Minggu, 19 April 2020

Tentang "Apakah anak yang susah diatur atau kita yang belum bisa mengatur anak?" #reviewWebinar1


Pagi hingga menjelang siang kemarin saya bersama Abah Ridwan diberi kesempatan Peacesantren Welas Asih untuk belajar di Seminar Online yang digalakkan oleh STAR TRAINING & CONSULTING, banyak sekali ilmu juga cerita menarik yang kami dapatkan dari webinar tersebut.

Sebelum memasuki sesi materi utama tentang “MENGATASI ANAK YANG SUSAH DIATUR”, kami dipersilahkan menyaksikan tayangan yang didalamnya memperkenalkan pemateri pada hari tersebut yaitu, “Wasmin Al Irsyad, S.Pd., M.Pd”

Pada tayangan tersebut Pak Wasmin mengenalkan “Hypnoparenting” , kata kunci yang melekat dalam ingatan saya yaitu ketika salah satu narasumber bilang, ‘Uyah moal tees kaluhur’ yaitu sebuah istilah *paribasa bahasa sunda yang artinya, perilaku orang tua pasti akan turun pada anak.

Kita pasti sering bertanya kenapa anak kita tidak mau belajar? Kenapa anak kita nakal? Kenapa anak kita belum bisa mandiri? Dan kenapa- kenapa lainnya.

Namun, kita jarang bertanya pada diri sendiri kenapa kita belum bisa membuat anak-anak rajin belajar? Atau kenapa kita belum bisa membuat anak-anak mandiri? Dan sebagainya.
Ilmu ilmu parenting lama kita kebanyakan berbicara tentang pola asuh, bagaimana cara mengubah anak, tapi berbeda dengan hypnoparenting yang berbicara tentang perilaku orangtua terlebih dahulu.  

Semisal tentang, perilaku kita yang mana yang tidak efektif mengurus anak? Kenapa nasihat nasihat tidak bekerja? Dan sebagainya.

Dengan Hypnoparenting itulah, kita mencari tahu satu persatu kekeliruan kita dalam mendidik anak.

Sangat panjang memang pembahasan ini, mungkin setelah melihat tayangan ini saya juga ingin mencari tahu lagi, perihal Hypnoparenting.

Kemudian, lanjut ke sesi topik utama tentang “MENGATASI ANAK YANG SUSAH DIATUR” , untuk memulai sesi ini Pak Wasmin menghubungkan dengan tayangan video sebelumnya, sampai kemudian sebuah pertanyaan yang cukup menampar para peserta seminar keluar dari Pak Wasmin,

“Apakah anak yang susah diatur? Atau kita yang tidak bisa mengatur anak?

Ternyata memang kita yang belum cukup mampu mengatur anak, kita kebanyakan terlambat dalam  mengatur anak.

Sebetulnya beberapa pembahasan relate dengan Disiplin Positif yang sebelumnya sudah saya pelajari dari Abah Irfan, bagaimana harus kind and firm, konsekuensi logis, punishment yang membantu dan reward yang punya prinsip- prinsip pemberian bermakna, dalam istilah ini Pak Wasmin mewadahinya dalam “Tips Gamification Parenting”

Salah satu pemberian reward yang tidak disadari contoh kecilnya ialah,

ketika anak meminta kita membukakan permen, kebanyakan kita membuka plastiknya kemudian memberikan permennya bukan?
Tapi berbeda dengan apa yang dilakukan pak Wasmin dan istri pada enam anaknya,
Ketika membukakan permen yang pertama kali ia berikan pada anaknya adalah plastiknya, setelah si anak berhasil membuang plastiknya barulah Pak Wasmin dan atau istrinya memberikan permen itu.

Sesederhana itu bukan?
Saya selalu ingat apa yang pernah dikatakan Mbak Ochi, Guru BK Darul Arqam pada saya suatu waktu bahwa “Mendidik itu tidak bisa mendadak”.

Begitulah, bagaimana sejak dini Pak Wasmin menanamkan tanggung jawab pada anaknya.
Karna untuk menjadikan anak disiplin, rajin belajar, rajin ibadah dan perilaku baik lainnya kita hanya perlu menanamkan tiga hal penting sejak dini, yaitu Mandiri, Tanggung Jawab, dan Visioner.

Lalu, bagaimana untuk kita yang merasa sudah terlambat? Anak- anak sudah mulai remaja atau dewasa tapi belum bisa seperti apa yang kita bayangkan, pak Wasmin hanya memberi clue dengan mengatakan, ‘cuman empat huruf kok’ tapi kita susah untuk itu.
TEGA

Yash, Abah Ridwan menjawab dengan tepat pada sesi itu. Kita tidak TEGA ketika mau mencoba mengatur anak untuk kebaikannya.

Kita hanya perlu konsistensi dan ketegasan ketika memberikan aturan. Dengan tanda kutip kita tidak membawa senjata-senjata berbahaya pada anak seperti mengancam, menyogok, membandingkan dan menyakiti verbal/non verbal.

Lakukan apapun sesuai kesepakatan awal, ketika waktu belajar ia pakai untuk bermain tanpa banyak berbicara kita ambil gawainya kemudian ingatkan kembali, ulangi apa yang sudah disepakati.  

“Aa Teteh kita kan sudah sepakat yaa main game tidak pada waktu belajar, Yuk belajar dulu”
Setelah kita melakukan ini anak pasti akan memelas, merajuk atau bahkan marah tapi kita harus TETAP TEGA, teguh pada pendirian.

Kata Pak Wasmin, kita perlu menggunakan “Transaksional” untuk beberapa hal tapi tidak untuk “kasih sayang”

Semoga ulasan saya ini tidak berhenti disini, terus belajar dan mencari.

April hari ke dua puluh,
Di rumah aja
Oleh: Widy