Habis itu gue juga ke kamar mandi....
DItha tunjuk dinding DItha ; "Kok banyak darah di dinding? Darah apaan ih?"
JEEEEEEEEEENG! DAraaaah?!
Gue liat kearah dinding deket shower...iya!Itu coretan merah yang tadi,...terus gue liat sekeliling! HIYAAAA!!!ternyata banyak banget olesan-olesan darah itu dimana-mana....
Dan kita semua tau pasti kalo itu sebelumnya NGGAK ADA!
Semua tegang!Bengong!
Mia: "Dit gak mungkinlah kalo kita berdarah kita peper-peperin ke dinding..."
SEP!Semua diem.Nggak dibahas....
Mungkin 'penghuni' kamar mandi itu lagi belajar melukis,...pake darah....(HIH!)
HIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII!!!!!

4.DUPLIKAT OM MUL
Suatu hari gue lagi di kamar sendirian,...main laptop,...
Di sudut mata gue , gue liat Om Mul lewat pake handuk , kayak biasa gayanya habis mandi,
Mia: "Om Mul!Kamar mandi kosong?"
.....
Nggak dijawab.
Huh sebel!Habis itu gue matiin laptop. Gue ngintip ke kamarnya , mo nanya ulang sekalian mo ngomel kenapa nanya gak dijawab...
Sambil ngintip, Mia: "Om Muuuul....?Om Mul!"
....
Ngintip lebih dalam , Mia:"Om Muuuuul..!"
Tau-tau yang nyaut dari bawah... Om Mul: "Apa Mi?!--Kamu mo mandi!Aku udah beres nih!"
DANG!Gue terpaku,Beku,kaget,.diem...mundur beberapa langkah,..
Om Mul dibawah?!Terus tadi yang mauk kamar siapa?!
Gue dorong pintu kamar keras-keras....KOSONG!
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!" BUG BAG BUG BAG BUG!!!!Gue lari histeris ke bawah...
Mas Mul nyengir, "kenapa Mi?Ketemu kembaran gue ya?"
MATI!MAMPUS!IHHH!!

misteriii-misterrriiiiii,...bikin ngeriiiiii....hihihihihihi...



imajinatta ~


Imajinatta

Jumat, 02 Desember 2011





Judul  : Imajinatta
Pengarang : Mia Arsjad
Penerbit  : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2008
Jumlah Halaman : 280 halaman
Ukuran Buku : 20 cm



 Kita seringkali salah persepsi dalam memahami makna imajinasi. Dalam kenyataannya, imajinasi adalah sebuah kerja akal dalam mengembangkan suatu pemikiran yang lebih luas dari apa yang pernah dilihat, dengar, dan rasakan. Dengan imajinasi, manusia mengembangkan sesuatu dari kesederhanaan menjadi lebih bernilai dalam pikiran. Ia dapat mengembangkan sesuatu dari Ciptaan Tuhan dalam pikirannya. Dengan tujuan untuk mengembangkan suatu hal yang lebih bernilai dalam bentuk benda, atau sekedar pikiran yang terlintas dalam benak.
Dalam novel Imajinatta ini, Mia Arsjad juga menuangkan pendapatnya mengenai imajinasi pada sosok Natta. Natta adalah seorang siswi SMA yang kerap kali “melayang” di dunia pribadinya, dunia khayal Natta. Apalagi Ditto, sang pujaan hati. Di dunia nyata, Natta dan Ditto sama sekali tidak saling mengenal, namun di dunia khayal Natta mereka adalah pasangan terbahagia sepanjang masa. Dari dunia nyatanya, Natta tentu tidak ingin hal tersebut hanya sebagai khayalan belaka. Dari dunia khayal pun, Natta membulatkan tekat untuk semakin berusaha mewujudkan mimpinya mendapatkan Ditto dan menyeret Ditto ke dunia nyata. Salah satunya adalah melalui lomba naskah yang menurut Natta dapat mendekatkan dirinya dengan Ditto.
Namun suatu hari, di tempat rahasia Natta, Natta bertemu sesosok laki-laki baik bernama Kenzi. Kenzi yang selalu tampil “berbeda” kerap menimbulkan tanda tanya di benak Natta tentang siapakan Kenzi sebenarnya. Sahabat-sahabat Natta pun, Ina, Kinkin, dan Dara pun mulai meragukan keberadaan Kenzi.
Akhirnya dengan bantuan Kenzi, naskah tersebut selesai dan berhasil menjadi juara pertama. Namun di kebahagiaan kesuksesan Natta, Kenzi menghilang. Natta pun khawatir dan sempat melupakan opsesinya pada Ditto. Ternyata Kenzi adalah seorang pasien di rumah sakit dekat tempat rahasia Natta. Kenzi sakit jantung dan selama ini dia harus berjuang untuk hidupnya. Tentu hal ini mengejutkan Natta. Dan rasa khawatir itu bercampur dengan rasa kecewanya pada Ditto yang ternyata tak sebaik yang ia kira.
Sepulang Kenzi berobat dan kembali ke Indonesia, Kenzi disibukan oleh beberapa pertemuan dengan fans dari novel nya bersama Natta. Kenzi sangat senang, begitu juga Natta yang berhasil mewujudkan cita-cita Kenzi sebagai penulis. Kini Natta tidak perlu berimajinasi lagi karena hidupnya sudah sempurna dengan sahabat dan keluarga yang sangat menyayanginya.

Selasa, 04 Maret 2014

cinta Allah.. Di cintai Allah

dicintai sama manusia aja girangnya minta ampun | mau ngerasain dicintai sama pencipta manusia? 

"tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya" (HR Bukhari)

maka syarat utama untuk dicintai Allah | ialah melaksanakan kewajiban dari-Nya

"Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya" (HR Bukhari)

sudahlah yang wajib dipenuhi, ia mencari perhatian Allah dengan amalan sunnah | berusaha memikat Allah dengan kepatuhan dan taat

apa yang terjadi bila Allah sudah cinta pada hamba-Nya? | masyaAllah, masyaAllah.. 

"Jika Aku mencintainya, Aku jadi pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatan yang ia gunakan untuk melihat" (HR Bukhari)

"Aku menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan" (HR Bukhari)

"Jika ia meminta pada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan pada-Ku, Aku pasti melindunginya" (HR Bukhari)

"Ingatlah, sungguh kekasih-kekasih Allah itu, tidak ada kekhawatiran dalam diri mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati" (QS 10:62)

saat Allah sudah cinta | kita dibimbing oleh-Nya, dipandu oleh-Nya, dibantu oleh-Nya, dijaga oleh-Nya, dicukupkan oleh-Nya

saat Allah sudah cinta | tiada disisakan rasa takut kecuali pada-Nya, tiada bersedih hati karena dunia dan apa yang fana

saat Allah sudah cinta | Dia kabulkan segala pinta

namun lihat diri kita yang lebih takut kehilangan cinta manusia | mengganti cinta Allah dengan maksiat dan nikmat sementara

namun lihat diri kita yang lebih suka dicinta manusia | walau dengan cara yang salah dan nista

namun lihat diri kita yang berhijab saja masih beralasan | padahal jelas kewajiban dari Allah pasti mampu dilaksanakan

padahal bila kita mendekat kepada Allah sejengkal, Allah mendekati kita sehasta | bila kita taat pada Allah pasti akan ada kemudahan

nikmatnya mencintai Allah tak dibalas kecuali dengan cinta-Nya | manisnya iman pun akan didapat, berikut tenang dan bahagia

mencintai Allah itu cinta yang sudah pasti berbalas | sedang bisa mencintai-Nya saja sudah satu keindahan.
sumber :
https://www.facebook.com/UstadzFelixSiauw?ref=ts&fref=ts

cinta itu....

cinta itu melindungimu saat kau tak tahu, mendoakanmu saat kau terlelap, berbuat tanpa hitungan balasan | cinta itu ibumu

cinta itu tegar walau perih, memberi walau kekurangan, tetap kuat walau dia lemah | cinta itu ayahmu

cinta itu tetap mendengar walaupun tahu, tetap belajar walau berilmu, patuh pada suami karena Tuhanmu | cinta itu kamu

cinta itu memahami tanpa kata-kata, mengerti hanya dengan tatapan mata, memberikan selalu yang terbaik | cinta itu aku
sumber : https://www.facebook.com/UstadzFelixSiauw?ref=ts&fref=ts

mendahulukan nafsu mengakhirkan sengsara | atau dahulukan sabar dan berakhir bahagia


sisa dari kebodohan masa muda itu penyesalan | karenanya cerdas itu berarti berpikir masa depan

bukannya tidak tergoda oleh kenikmatan yang sekarang | tapi menyimpan untuk hari nanti yang pasti dijelang

maka menunggu itu adalah bagian dari keahlian | karena sulit tundukkan nafsu dengan kesabaran

bagaikan memetik buah yang belum lagi masak | manisnya baru setengah masamnya buat tersedak

pohon yang mengetahui matangnya lalu melepasnya | walinya yang ketahui mampunya lalu menikahkannya

ranumnya wanita semisal buah yang bertumbuh | sedikit saja goresan maka citarasanya jadi tak utuh

petani yang baik tak menyentuh buahnya namun suburkan pohonnya | lelaki yang baik tidak merusak putrinya namun datangi walinya

karena hidup ini hanya menunggu waktunya dan berat rasanya | namun lebih berat lagi bagi yang tak sabar lalu berbuat nista

mendahulukan nafsu mengakhirkan sengsara | atau dahulukan sabar dan berakhir bahagia

mau belum tentu mampu | mampu belum tentu mau

maka biarlah aku sejenak menyempurnakan bacaan syahadatku | sampai tiba masanya aku dapat melafalkan akad kepadamu

sumber : https://www.facebook.com/UstadzFelixSiauw?ref=ts&fref=ts

Pacaran ??? oleh Ustadz Felix Siauw

yang bilang sayang kamu tapi pacaran sama kamu | nggak bener-bener sayang kamu | karena dia tega ajak dosa, biarin kamu maksiat

namanya sayang itu nggak akan tega ngajak maksiat | nggak akan sanggup walau cuma ajak mendekati bahaya | lha ini malah dekati zina?

namanya sayang itu kayak ayah, rela susah demi anak nikmat | pacaran? rela pacarnya susah seumur-umur demi nikmat sementaranya

namanya cinta itu kayak ibu, tetep sayang walau anak belum membalasnya | pacaran? baik kalo ada maunya, kalo nggak mau lagi ditinggal

justru kamu bakal bener-bener kenal pacarmu kalo udah diputusin | liat aja, semua sifat aslinya keluar kalo udah diputusin

baiknya lelaki pada wanita, memuliakan dan menghormati wanita | sangat berbanding lurus dengan ketaatan lelaki itu pada Allah

jadi kalau kamu ketemu lelaki yang taat Allah | kamu bakal tau apapun sifatnya, apapun.. serius | karena contekannya ada di Al-Qur'an 

jadi jangan harep, lelaki yang doyan maksiat bakal buat kamu bahagia | lha, bahagia kan dari menaati Allah, dia sendiri maksiat?

pacaran banyak galaunya kan? iyalah, isinya maksiat kok | nikah dong, banyak susahnya tapi serasa nikmat, karena ada taat disitu 

aktivis pacaran itu kayak mau beli barang terus minta testing dulu | tapi pas mau beli minta barangnya mau yang masih disegel

masih sekolah udah pacaran | nikahnya masih jauuu~uuuh (sangat nggak pasti dan terprediksi) | maksiatnya udah didepan mata

kalau mau serius taat ya jangan pake maksiat | kalau masa depan mau bahagia ya nurut Allah dan Rasul ajalah.. 

tanya bener-bener dirimu sendiri | kamu lebih sayang Allah atau dia? | kamu bener-bener cinta karena Allah atau bukan?

ridha siapa sih yang kamu cari? beneran Allah? | lalu maksiat begini kamu ngarep ridha Allah?

masa depanmu pilihanmu, Allah dan rasul sudah kasih dan jalan dan contohin jalannya | jangan sampai endingnya nyesel.. lebih baik jaga-jaga

asal tau aja, yang berani maksiat dengan berpacaran | banyak lagi maksiat yang berani dia buat selepas nikah #UdahPutusinAja


sumber :
https://www.facebook.com/UstadzFelixSiauw?ref=ts&fref=ts

catatan Ustadz felix siauw

01. aneh aja denger "berhijab belum tentu baik, pake baju seksi belum tentu buruk" | lha, yang tentuian baik dan buruk dia atau Allah?

02. baik itu yang ditentuin Allah baik, buruk itu ya yang ditentuin Allah buruk | bukan anggapan manusia, bukan urusan manusia 

03. namanya buka aurat ya jelas keburukan dalam Islam | tutup aurat ya jelas kebaikan dalam Islam | kecuali kalo agamanya selain Islam 

04. jadi bila Muslimah udah nutup aurat, ya dia melakukan kebaikan | kalopun masih nggosip, itu nggak membuat hijabnya jadi buruk

05. dan bila ada Muslimah buka aurat ya dia melakukan keburukan | walau dia banyak sedekah, nggak lalu jadiin buka auratnya jadi baik

06. jadi bilang "ah, berhijab juga belum tentu baik" | nggak lantas buat hukum berhijab dari Allah jadi batal dan diangkat dari kamu

07. jadi yang bener kata-kata begini "berhijab belum tentu baik, tapi orang baik (taat Allah) pasti berhijab" | baru bener.. 

08. dan bila ada yang berhijab lalu masih nggosip, ya jangan hubung-hubungin sama hijabnya | nggosipnya yang dimasalahin, bukan hijabnya

09. tapi juga jangan mandang yang nggak hijab lantas nggak ada kebaikan | tetep aja yang buka aurat, kalo buat yang baik, ya ada pahala 

10. cuma sayang aja, udah payah-payah buat pahala, eh ilang karena umbar aurat | ada pahala masuk, ada pula dosa masuk 

11. juga yang bilang "belum siap tutup aurat, takut masih maksiat" | padahal mikir begitu itu yang justru jadi bikin maksiat

12. padahal kalo dia mikirnya "aku emang belum siap, tapi aku serahkan diriku taat Allah" | nggak mungkin Allah nggak bantu mudahkan dia

13. Allah akan mudahkan orang yang mau taat, termasuk yang mau berhijab | yakin deh, nggak percaya? liat aja deh QS 92:5-7

14. jangan sampe deh ucapan-ucapan begitu jadi legitimasi diri dan orang lain | untuk nggak berhijab dan nggak jadi taat Allah

15. orang mau taat, mother yes please (mbok yao) disemangati, didukung | bukan malah ditakut-takutin, ngajak sama-sama nggak taat hehe..

16. jadi kalo liat Muslimah berhijab lalu mikir "ah, hijab kan belum tentu baik" | itu tanda setan kuasai hati, nggak demen sama yang baik

17. liat Muslimah berhijab lalu mikir "dia udah usaha untuk mau taat, moga aku bisa nyusul" | nah, itu doa, sadar itu 1/2-nya kebaikan 

18. sadar diri buka aurat lalu mikir "nggak papalah, yang penting baik, banyakin sedekah, umrah aja" | naini, pantesan nggak juga berhijab

19. sadar buka aurat | merasa nyesel, khawatir, takut ajal datang sebelum taubat | menyegerakan taat, berusaha taat | ini baru Muslimah

20. terus sempurnakan ketaatan pada Allah  | satu kebaikan biasanya diikuti kebaikan lain | segerakan hijab, yang lain bakal nyusul 

berhijab belum tentu baik, baik sudah tentu berhijab | maksiat belum tentu buka aurat, buka aurat sudah pasti maksiat | kelir? 

ngejomblo belum tentu taat | pacaran udah pasti maksiat | kelir? 


sumber :
https://www.facebook.com/UstadzFelixSiauw?ref=ts&fref=ts