Sabtu, 21 April 2018

Selepas kepergian (hati)mu


Sore itu, aku yang baru saja turun dari angkutan umum, berdiri bersama buku dalam genggaman mengrah ke kendaraan yang berseliweran. Ada yang melintas sesaat, ketika seorang bapak menghentikan motornya tepat di sebrangku; Sebelum ia berbalik badan, ada punggung yang kukira milikmu.
Aku hilang ingatan, bahwa kamu bukan lagi bagian dalam ceritaku.
***
Sore yang kian mengabu, tak jua hujan. Ia hanya setia dengan gumpalan awan yang menghitam. Entah pertanda apa cuaca sore itu, begitu dramatis.
Diantara mendung, aku yang tak berpayung menikmati sepi disepanjang perjalanan.  Hingga sampai di sebuah ruangan yang kunamai kamar, tetiba yang melintas dalam pikiranku adalah dirimu.
Aku yang pura-pura lupa padamu, nyatanya tak bisa menahan hawa nafsuku untuk mencari tahu kabarmu setelah dua tahun tak saling ‘Hallo’.
Aku bahkan rela membuka akun lamaku, hingga seniat ini. Tak lama setelah berhasil sign in, aku  langsung mengalihkan linimasa akun medsosku ke kolom pencarian. Lalu dengan tanpa ragu mengetik namamu huruf demi huruf.
Sebenarnya, ada sedikit harap, dimana tak ada lagi potret dia di beranda akunmu. Karna sebelumnya aku tahu, dia dengan terang-terangan memberi tahuku bahwa dia sudah lagi tak se-visi denganmu. Soal ini aku sangat tak niat menceritakannya. Sebelumnya aku tak mau tau kabar hubunganmu dengannya. Tapi dia, dengan murah hati memberitahu kepadaku, bahwa dia sudah tidak lagi denganmu. Klise.
Dugaanku tepat, aku salah dan selalu salah menduga perihal ‘kamu’.
Pemandangan beranda akun medsos mu yang menampakkan diri tepat di depan lensa mataku,  membuat aku lupa di detik yang mana aku seharusnya menghembuskan nafas. Aku sesak.
Potret wajah bahagiamu dengannya membuat wajahku kelut. Kamu yang duduk bersila dengannya, menafsirkan banyak arti perihal bahagia.
Ah iya,  kupikir jikapun cerita kita masih berlanjut aku sudah tentu tak akan mampu duduk bersila sesempurna itu denganmu, dan mungkin kamu tak akan sebahagia itu jika denganku. Itu kekuranganku. Kamu tahu itu.
Aku melihat detail kapan poto itu kamu posting.  Dan ya, lima hari setelah dia berkata terang-terangan sudah tak lagi denganmu padaku.
Apa setelah dia mencoba pergi kamu mengusahakannya, mengejarnya, menahannya untuk pergi hingga kembali?
Aku hanya tersenyum geli menjawab pemaparan pertanyaan dari diriku sendiri. “Manis” kataku seketika dalam hati.
 Ada yang belum aku tahu darimu, ternyata kamu cukup kuat soal memperjuangkan.
Tapi sayangnya hanya dia. Pada dia.
Dulu, aku bahkan tak berhak untuk itu.
***  
Entah di putaran keberapa playlist Michael Buble dengan Lost-nya menemaniku dengan bayangmu; sampai aku tersadar, kenapa aku hingga sekacau ini?
Apa karena kita ‘pernah’ bersama, meski masing-masing dari kita mendefinisikannya dari perspektif yang berbeda?
Selepas kepergian (hati)mu, maaf aku yang kembali menikmati luka.